Jakarta, Kartunet.com – Keberadaan organisasi masyarakat penyandang disabilitas merupakan salah satu wadah yang memiliki peran penting bagi kemajuan penyandang disabilitas. Ormas semacam ini dapat tumbuh dan berkembang sudah tentu karena peran aktif para penyandang disabilitas yang mengharapkan perbaikan dalam berbagai bidang. Di samping itu, ormas penyandang disabilitas juga memerlukan berbagai macam kontribusi dari para staf, baik dari kalangan disabilitas maupun nondisabilitas.
Pada dasarnya, peran masyarakat untuk membantu perkembangan tersebut sangat dibutuhkan. Saat ini tak banyak orang nondisabilitas yang bersedia mengabdikan sebagian hidupnya sebagai volunteer dalam dunia disabilitas. Namun tidak demikian halnya dengan Yudhi Ismail.
Pria yang pernah kehilangan tempat tinggal karena disapu tsunami telah mengabdikan dirinya sebagai relawan di berbagai ormas ketunanetraan. Keterlibatannya pada dunia tunanetra berawal sejak ia hijrah ke Banda Aceh 17 tahun silam. Ketika itu, ia sedang berjalan-jalan di sekitar lingkungan tempat tinggal barunya, dan menemukan sebuah yayasan ketunanetraan. Yayasan tersebut mengasah kemampuan para tunanetra di bidang musik. Hatinya pun tergerak membantu para tunanetra tersebut untuk meraih prestasi di masyarakat. Tanpa banyak berpikir, pria kelahiran Palembang, 15 November 1974 ini melangkahkan kaki memasuki yayasan tersebut dan semenjak itulah ia menceburkan diri ke dalam dunia disabilitas.
Perjuangan yang tidak mudah. Putra kedelapan dari dua belas bersaudara yang juga memiliki hobi di bidang musik, terus memberikan kontribusi dalam mengembangkan kemampuan para tunanetra, serta berusaha menjembatani mereka untuk tampil di hadapan public.
Tahun 2006, Yudhi telah bergabung di PPCI (Persatuan Penyandang Cacat Indonesia) propinsi Aceh. Pasca Tsunami Aceh, PPCI memperoleh banyak bantuan dari Jepang, termasuk pemberian alat-alat musik. Saat itulah yayasan tunanetra tempat Yudhi menjadi volunteer akhirnya memiliki perangkat lengkap alat musik, dan memacu semangat para tunanetra untuk semakin giat berlatih. Ketekunan para tunanetra itu pun membuahkan hasil. Mereka sempat tampil dalam acara alumni Universitas Syahwala (UNSYA) dengan membawakan dua buah lagu.
Ada rasa bangga dalam hati Yudhi ketika ia melihat kebahagiaan para tunanetra atas pencapaian mereka. Ayah dari dua putra ini pun semakin larut dalam pengabdiannya pada dunia disabilitas.
Kini Yudhi telah melanglang buana. Ia aktif sebagai relawan di berbagai ormas ketunanetraan seperti PPCI, ITMI, Pertuni, serta beberapa ormas lain. Ia berkontribusi dalam berbagai hal yang dapat dilakukannya untuk tunanetra. Misalnya, bantuan transportasi, juga mengurus keperluan administrasi keuangan. Yudhi pernah juga memperoleh hibah dari kantor wali kota Banda Acehberupa becak motor. Dengan becak motor, ia kerap kali mengantar para tunanetra ke mana saja.
Meskipun Yudhi hanya seorang penarik becak motor, kemampuannya dalam mengoperasikan computer tidak dapat diragukan lagi. Selain itu, keterampilannya dalam membawa kendaraan beroda dua maupun empat membuat para aktivis tunanetra di Aceh semakin mengakui kehandalan relawan yang satu ini. Ia sedikit bercerita, bahwa di Pekan Baru tempatnya bekerjalah ia mendapatkan banyak kesempatan untuk belajar computer.
Perlu diakui, ketika diselenggarakannya Training Of Trainer (TOT) Computer Bicara untuk tunanetra, kontribusi pria yang dikenal gigih ini sangat banyak. Selain mampu mengoperasikan computer, Yudhi pun mampu memperbaiki beberapa computer yang sedang mengalami kerusakan. Namun dengan banyaknya keterampilan yang dimiliki, ternyata Yudhi rela menggunakan keterampilannya hanya untuk dunia disabilitas, padahal mungkin saja bila ia mau, bisa saja ia melamar pekerjaan di tempat lain yang jauh lebih terjamin pendapatannya. Tapi itulah Yudhi Ismail, seorang putra Palembang yang patut dicontoh kontribusinya, khususnya terhadap dunia disabilitas.
Kesibukannya sebagai relawan, membuat pria yang sempat bekerja di NGO Uni Eropa ini tak sempat lagi memikirkan pekerjaan lain. Yudhi merasa kehadirannya di lingkungan tunanetra amat diperlukan, sehingga ia begitu menikmati apa yang ia lakukan. Terkadang ada duka yang ia rasakan selama bekerja bersama tunanetra. Ia merasa sedih ketika program-program yang ia rencanakan bersama ormas ketunanetraan tak dapat tercapai karena berbagai macam kendala. Akan tetapi, jika teringat dengan kebahagiaan para tunanetra yang memperoleh kesuksesan karena berbagai keterampilan, semangat Yudhi kembali terangkat. Ia merasa bahagia jika dapat membantu mencarikan jalan bagi tunanetra untuk memperoleh keterampilan, guna membekali hidup mereka.
“Kalau bicara tentang penghasilan, ya tidak bisa dikatakan cukup. Tapi kita nikmati saja hidup ini.” Ungkapnya.
Selama ini Yudhi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya hanya lewat tangan para donator yang bersimpatik terhadap dirinya, karena dengan sepenuh hati ia telah mengabdikan hidup di lingkungan tunanetra. Ia percaya, setiap hal baik yang dikerjakan, tentu juga akan memperoleh balasan yang baik pula.
Meski belum pernah diajak membaur dengan penyandang disabilitas lainnya, keluarga Yudhi yang berdomisili di Banda Aceh, sangat mendukung pekerjaannya. Mereka tak pernah mempermasalahkan penghasilan serta jalan hidup yang dipilih Yudhi. Sejauh ini, Yudhi masih memfokuskan diri sebagai relawan untuk tunanetra, dan belum terpikir untuk meninggalkan dunia sosial yang amat dicintainya. (RR)
Editor: Herisma Yanti