Setiap manusia yang dilahirkan ke dunia awalnya tidak mengetahui apa-apa. Saat seseorang masih masa bayi, yang dapat dilakukannya adalah menangis untuk mengexpresikan keinginannya.
Adanya seseorang dapat melakukan sesuatu adalah karena kemampuannya mengetahui sesuatu itu. Sebagai contoh: seorang anak berumur lima tahun yang pandai balap sepeda, belum tentu dapat mengendarai mobil atau pesawat. Begitu juga dapat terjadi sebaliknya, seorang pilot yang handal belum tentu dia dapat mengendarai sepeda. Oleh karena itu, dalam hal ini perlu adanya kemampuan untuk mengendarai sepeda, mobil ataupun pesawat apabila kita ingin mengendarainya. Bahkan kemampuan itu tidak akan dimiliki oleh seseorang dengan tiba-tiba, jika tanpa melalui proses pendidikan.
Jika kita berbicara secara meluas, tentunya harus mencakup semua aspek. Namun yang akan saya soroti di sini hanyalah sebagian kecil kebutuhan sarana pendidikan untuk pemerataan hak berpendidikan.
Dalam undang-undang no. 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas yaitu: bahwa Negara kesatuan republik Indonesia menjamin kelangsungan hidup setiap warga Negara, termasuk para penyandang disabilitas yang mempunyai kedudukan hukum dan memiliki hak asasi manusia yang sama sebagai warga Negara Indonesia dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari warga Negara dan masyarakat Indonesia merupakan amanah dan karunia Tuhan yang maha Esa, untuk hidup maju dan berkembang secara adil dan bermartabat.
Melihat dari isi Undang-undang diatas, maka ternyata Negara Indonesia telah mengakui dengan sungguh-sungguh atas hak dan kesempatan bagi kaum disabilitas. Yang dimaksud kaum disabilitas di sini adalah orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik ataupun intelektual yang mana dijelaskan dalam UU tentang penyandang disabilitas pasal 1
“Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisifasi secara penuh dan berinteraktif dengan warga Negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.”
Oleh karena itu, sebagai warga Negara yang baik, tentunya kita harus mematuhi Undang-Undang tersebut. Sejauh ini memang persamaan hak dan kesempatan bagi kaum disabilitas semakin meningkat. Jadi semakin ke sini, para penyandang disabilitas pun dapat berpartisifasi lebih banyak untuk membangun dan memajukan Negara.
Contohnya di sebagian besar kota dan kabupaten di Indonesia kini telah ada sekolah inklusi. Yang mana dengan demikian para penyandang disabilitas dapat ikut mendapat pelajaran dan materi yang sama dengan anak-anak pada umumnya.
Selain itu, setiap perusahan juga harus menerima pekerja yang memiliki disabilitas minimal 2 dari seratus kariawan tanpa disabilitas. Hal ini adalah wujud pelaksanaan dari Undang-Undang disabilitas yang telah dijelaskan diatas.
Yang disayangkan adalah ternyata masih ada sebagian perusahaan yang kurang percaya untuk mempekerjakan kariawan penyandang disabilitas. Namun, menurut saya hal itu wajar saja, sebab peluang untuk memasuki perguruan tinggi juga belum terbuka secara luas.
Sebagai contoh: bagi Tunanetra yang memiliki ijasah SMALB, masih kesulitan untuk memasuki perguruan tinggi Negeri. Bukannya perguruan tinggi suasta kurang bagus, namun sepertinya akan lebih baik lagi jika akses pendidikan di perguruan tinggi Negeri juga dipermudah. Karena dengan demikian, kesempatan untuk meraih pendidikan yang diinginkan lebih terbuka.
Semakin mudah akses pendidikan didapat, akan banyak juga potensi-potensi yang dapat dikembangkan. Dan itu artinya kesemtan memajukan bangsa dan negara lebih luas.
Sesuai dengan tujuan negara Indonesia dalam Undang-Undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945 alinea ke empat yaitu: memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara tidak langsung, lahirnya anak-anak bangsa yang kaya akan prestasi, dengan sendirinya akan membawa pula nama baik negara.
Sukabumi, 20 April 2017 by M Ridho Adryan