Entah mengapa Mama Maryam begitu kekeuh menyuruhku pulang. Setelah aku mandi dan berpakaian, ia menanyakan alamat rumahku dan mengantarku pulang. Sebelum memasuki lorong rumah tante, ia menyuruhku berhenti sejenak. Ia menulis di buku kecil yang selalu ia bawa,
“Pagi tadi, tetangga mama memberitahu kalau kemarin ia ditelpon seorang redaktur sebuah majalah anak-anak. Beliau bilang tulisanmu Nyanyian Rindu Buat Mama akan dimuat dua minggu lagi. Selamat ya!”
Aku sungguh kaget dan berteriak girang sekali. Mama Maryam tertawa senang.
“Sebagai ucapan terima kasih, aku akan bacakan puisi di cerita itu untuk Mama Maryam.” kataku. Mama Maryam mengangguk. Lalu sambil bergandengan tangan menuju komplek perumahan tempat tante tinggal, kubacakan puisi itu.
Sebuah lagu rindu buat mama
Kulantunkan siang dan malam
Agar ia tahu dan Tuhan mendengar bahwa aku sayang ia
Dimana pun ia berada
Sebuah lagu rindu buat mama
Kudendangkan agar hati ini tenang
Karena tahu doanya selalu menyertaiku
di setiap langkahku
Duhai mama
Aku mencintaimu
Bagai mentari yang tak pernah meninggalkan langitnya
selamanya
Di depan lorong masuk menuju rumah tante, kulihat banyak sekali orang berkerumun, dan diantara mereka, kulihat mama dan papa dengan wajah cemas. Kulepaskan genggaman tanganku dari Mama Maryam dan berteriak kencang memanggil orang tuaku. Mereka berdua lalu menghambur ke arahku. Dipeluknya aku dengan sedu sedan. Tapi saat melihat mama Maryam, reaksi mereka berubah drastis.
“Kau! Kenapa kau disini? Kau mau menculik anakku kan? Kau mau membawanya kan?”Tuding mamaku. Aku ingin membela tapi tante sudah menarik tanganku dari sana..
“Maaf Maryam, saya kira kita sudah saling paham janji itu.” balas papa.
“Jangan pernah kau dekati lagi anakku! Dia anakku!” Teriak mama.
Mama Maryam mencoba menjelaskan dengan bahasa isyaratnya. Namun papa dan mama yang mengerti maksud Mama Maryam, seolah tidak mau tahu. Mama dan papa terus meneriaki dan menuduh Mama Maryam yang bukan-bukan. Aku hendak berteriak tapi mulutku dibekap tante. Ya Tuhan saat itu aku berharap, andai Mama Maryam bisa bicara. Orang-orang di sekelilingnya pasti akan mengerti penjelasannya dan mungkin saja membelanya. Bukannya malah ikut menyalahkannya.
Aku pun tak tahu lagi apa yang tengah terjadi disana karena aku telah diseret ke dalam rumah tanpa daya. Aku hanya bisa menangis sesunggukkan.
*****
Sangat bagus artikelnya gan
terima kasih
oh begitu,