Jakarta, Kartunet – Perwakilan mahasiswa tunanetra dari berbagai daerah di Indonesia berkumpul untuk merumuskan Asosiasi Mahasiswa Tunanetra Indonesia (23-25 Oktober). Kegiatan berlokasi di Wisma PGI, Jl. Teuku Umar No.17, Cikini, Jakarta dengan dihadiri oleh 17 mahasiswa tunanetra yang merupakan perwakilan dari 9 propinsi di Indonesia, antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Lampung, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan.
Pertuni (Persatuan Tunanetra Indonesia), selaku penyelenggara, sangat menyadari betapa pentingnya melakukan pembinaan generasi muda. Dalam hal ini, Pertuni membidik para mahasiswa tunanetra. Salah satu langkah yang dilakukan dalam proses pembinaan tersebut adalah mengadakan Pertemuan Mahasiswa Tunanetra tingkat Nasional.
Sebelumnya, sudah ada pertemuan yang diadakan Oktober 2013. Pada pertemuan tersebut, para mahasiswa tunanetra yang hadir bersepakat untuk membentuk Asosiasi Mahasiswa Tunanetra guna mendorong mereka lebih berperan aktif dalam mengampanyekan pendidikan tinggi yang inklusif di daerah masing-masing. Selain itu, kehadiran Asosiasi Mahasiswa Tunanetra juga diharapkan dapat menjadi wahana dalam melahirkan kader pemimpin tunanetra di masa depan. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka DPP Pertuni kembali memfasilitasi mahasiswa tunanetra untuk bertemu dan berdiskusi guna mempertajam visi, misi, serta program-program kegiatan yang kelak dapat dilakukan oleh Asosiasi Mahasiswa Tunanetra.
Pertemuan yang berlangsung selama dua hari tersebut terbagi dalam enam sesi. Agenda utamanya, yaitu penyusunan program kerja Asosiasi Mahasiswa Tunanetra, sesi konsultasi bimbingan karier, serta pemaparan tentang organisasi Pertuni. Di samping itu, pertemuan ini juga menghadirkan beberapa narasumber yang kompeten di bidangnya. Salah satunya, Arif Maftuhin, direktur pusat layanan disabilitas UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta yang akan memaparkan mengenai pentingnya pusat layanan disabilitas di perguruan tinggi. Untuk memperkenalkan isu Hak Asasi Manusia dan advokasi kepada peserta, diundang pula Sandra Moniaga, Komisioner Komnas HAM dan Tigor Hutapea dari LBH Jakarta. Bukan hanya itu. Pada hari kedua, terdapat sesi dialog mahasiswa dengan DR. Alana zambon, evaluator independent program higher education (ICEVI). Dalam dialog ini akan ditanyakan bagaimana tunanetra mengakses pendidikan tinggi di Indonesia, berdasarkan situasi di kampus masing-masing peserta yang hadir.
Semoga lahirnya Asosiasi Mahasiswa Tunanetra Indonesia ini mampu menjadi angin segar untuk kemajuan para tunanetra usia muda yang juga merupakan aset bangsa. Pendidikan sebagai institusi pembentuknya harus dipastikan inklusif dan mengakomodasi kebutuhan para tunanetra yang juga bagian dari sevitas akademianya.(DPM)