Korupsi, sepenggal kata yang begitu mudah dan gampang untuk diucapkan namun begitu sulit untuk mengatasinya. Realita bangsa kita, Bangsa Indonesia yang telah diwarnai dan dibumbui oleh korupsi ini bak sebuah sinetron stripping yang tiada henti. Bangsa ini telah terbelenggu dengan budaya korupsi. Budaya yang seharusnya musnah dari negeri ini malah mewabah dengan cepat di Indonesia. Karakter kebudayaan asli Indonesia pun luntur.
Korupsi merupakan salah satu isu yang paling krusial untuk dipecahkan oleh bangsa dan pemerintah Indonesia. Hal ini disebabkan semakin lama tindak pidana korupsi di Indonesia semakin sulit untuk diatasi. Maraknya korupsi di Indonesia disinyalir terjadi disemua bidang dan sektor pembangunan. Apalagi setelah ditetapkannya pelaksanaan otonomi daerah, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, disinyalir korupsi terjadi bukan hanya pada tingkat pusat tetapi juga pada tingkat daerah dan bahkan menembus ke tingkat pemerintahan yang paling kecil di daerah.
Korupsi memang mewabah, bukti contoh telah nyata mewarnai Bangsa Indonesia dengan permainan sandiwaranya, mulai dari korupsi tingkat bawah sampai tingkat atas. Sampai-sampai tidak menghiraukan bahwa uang siapa yang mereka pakai. Lalu bagaimana budaya ini bisa menyebar layaknya Sinetron Striping? Korupsi tiada henti untuk selalu bermain dengan perannya. Seperti telah menjadi kewajiban para koruptor untuk melakukan perkara haram tersebut. Para koruptor yang terlalu lama menjadi pemerannya tak menghiraukan dari mana uanga yang mereka dapat.
Korupsi sudah mengakar layaknya pohon beringin. Gadrida Rosdiana Djukana (2007) menyatakan bahwa tindakan korupsi telah mengakibatkan angka kemiskinan. Menurut hemat saya, penyebab daripada terjadinya korupsi ini adalah tidak menghiraukan profesionalisme dan kejujuran. Hal ini disebabkan karena semua perkara dapat terselesikan dengan uang. Diantaranya lagi menyatakan bahwa korupsi terjadi karena merupakan peninggalan dari pemerintah kolonial belanda, gaji rendah dan pengetahuan yang kurang dalam bidangnya. Intinya, terjadinya korupsi adalah karena ada kesempatan dan niat untuk melakukan perbuatan tersebut sehingga budaya ini merajalela dan mewabahi bangsa ini bak Sinetron Stripping yang tiada hentinya.
Lantas, bagaimana sikap kita yang peduli terhadap negara ini? Tentunya kita harus berusaha untuk memberantas budaya ini, paling tidak kita mengurangi walaupun mayoritas banyak orang mengatakan bahwa Indonesia tidak akan mampu bersih total dengan yang namanya korupsi.
Pada akhirnya, pemberantasan korupsi harus dilakukan. Apalagi fakta membuktikan bahwa korupsi diberbagai segmen dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa serta bernegara di Indonesia sampai saat ini masih terjadi dan menjadi-jadi. Pemberantasan korupsi tidak akan optimal jika hanya dilakukan pemerintah dan lembaga formal lainnya tanpa mengikutsertakan rakyat yang notabene adalah korban dari keganasan korupsi.
Muhaimin Iskandar, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) mengatakan bahwa penanggulangan korupsi tidak dapat dilakukan dengan langkah-langkah biasa saja tapi butuh langkah-langkah diluar norma yang biasa. Artinya butuh terobosan. Lanjutnya bahwasannya pemerintah ini harus benar-benar menanggulangi korupsi dengan mengikutsertakan semua elemen rakyat guna menjadikan negara ini menjadi negara yang bersih dari budaya korupsi serta memberantas dan memberhentikan sinetron stipping terpopuler yang berjudul “ KORUPSI”.(Mahrus)