Brebes, Kartunet.com – Kemeriahan pertandingan sepak bola rupanya tak hanya menggema dari ajang Piala Eropa saja, tetapi juga di lapangan Balai Pelatihan Pendidikan Kejuruan (BP DIKJUR) Semarang yang beralamat di Jl. Broto Joyo 1 Kota Semarang. Turnamen sepak bola tersebut diselenggarakan selama 3 hari, dari tanggal 14 sampai 16 Juni 2012. Berbeda dengan turnamen sepak bola biasa yang berisi para pemain orang normal pada umumnya, pada turnamen kali ini justru berisi para pemain disabilitas netra. Pemain disabilitas netra dengan kondisi totally blind maupun low-vision berlomba-lomba memperebutkan gelar juara dalam Turnamen Sepak Bola Tunanetra yang baru pertama kali diselenggarakan di kota Semarang ini.
Turnamen Sepak Bola Tunanetra Jawa Tengah ini merupakan gawean dari DPD PERTUNI (Persatuan Tunanetra Indonesia) Jawa Tengah. Turnamen ini adalah perwujudan program kerja tahunan yang telah disusun dalam Musyawarah Daerah (MUSDA) ke-V PERTUNI Jawa Tengah pada tahun 2010 silam. Meskipun baru pertama kali diadakan, antusiasme para penyandang tunanetra Jawa Tengah begitu besar. Terbukti dari banyaknya PERTUNI cabang beberapa kota dan kabupaten di Jawa Tengah mengikuti turnamen unik tersebut. Tercatat sebanyak 9 tim dari beberapa kota/kabupaten di Jawa Tengah berlaga dalam turnamen yang cukup menyita perhatian para pewarta berita lokal maupun nasional. Masing-masing tim beranggotakan 6 orang disabilitas netra dengan klasifikasi 3 orang totally blind dan 3 orang low-vision. Sembilan tim yang berlaga yaitu tim dari Salatiga, Brebes, Kudus, Wonosobo, Magelang, Purworejo, Banjarnegara, Temanggung dan Semarang.
Menurut Indra Kurniawan, S.H selaku ketua panitia, latar belakang penyelenggaraan acara ini karena turnamen sepak bola tunanetra terhitung sebagai kegiatan yang unik, mengundang rasa penasaran, serta mempunyai nilai jual, sehingga mampu mengundang perhatian dari masyarakat maupun pemerintah. Selain itu, beliau juga menambahkan bahwa tujuan penyelenggaraan kegiatan ini sebagai wadah untuk menampung bakat para penyandang tunanetra dalam bidang olahraga, serta mempererat tali silaturahim antara penyandang tunanetra se-Jawa Tengah, sekaligus sebagai sarana menumbuhkan jiwa sportifitas yang dapat diterapkan dalam organisasi. Tak hanya itu, beliau pun menuturkan bahwa Turnamen Sepak Bola Tunanetra ini juga bertujuan sebagai sarana eksistensi PERTUNI di masyarakat.
Permainan sepak bola tunanetra ini tidaklah sama seperti permainan sepak bola pada umumnya maupun permainan futsal yang sekarang tengah “hits” di masyarakat. Perbedaan yang menyeruak bukan hanya terletak pada para pemain yang notabene adalah penyandang tunanetra, tetapi juga terletak pada sistem permainan. Perbedaan itu dapat terlihat pada jumlah pemain dan lapangan tempat berlangsungnya pertandingan. Dalam turnamen ini hanya terdapat 6 orang pemain dan menggunakan sebuah lapangan terbuka berukuran panjang 30M dan lebar 20M. Sedangkan dalam turnamen sepak bola pada umumnya, terdiri dari sebelas orang pemain. Jika diklasifikasikan ke dalam jenis Futsal pun, permainan mengolah si kulit bundar dengan lakon para penyandang tunanetra se-Jawa Tengah ini tidaklah memenuhi syarat karena tidak menggunakan lapangan indoor.
“Meski turnamen sepak bola ini tidak mengikuti peraturan permainan sepak bola yang telah ada, kami telah memiliki aturan sendiri sesuai dengan kemampuan kami. Yang terpenting bagi kami, turnamen ini dapat mempererat tali persaudaraan di antara teman-teman penyandang tunanetra di Jawa Tengah,” tutur Indra Kurniawan, S.H yang ditemui pada hari Kamis (14/06).
Turnamen ini menggunakan bola yang mengeluarkan suara gemerincing. Para pemain harus berusaha memasukan si kulit bundar ke dalam gawang lawan dimana pada masing-masing gawang telah dipasang bunyi-bunyian dari kentongan dan drum yang ditabuh oleh panitia. Adapun teknis dan peraturan yang berlaku dalam turnamen ini yaitu masing-masing tim bermain 2×20 menit dengan syarat pemain tunanetra dengan kondisi low-vision hanya diperbolehkan memasukan bola ke dalam gawang sebanyak 2 gol. Selebihnya harus dicetak oleh pemain dengan kondisi totally blind.
Atmosfer keseruan pun menggema dan tak jarang memicu gelak tawa dari para supporter sekaligus penonton yang berada di pinggir lapangan tanpa mempedulikan panasnya kota Semarang. Hal ini karena tak jarang para pemain gagal menendang bola karena salah mengarahkan kaki pada si kulit bundar. Tak hanya itu, seringkali para pemain berlari keluar dari lapangan. Cidera ringan pun mewarnai turnamen ini. Cidera tersebut biasanya terjadi akibat benturan kaki antar pemain, mengingat keterbatasan penglihatan yang mereka miliki.
“Acaranya seru, tapi lumayan capek soalnya aku lebih banyak gerak dibanding temen-temen yang totally blind,” ungkap Trio Aji Basuki, pemain dengan penglihatan low-vision dari PERTUNI cabang Brebes yang menamai tim-nya “Jack Poleng”.
Secara keseluruhan, tak ada kendala berarti selama berlangsungnya perhelatan unik ini. Hanya saja, panitia merasa penetapan teknis dan peraturan dalam turnamen ini belumlah sempurna. Panitia mengaku, pemain umumnya membandingkan peraturan yang berlaku dalam Turnamen Sepak Bola Tunanetra Jawa Tengah tersebut dengan peraturan yang berlaku dalam permainan sepak bola Internasional.
“Berhubung turnamen sepak bola semacam ini baru pertama kali kami selenggarakan, jadi masih terdapat kekurangan. Biasanya pemain membandingkan peraturan yang panitia buat dengan peraturan yang sudah mereka kenal dalam permainan sepak bola Internasional,” ungkap Sigit Martopo selaku panitia sekaligus Mitra Bakti DPD PERTUNI Jawa Tengah.
Ungkapan bernada kecewa terlontar dari mulut salah satu pemain. Ia kecewa karena dianggap melakukan pelanggaran padahal peristiwa tersebut terjadi di luar kehendaknya sebagai penyandang tunanetra dengan status penglihatan totally blind. “Ketidaksempurnaan dalam sebuah pertandingan tentu selalu ada, seperti pada turnamen ini. Saya diberi kartu kuning karena tak sengaja menendang kaki pemain lain. Saya kan tunanetra, jadi saya tidak tahu yang mana kaki dan yang mana bola. Tapi saya memaklumi semua itu karena mungkin turnamen sepak bola ini pertama kali diselenggarakan sehingga panitia pun belum begitu memahami,” ungkap Febri Eko A yang tergabung dalam tim “Pandanaran FC” asal kota Semarang selepas bertanding melawan “Jack Poleng” pada Kamis (14/06).
Menanggapi kekecawaan yang diterima oleh salah satu pemain, panitia menerima semua masukan yang terlontar dari rasa kecewa tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Suryandaru, S.H, S.S, selaku panitia sekaligus Ketua Umum DPD PERTUNI Jawa Tengah, segala masukan yang mampir kepada pihak penyelanggara akan diterima dengan lapang dada, mengingat turnamen ini baru pertama kali diselenggarakan dan tentunya masih banyak kekurangan. Meski demikian, panitia telah berusaha menjalankan tugas sebagaimana mestinya.
“Panitia meyakini bahwa dalam Turnamen Sepak Bola Tunanetra yang kami selenggarakan ini masih penuh kekurangan. Oleh sebab itu, kami menerima segala bentuk masukan dari berbagai pihak termasuk dari pemain, seperti halnya masalah sangsi oleh wasit kepada pemain. Dalam sebuah pertandingan sepak bola, seorang wasit memiliki hak mengatur jalannya pertandingan, termasuk memberikan sangsi kepada pemain. Dan dalam turnamen ini, wasit sejatinya telah memperhitungkan gerakan pemain yang sekiranya akan membahayakan pemain lain. Jika ada gerakan yang dapat mencelakakan pemain lain, maka mau tidak mau wasit harus memberikan sangsi kepada pemain tersebut,” tutur Suryandaru, S.H., S.S. “Terkadang pemain tersebut tidak tahu apakah gerakan yang ia lakukan berbahaya atau tidak terhadap pemain lain. Yang mengetahui semua itu pastilah sang wasit,” lanjut beliau.
Setelah bergulat dalam pertandingan yang mendebarkan selama tiga hari berturut-turut, pada Sabtu (16/06) diperoleh 3 tim yang berhak mendapat gelar juara I, II, dan III, sekaligus satu tim yang berhak mendapat gelar juara harapan. Ketiga tim juara yaitu tim dari Purworejo sebagai juara I, tim dari Semarang sebagai juara II dan tim dari Kudus sebagai juara III. Sedangkan pada posisi juara harapan diduduki oleh tim dari Wonosobo. Juara I memperoleh trophy dan uang pembinaan sebesar Rp 1.000.000,-. Sementara itu untuk juara II dan III masing-masing memperoleh uang pembinaan sebesar Rp 750.000,- untuk juara II dan Rp 500.000,- untuk juara III. Sama besarnya dengan juara III, juara harapan pun mendapat uang pembinaan sebesar Rp 500.000,-.
“Kami berharap turnamen ini semakin mempererat tali persaudaraan di antara teman-teman disabilitas netra,” ungkap Indra Kurniawan, S.H. menggantungkan harapannya pada Turnamen Sepak Bola Tunanetra Jawa Tengah yang telah berlangsung selama tiga hari tersebut.(Eka)