Di suatu masa di abad ke-21, berdirilah sebuah negara, sebut saja namanya Abstraknesia. Negara tersebut merupakan sebuah kerajaan yang cukup luas yang dipimpin oleh seorang kaisar yang bergelar Kaisar SBP. Kaisar SBP mempunyai seorang permaisuri bernama Ina. Digambarkan dalam sebuah kitab, kaisar dan permaisurinya hidup sangat bahagia. SBP adalah kaisar yang bisa dibilang cukup ‘gaul’, terbukti dengan akun Twitternya yang sudah difollow oleh jutaan rakyat Abstraknesia -bahkan mungkin ada juga follower dari negara lain-. Ina, sang permaisuri, juga memiliki akun Instagram yang difollow juga oleh jutaan rakyat Abstraknesia. Bisa dikatakan, akun sosial media tidak pernah lepas dari kehidupan sehari-hari mereka berdua.
Di balik kebahagiaan dan keglamoran hidup mereka, ternyata keadaan tersebut berbanding terbalik dengan apa yang dialami oleh rakyat negara Abstraknesia. Banyak rakyat yang didera kemiskinan dan kelaparan. Bangunan-bangunan kumuh berjajar berhimpitan di bantaran-bantaran kali di pinggir ibukota negara Abstraknesia. Masih banyak rakyat yang tidak mampu mengenyam bangku sekolah. Boro-boro punya sosial media seperti Twitter dan Instagram, wong buat makan saja susahnya setengah mati.
Yaa, tak usah panjang lebar diceritakan bagaimana nasib rakyat di negara Abstraknesia. Penulis kitab-kitab sejarah pun tampaknya cukup malas untuk menuliskan balada kesengsaraan itu di kitab karya mereka. Toh Kaisar dan Permaisuri pun tampaknya tak akan peduli. “Yang penting kami bisa online seharian, bisa posting foto-foto nan indah dipandang, bisa dapat banyak follower di Twitter dan Instagram, itu sudah cukup membuat kami bahagia. Persetan dengan kondisi di luar sana!” begitulah pikir mereka.
Sekarang mari kita kembali ke awal cerita, kembali ke istana Kaisar SBP yang penuh dengan kemegahan. Tampak Kaisar SBP sedang asyik duduk di singgasananya sambil menghisap sebatang cerutu. Di sampingnya duduk Permaisuri Ina yang tampak serius mengutak-atik iPhone 5S 16 GB yang baru dibelinya dua hari yang lalu.
“Apa yang sedang kau lakukan wahai permaisuriku yang cantik jelita?” tanya sang kaisar sambil pelan-pelan menghembuskan asap dari cerutunya.
“Ampun Yang Mulia Kaisar, aku sedang mencoba membuka akun Instagramku. Ternyata followerku bertambah seratus orang hari ini!” jawab Permaisuri Ina menunjukkan ekspresi gembira.
“Waw! Itu sangat menakjubkan wahai Permaisuri pelita hatiku!” goda Kaisar SBP sambil memeluk sang permaisuri.
Beberapa menit berlalu dalam kebisuan, hingga akhirnya Kaisar SBP terlonjak kaget akibat teriakan sang permaisuri.
“Lihatlah Tuanku Kaisar! Lihat ini! Ada anak ingusan yang berkomentar kurang ajar di Instagramku!”
Kaisar SBP pun sontak langsung melongok ke layar iPhone 5S yang dipegang oleh Permaisuri Ina. Ia mencari komentar yang disebut ‘kurang ajar’ oleh permaisurinya itu. Kemudian matanya pun tertuju pada sebuah tulisan.
‘Permaisuri Ina, mengapa Anda malah asyik bermain Instagram? Sementara rakyat di luar sana mengalami kesulitan akibat banjir.’
“Lihat Tuanku Kaisar! Lihatlah! Lihat profil pengirim komentar ini! Seorang anak kelas 3 SMA di sebuah sekolah pinggiran! Hebat sekali dia bisa punya Instagram? Cuih! Anak pinggiran! Tahu apa dia tentang teknologi, apalagi tentang negara kita? Hanya anak ingusan yang tak tahu apa-apa! Berani sekali dia! Berkomentar tanpa berpikir terlebih dahulu! Memangnya dia tidak tahu siapa yang dikomentarinya?”
Kaisar SBP hanya bisa memasang wajah datar, sambil sekali-sekali melirik nakal ke arah permaisurinya itu. “Hmm, walaupun sedang marah, tapi kau tetap cantik dan menggemaskan permaisuriku,” batinnya dalam hati.
Yaa, begitulah sekelumit kecil kisah yang tersiar dari negara Abstraknesia. Negara yang mempunyai pemimpin sedikit autis dan acap kali asyik dengan dunianya sendiri. Dunia maya -yang dikenal luas oleh masyarakat internasional sebagai ‘Internet’-, yang membuatnya terhisap dari dunia nyata. Dunia yang membuatnya lupa akan tugas utamanya sebagai pemimpin sebuah negara, negara Abstraknesia. Dunia yang membuat seorang pemimpin lupa akan rakyat yang dipimpinnya. Dunia yang sebenarnya tak memberikan efek positif bagi sang pemimpin; komentar rakyat -yang bahkan masuk ke dunia maya yang ditempati sang pemimpin- hanya didiamkan saja seperti kotoran kambing yang tercecer di jalan-jalan pinggiran kota.
Semoga kita sebagai bangsa Indonesia -yang merupakan saudara tua bangsa Abstraknesia- mampu belajar dari kisah ini. Semoga pemimpin yang akan memimpin kita lima tahun ke depan bukanlah pemimpin autis seperti pemimpin Abstraknesia.
—T A M A T—
NB: Kisah ini terinspirasi dari sebuah berita di salah satu televisi swasta, tentang ibu negara yang bercuap-cuap tentang komentar dari seorang anak SMA yang masuk di akun Instagramnya. Kisah ini dibuat pada tanggal 17 Januari 2014. Sebelum dipublikasikan di Kartunet, kisah ini telah dipublikasikan di Facebook penulis (http://facebook.com/fakhryary)
cie cie cie jeng ira nulis cerita nih yeee….good writing jeng, tapi panjangan dikit dong, eheheheh…aku ketagihan tahu jeng ira!
hahaha, ntar deh bikin yang agak panjang 🙂
good writing bro. tapi sedikit saran. Kata “autis” di cerita ini kalo bisa dihapus atau diganti kata lainnya. Kata tersebut seyogyanya tidak dipakai untuk menggambarkan orang yang asik dengan dunianya sendiri dengan konotasi negatif. 🙂
wah, thanks sarannya bro 🙂