Padang – Para penyandang disabilitas yang 9 April nanti akan memilih harus kecewa karena tak ada alat bantu atau templet surat suara bagi tunanetra untuk caleg DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Sebagai gantinya, KPU memperbolehkan seorang pendamping untuk membantu ketika proses pencoblosan di bilik suara.
Nada kekecewaan terhadap KPU itu diungkapkan Arisman, salah seorang tuna netra yang tinggal di Padang, kepada sejumlah wartawan usai mengikuti simulasi pemilihan yang digelar KPU Sumbar, di halaman belakang kantor KPU, Rabu (26/2).
“Seharusnya, template braille untuk surat suara caleg DPR dan DPRD juga dibuatkan KPU. Soalnya, para caleg DPRD lah yang sering berhubungan langsung dengan warga, ketimbang calon DPD. Lebih dari itu, perjuangan caleg DPRD lebih bisa kami rasakan,” ungkap Arisman.
Dia menjelaskan, penyediaan template braille bagi surat suara caleg DPR dan DPRD merupakan kebutuhan dan hak penyandang disabilitas. Apabila KPU tidak menyediakan alat bantu itu, maka pemilu yang bebas dan rahasia bakal sulit terwujud.
Dia mencontohkan bila yang sering disosialisasikan KPU untuk pemilihan hanya menggunakan surat suara untuk orang berpenglihatan saja. Khusus bagi penyandang tuna netra dan tuna rungu yang notabene-nya butuh pendamping saat pencoblosan, malah kurang disosialisasikan KPU. “Akibatnya, orang-orang seperti kami akan kesulitan saat memilih nantinya,” jelas Arisman.
Dirinya pun meragukan integritas dari pendamping yang akan membantu penyandang disabilitas saat mencoblos. Apakah caleg atau parpol yang dipilih itu sudah sesuai keinginan mereka atau tidak.
“Ada peluang dari pendamping itu mengelabui kami. Soalnya kami tidak bisa melihat. Tapi dengan adanya template braille, kami bisa memilih sesuai pilihan kami tanpa diketahui orang lain,” tegas Arisman.
Kepala Biro Teknis dan Hupmas KPU RI Sigit Joyowardono yang hadir menyaksikan simulasi pemilihan di KPU Sumbar menyatakan, bagi penyandang tuna netra yang mau memilih pada pemilu diberikan pendamping. “Pendamping itu bisa dari pihak keluarga maupun salah satu anggota KPPS,” katanya.
Orang yang jadi pendamping tuna netra tersebut, menurut Sigit harus membawa dan mengisi surat formulir C3. Soal permintaan penyandang disabilitas agar dibuatkan template braile untuk memilih caleg DPR dan DPRD, Sigit menjelaskan pada pemilu 9 April nanti memang tidak ada. “KPU hanya menyediakan template braille untuk surat suara calon anggota DPD saja,” katanya.
Kordiv Teknis KPU Sumbar Mufti Syarfie menambahkan, template braille surat suara DPD lebih mudah dan memungkinkan dibuat. Pasalnya, jumlah calon DPD tiap provinsi lebih sedikit ketimbang jumlah caleg DPR.
“Kalau caleg DPR dan DPRD butuh ruang yang besar sekali,” kata Mufti.
Templet surat suara bagi tunanetra ini adalah alat bantu yang sangat sederhana. Bentuknya hanya kertas karton yang dijepitkan pada kertas suara. Pada bagian yang ada gambar, diberi rongga kosong dan di sisi bawahnya ada keterangan nama caleg dengan huruf braille. Ketika pemilih tunanetra telah menemukan caleg yang akan dipilih, ia dapat mencoblos pada kertas suara di bagian templet yang berrongga.(DPM)
sumber: Padang Ekspres
Kenapa dipaksa untuk golongan putih? apakah ada permainan politik disini? biasanya suka ada banyak penyoblos yang dobel atau tidak didata ulang. kalau benar bermain degan politik, kenapa menggunakan non disabilitas alias orang normal? apa karena orang disabilitas melihat dari hati dan pikiran yang jernih jadi lebih bisa membedakan mana pemimpin yang baik untuk ia pilih.
aduh komentar saya buat marah ga ya? disini ataupun disana. Ada stigma negatif yang ditanamkan ke saya. semoga ga ya. Setidaknya saya coba berkomunikasi secara baik dan tidak lewat perantara atau dibelakang. Suatu kesalahan telah saya buat.