Seberkas garis menembus jendela berterali.
Merambatkan gelonbang-gelombang tranversal pagi di pipi lembut seorang putri.
Dikala ia membuka matanya, segenap alam berseri menari.
Angin bernyanyi, tetes embun meniti.
Akulah sang bintang di kala itu.
Bersinar atas kuasa tanpa meragu.
Kubakar tubuh ini tuk sekedar menghangatkanmu.
Walau terkadang kau tiada tahu.
Ingatlah hangatku dikala senyum merona.
Layaknya musim semi hai bunga sakura.
Namun tiada lupakanku ketika hati meradang rana.
Karena aku kan selalu ada, walau engkau di sebrang dunia.
Ini cinta yg tak ada sesal.
Mengisi detik dengan ketulusan kekal.
Depok, 5 Maret 2009
(ketika semua mati dan hidup kembali)
Ini tentang cinta atau pemaparan diri ya dim? Gue kurang ngerti soal puisi soalnya. 😀
Tapi, sejujurnya gue menikmai diksi yang ringan ini. Cuman, kata ‘transversal’ masih terlalu baru untuk gue. Izin dicatet, ya…
Bagus puisinya.
ya anggap saja tentang cinta. hehe. thanks gan sudah berkunjung 🙂
Diksi dan citraannya bagus tuh
terima kasih sudah membaca dan mengapresiasi puisi sederhana ini 🙂
Puisinya bangus bro 🙂
Cek puisiku juga http://www.fkrimaulana.blogspot.com
siap. terima kasih ya sudah berkunjung 🙂
Nice. Tp aku kok sedih ya baca puisi ini, dim?
iya, memang agak. menyimpan banyak kesedihan di dalamnya 🙂