Jakarta – Kasus kekerasan kembali menghiasi media tanah air kita. Kali ini kerusuhan yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa terjadi di Mesuji-Lampung. Namun kali ini kisahnya benar-benar membuat sesak dada.
Berawal dari pengaduan sekelompok orang ke Komisi III DPR tentang tindak kekerasan yang dilakukan aparat pemerintah dan kepolisian terhadap warga sipil di sana, yang membawa barang bukti sebuah rekaman video, membuat para pegiat hak asasi manusia menerjunkan tim pencari fakta untuk menguak apa yang sebenarnya terjadi.
Berdasarkan Informasi yang beredar melalui media, kejadian berawal saat sebuah perusahaan perkebunan sawit hendak meluaskan areal perkebunannya. Perluasan lahan tersebut di tentang oleh warga sekitar. Pasalnya tanah yang akan djadikan areal perkebuanan itu langsung di klaim sebagai milik perusahaan tanpa persetujuan warga. Sementara warga bersikukuh merekalah pemilik sah dari tanah tersebut. Akhirnya dibentuklah sebuah tim terpadu yang terdiri dari PEMPROV, Kepolisian dan perusahaan. Mereka mencoba mengadakan “penertiban” terhadap orang-orang yang mereka anggap sebagai warga “Ilegal” yang berada di areal perkebunan. Kontan saja aksi penertiban itu mendapat perlawanan serius dari warga. Dan terjadilah bentrok yang tak dapat di hindari.
Yang membuat miris adalah, cara aparat keamanan dalam menghadapi perlawanan warga. Mereka memberondong warga dengan tembakan peluru tajam. Butiran-butiran peluru yang di temukan di tempat kejadian menguatkan alibi itu. Polisi juga dianggap telah melanggar HAM dengan melakukan tindakkan tak berperi kemanusiaan. Seperti yang terlihat di Video, dengan jelas aparat melakukan penggorokan dan penyembelihan warga sipil.
Korban jiwa pun berjatuhan. Berbeda jumlahnya antara yang dirilis oleh pihak kepolisian maupun yang di sampaikan dari pihak warga. Sementara KAPOLRI sendiri membantah bila ada anggota kepolisian yang terlibat dalam kasus itu. Kehadiran polisi di sana hanyalah mengamankan situasi. Kalaupun nanti ketahuan ada dari pihak kepolisian yang terlibat, maka sangsi tegas pasti akan langsung di jatuhkan.
Sementara itu, Tim Pencari Fakta masih mengumpulkan bukti-bukti mengenai kasus itu. Perkembangan menarik pun bermunculan.di dapatkan fakta bahwa rekaman kerusuhan itu tidak terjadi di satu tempat. Melainkan di dua tempat. Bahkan terjadi spekulasi bahwa kejadian dalam video itu sebagian tidak terjadi di Indonesia.
Memang semua pihak yang terlibat dalam peristiwa itu boleh mengajukan alibi untuk “mengamankan” posisinya. Tapi perlu diingat. Peristiwa telah terjadi. Dan rekaman Video itu dengan jelas memperlihatkan tindakkan aparat yang brutal terhadap warga sipil.
Jika ternyata apa yang di tuduhkan kepada pihak Kepolisian itu benar, maka alangkah buruknya penegakkan hukum di negeri ini. Betapa tidak, aparat yang semestinya di bentuk untuk melindungi dan mengayomi warga, ternyata bisa berbalik seratus delapan puluh derajat memerangi dan membunuh mereka. Dan semua itu terjadi karena iming-iming sejumlah uang.
Kejadian ini semestinya menjadi “Cambuk” bagi pihak aparat. Karena selama ini, Image yang di bangun bila kita mendengar kata aparat adalah ketegasan, garang, dan tak pandang bulu demi menegakkan kebenaran. Namun peristiwa ini justru bisa menjadi boomerang bagi mereka jika ternyata bukti-bukti yang ada memberatkan aparat kepolisian.
Karena itu, penanganan kasus ini haruslah dilakukan dengan sungguh-sungguh. Jangan memihak pada satu pihak. Agar ada kesan politisasi. Mereka yang bertekad untuk mengusut kasus ini sampai tuntas, hendaklah tetap Independen. Tunjukanlah kebenaran itu walau pahit. Karena kebenaran-tetaplah kebenaran, wlaupun ia ditutup dan dibungkus selimut manis kebohongan. Tapi kebenaran akan tetap menunjukkan dirinya.(Satrio)