Jakarta – Fatwa MUI mengharamkan orang kaya untuk membeli bensin premium menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat. Banyak tanggapan negatif terhadap faktwa ini yang melihat MUI sudah ditunggangi oleh kepentingan pemerintah. Lembaga tertinggi umat Islam di Indonesia yang seharusnya bersikap netral, dinilai telah diintervensi oleh pihak-pihak kepentingan.
Tanggapan masyarakat atas fatwa ini pun bermacam-macam. Sebagian menganggap faktwa ini baik dan boleh untuk diikuti, tapi lebih banyak lagi yang melihat sinis terhadapnya. Mereka berpandangan bahwa fatwa MUI kental akan kepentingan politis. Kepentingan dari pemerintah yang tidak dapat mengurangi subsidi Premium, sehingga menggunakan institusi agama sebagai tameng.
Jika ingin ditelusuri lagi, perlu kiranya jika dipahami tentang konsep fatwa menurut Islam. Dikutip dari situs http://dariislam.blogspot.com, “Secara bahasa fatwa berarti petuah, nasihat, jawaban pertanyaan hukum. Menurutensiklopedi Islam, fatwa dapat didefinisikan sebagai pendapat mengenai suatu hukum dalam Islam yang merupakan tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa dan tidak mempunyai daya ikat.”
Pemerintah memang sedang menggalakan dukungan pada usaha peningkatan kesadaran masyarakat dalam menggunakan BBM. Mereka yang merasa mampu dihimbau untuk beli Pertamax. Tentu menurut pemerintah dengan adanya fatwa ini ikut meligitimasi perlindungan atas subsidi Premium untuk orang miskin.
Sebagai negara penghasil minyak bumi, seharusnya Indonesia dapat memenuhi kebutuhan BBM sendiri. Tidak tergantung oleh harga internasional, sehingga dapat menyediakan BBM terjangkau untuk mendukung laju ekonomi dan perindustrian. Tak perlu sebetulnya jika pemerintah punya inisiatif untuk berinvestasi ke ladang-ladang minyak Indonesia, bukan hanya “menjual” ke penambang asing yang jatuhnya hanya akan merugikan perekonomian nasional.(DPM)