Hadirnya screen reader (pembaca layar) pada teknologi ponsel dan komputer membuka dunia pergaulanku lebih meluas lagi. Aku tak lagi terkurung dalam kotak stigma negatif masyarakat ‘orang cacat’ yang berarti tak mampu berbuat apa-apa. Aku tak bisa sepenuhnya marah dengan mereka yang berpandangan seperti demikian. Karena banyak faktor yang menyebabkan pikiran masyarakat kita belum berkembang. Marah bagiku bukanlah sesuatu yang akan menyelesaikan permasalahan berubahnya pandangan mereka terhadap tunanetra atau disable yang lainnya. Tingkat pendidikan yang masih menjadi perdebatan kualitasnya merupakan salah satu faktor mengapa pengatahuan masyarakat tentang tunanetra atau disable yang lainnya belum terbuka.
Dengan hadirnya screen reader (pembaca layar) seperti ‘jaws’ ‘nvda’ ‘narrator’ dan beberapa screen reader lain pada komputer, juga ‘talk’ pada ponsel dengan sistem symbian, ‘talkback’ pada sistem android dan ‘voice over’ pada IOS. Software-software yang telah aku sebut diatas merupakan jembatan pembuka jalan yang telah mengubah Pandangan sebagian besar masyarakat yang menganggap bahwa teknologi komputer dan ponsel hanya untuk mereka yang berpenglihatan bukan untuk tunanetra. Dengan hadirnya screen reader ‘jaws’ ‘nvda’ dan screen reader pada ponsel smart phone, pandangan sempit masyarakat terbantahkan bahkan memunculkan rasa penasaran sehingga mereka dapat berpikir lebih terbuka. Hal tersebut dapat aku gambarkan dengan sedikit cerita dibawah ini:
Sejak aku mengenal ‘jaws’ screen reader pada komputer, aku membuat mereka berkata “ko bisa? ih jadi penasaran, masa sih? ah yang bener?” Kalimat dan kata keheranan itu dilontarkan kepadaku setelah aku bercengkramah atau mengobrol dengan mereka yang non-disable tentunya via chatting di komputer atau berkirim pesan teks ‘sms’ via smart phone. Tehnik yang kupakai iyalah hangatkan dulu mereka yang berkenalan dengan aku, dimana aku ajak ngobrol yang tidak terlalu ekstrim akan tetapi santai bahkan kalau bisa yang menghibur seperti yang lucu-lucu. Setelah kurasa kami cukup akrab, mulailah aku menginformasikan bahwa aku adalah tunanetra. Biasanya mereka akan berkata terlebih dahulu “maksudnya?” lalu aku perjelas dengan mengatakan bahwa aku ngga bisa melihat. Percakapan yang semacam itulah akhirnya membuka jalan untuk memperkenalkan sisi lain dari tunanetra. Karena setelah ucapan “ngga bisa melihat,” mereka akan meluncurkan pertanyaan-pertanyaan seputar ketunanetraan dan cara mengoperasikan teknologi yang aku gunakan baik itu smart phone atau komputer. Seperti pertanyaan yang sering aku terima adalah: “kalau tunanetra lalu gimana ngebaca tulisannya?” “gimana kalau ada pesan masuk?” “Gimana kalau ada panggilan telepon?” “Ko bisa cari nama aku di kotak pencarian?” Emang bisa liat foto aku?” “Terus gimana taunya kalau komputernya udah nyala?” dan beberapa pertanyaan diluar teknologi semisal: “kalau makan gimana?” “kalau jalan gimana?” “kalau tidur sama ga?” Dengan mereka memberikan pertnyaan-pertanyaan yang banyak aku malah semakin senang, karena anggapanku berarti mereka mulai penasran dan itulah saat yang tepat aku memberikan informasi untuk mengubah pikiran mereka terhadap tunanetra. Kemudian aku jelaskan satu persatu kepada mereka tentang adanya software pembaca layar yang akan mengubah bacaan tulisan pada layar kedalam suara. Memang mereka tak langsung mengerti bahkan langsung percaya bahwa aku benar tunanetra. Akan tetapi jika aku terus menerangkan dan menjawab rasa penasaran mereka, akhirnya mereka mengerti yang ditunjukan dengan mereka akan mencari tau tentang apa itu screen reader, atau mereka mencari tau tentang tunanetra. Namun terkadang mereka mengajak kopi darat atau bertemu untuk membuktikan rasa penasaran mereka. Jika waktunya tepat dan tidak ada halangan aku menyetuji permintaan mereka. Yang terpenting mereka percaya bahwa tunanetra bisa melakukan apa mungkin tak terbayangkan oleh mereka.
Sampai saat inipun trik untuk memperkenalkan sisi lain dari tunanetra yakni berkemampuan mengakses teknologi masih aku jalankan. Apalagi dengan hadirnya sosial media seperti ‘twitter’ ‘facebook’ dan media chatting: ‘yahoo messanger’ ‘blackberry messanger’ ‘whatsapp’ ‘kakau talk’ dan beberapa yang lainnya, mempermudah lagi dalam menyebar luaskan sisi lain dari tunanetra yang akan mengubah stigma masyarakat walaupun perlahan. Akhirnya berkat screen reader duniaku tak lagi terkurung pada stigma kuno masyarakat bahwa “orang cacat tak bisa apa-apa, dan berteman dengan orang cacat saja.” Kini sayapku sudah mengembang menerbangkan aku pada dunia yang lebih luas untuk membuka pikiran masyarakat tentang diriku dan teman-teman. Semoga aku bisa terus mengaungkan tentang sisi lain dari disable baik tunanetra maupun disable yang lainnya.
Catatan: ‘jaws’ adalah software pembaca layar atau screen reader yang di pasang pada komputer yang akan mengubah tulisan yang ada pada layar atau muncul pada layar, diubah kedalam suara audio. ‘NVDA’ adalah software pembaca layar yang tak jauh berbeda dengan ‘jaws’ akan tetapi software tersebut bersifat openSource (gratis untuk didownload). Dan talk, talkback, voice over adalah software pembaca layar yang dijalankan pada smart phone yang sistemnya telah mendukung.
Yeah, gw berkat teknologi bisa ketemu jodoh 😛
wk wk wk. si Oyor jadi terinspirasi. tapi sebetulnya contoh2 dia itu udah menjurus ke modus banget 😀
hahahaha mas rico ternyata dapet jodoh dari tekhnologi ya? tapi gak kayak si plankton di spongebob kan mas? eheheheh….
hari gini masih nonton Spongebop 😀
Terus apa dong tontotannya? Lion king kaya semalam? Spongebop kan lucu juga tuh
Kak Tyas, spongebob nya lucu kayak aku 😀
Iya dek Ekka, sini sini *bejek2*
gak nonton juga sih mas, cuma dengerin hehehee….
Wih, ama komputer kaya caren? ga lah,ane juga milih-milih, minimal Core I 7 😀
sama aja itu mah mas 😀
dokumentasi lo di cerpen Pujangga Chatting udah musnah tuh bung. gak ada bukti otentik lo 😀
yeah, Noe dan Mamanya adalah bukti otentik wakwkwkwk
wah bagus banget nih buat tuna netra, jadi chat ga terbatas hanya untuk orang yang bisa ngeliat juga
yup. Alhamdulillah dengan teknologi menjadi mengatasi keterbatasan tanpa batas
sebetulnya teknologi juga di satu dapat jadi peluang, di sisi lain dapat jadi penghambat besar, khususnya buat teman2 yang belum terjamah teknologi. Misaluntuk Pemilu ini kita berfikir bahwa jumlah caleg yang banyak, akan efektif jika sistem Pemilu secara elektronik. Tentu bagi kita yang sudahmelek teknologi, meski gak melek cahaya, hehe, itu jadi lebih mudah. Tapi bagi teman2 disabilitas yang ada di pelosok daerah?
iya jadi peluang, apalagi sebentar lagi atau malah sudah, kita akan masuk ke era globalisasi yang menuntut kita terbiasa sama teknologi yang serba instan dan cepet, ada lagi mas hambatannya yakni biaya, biasanya yang namanya teknologi itu mahal dan kurang menjangkau untuk orang yang berada di kelas menengah ke bawah. Terus, hambatan lainnya adalah orang tua dan beberapa orang tertentu malas mengikuti perkembangan teknologi yang akhirnya membuat kekurang seimbangan. Tapi itu sih terserah dari orangnya lagi si…
ya, dengan kemudahan akses tekhnologi oleh tunanetra, menjadi andil besar dalam tumbangnya stigma buruk dari mereka untuk kita. Do agree!
Menumbangkan stigma masih sebuah perjalanan yang treamat panjang. tugas kita saat ini adalah bagaimana dengan teknologi, membuat fungsi2 yang sebelumnya “disabled” menjadi “enabled” kembali. buat teknologi ini jadi peluang lapangan kerja dan usaha di masa depan. Era kita era digital 🙂
Ya, mariiiiii ubah disable jadi enable heeheh
yuuuk biar makin berdaya dan berguna bagi sesama terutama untuk yang non disabel
wah, ini kayaknya metode modus samayang berkerudung di Bandung itu ya? hahaha 😀
ya elah, kaya gini disebutin disini dan kurang relavan sama artikelnya, menurut saya, maap, kurang mendidik ini….