Pengganti Hidup

Cerpen yang menjadi kenangan untuk peristiwa gempa Yogyakarta 2006. Selamat membaca.

Tangan Pras bergetar ketika Ia berusaha untuk meraih telepon genggamnya. Jari-jarinya mulai menekan key path untuk mencari data nomor seorang perempuan yang sangat dicintanya selama ini. Matanya berusaha keras untuk menahan sesuatu yang sudah sangat ingin meluap. Tuuut… Tuuut…, Terdengar di telinganya nada sambung yang antar nadanya seperti bertahun-tahun jaraknya. Dua, Tiga, Empat, dan sampai nada tunggu ketujuh masih belum ada jawaban. Air mata itu mulai tidak dapat tertahan ketika pada nada yang kesembilan panggilan itu terangkat. Ia berbicara dengan nada yang gugup dan terburu-buru, “Na.. Na… Dia, Nadia, kamu baik-baik saja?”. Tak terdengar suara apa-apa dari ujung telephone. Hanya suara lemah seperti rintihan yang mendesahkan kata-kata yang terdengar seperti “maaf… kan Aku… Pras…”. Ia mengenggam handphonenya dengan kuat sekali, sepertinya dengan hal itulah Ia dapat melepaskan semua rasa penyesalannya. Air mata itu mulai mengalir dan membasahi pipinya. Ia telah lupa untuk berapa tahun ke belakang terakhir kalinya air mata itu keluar. Air mata lelaki, air mata yang sangat mahal harganya.

Baca:  Dua Tetes Embun

Terduduk sejenak di kursi depan televisi yang menampilkan berita yang paling menguncang di tahun ini, Mungkin bagi semua orang dan paling menguncang bagi dirinya yang padahal tidak merasakannya secara langsung. Masih tidak percaya dengan apa yang terjadi, Ia merasa semua peristiwa indah itu baru saja Ia alami. Setelah berusaha untuk berfikir dengan jernih, Ia segera merencanakan apa yang mau dilakukan dan segera beranjak. Tak banyak yang Ia bawa, hanya satu tas punggung dan uang sedapatnya. Hanya satu yang Ia fikirkan sekarang. Upaya untuk bertemu dengan seorang perempuan yang sangat Ia cintai. Yang mungkin hanya untuk terakhir kalinya. Dalam perjalanannya untuk mencari kendaraan, kenangan-kenangan empat tahun silam itu segera membanjiri benaknya pada saat Ia menatap Warnet yang masih berdiri kokoh di seberang pandangannya.
*****

26 Mei 2002, 04:23 PM Di Warnet

Pras_keren : Asl Plz?
C_imut17 : 17 F yog. U?
Pras_keren : 18 M Jkt. Wah hampir sama dong.
C_imut17 : Wah ia nich. Ad Fs?
Pras_keren : Ada dong add gw ya. Buka aja profilnya di pras_keren@yahoo.com
C_imut17 : o.k

Pras membuka browsernya untuk melihat accountnya di Friendster. Setelah kira-kira sepuluh menit, tidak ada jawaban dari lawan chattingnya.

Pras_keren : Buzz!
Pras_keren : Gimana, udah buka belum?, keren enggak gw di situ.
Pras_keren : Kok enggak bales2? Masih idup enggak. Atau ada tsunami ya baru aja di situ.
C_imut17 : Maaf, ini bukan yang pakai user ini tadi. Yang barusan pakai sudah pergi.
Pras_keren : Oh gitu, enggak pa2 deh. Saya chat sama kamu aja ya!
C_imut17 : Oh ya udah, tapi saya tidak bisa lama2, karena setelah cari data mau langsung pulang.
Pras_keren : Kalau begitu, Aku Pras, kamu?
C_imut17 : Nadia. Kamu bisa panggil saya itu.
Pras_keren : Nama yang bagus, kamu sekarang kuliah atau apa?
C_imut17 : Baru saja lulus SMA, rencananya mau nerusin ke Universitas di sini.
Pras_keren : Sm, eh minta foto kamu dong!
C_imut17 : O.k deh, tapi jangan ketawa yang kalo jelek. Pras, data yg aq cari udah dapet nih, pergi dulu ya!, Bye.

Baca:  Looking through The Eyes of Love

Pras membuka kiriman file yang berupa foto kiriman Nadia. Ia agak malas-malasan membukanya setelah membaca tulisan tentang foto Nadia itu. Setelah foto itu terbuka, mata Pras membelalak melihatnya. “Ini sih enggak ada yang jeleknya sama sekali!, Perfect abis!”. Foto Nadia sedang berfose dilatarbelakangi pemandangan Malioboro yang ramai pengunjung. Wajahnya sempurna, semua struktur organ yang menyusunnya pas dan tidak ada yang kurang atau keterlaluan. Ia menggunakan pakaian berkerudung yang membuat wajahnya semakin cantik dan manis. “Gua yakin kalau nih cewe, cewe baik-baik. Kalau enggak bener pasti udah ngasih fotonya yang super sexy!”. Pras segera menyimpan foto tersebut pada flash disk yang dibawanya dari rumah. Ketika Ia melihat ke jendela Yahoo Messanger lagi, Ia merasa sangat kecewa, karena Nadia ternyata sudah Off Line tanpa meninggalkan alamat e-mail atau nomor yang bisa dihubungi. “Ah, dia pasti cewe yang enggak biasa chatting nih” kata Pras sambil sign out usernya dari Yahoo Messanger dan bangkit dari tempat duduknya.

Di kamar tidur rumahnya, sambil berbaring Pras memandangi hasil print out foto yang didapatnya sore tadi. Kamar itu sangat berantakan seperti layaknya kamar anak laki-laki. Buku-buku panduan uan dan SPMB berserakan di sekitar tempat tidurnya. Jaket dan pakaian seragam yang sudah penuh dengan coretan tergantung dengan liar di samping lemari pakaian. Seperangkat PC lengkap hanya tanpa jaringan internet masih aktif dibiarkan begitu saja oleh Pras yang sedang asyik memandangi hasil print outnya. “Ah nih anak-anak pasti bakalan iri banget kalau tahu gua kenal sama cewe secantik ini. Cewe mantan-mantan gua dan yang ada di sekitar sini enggak ada yang secantik Nadia ini. Tapi kasian juga kalau cewe sebaik ini mau gua main-mainin buat jadi list berikutnya dari pacar-pacar gua. Untung aja dia ada di Yogya, jadi enggak ketemu sama gua. Tapi apa bener cewe secantik ini belum ada yang ngapa-ngapain nih sama dia?”. Pras menyisihkan rasa penasarannya itu dan memasukan foto Nadia ke dalam dompetnya untuk ditunjukan pada teman-temannya.*

Baca:  Laras Sang Embun Hitam
Bagikan artikel ini
Dimas Prasetyo Muharam
Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

Articles: 313

4 Comments

Leave a Reply