Senyum kecilku terlontar dipagi kala aku hendak mengambil air putih de sebuah meja kecil. Sebungkus mi instan tergeletak dikat teko air minum yang kemudian tersentuh oleh tanganku. Lalu aku bergerak dari tempat air minum menuju ke sebua kursi besi. Tak sengaja tangan ini menemukan kembali mi instan yang kala itu sedang duduk manis dimotor. Aku katakan “duduk” karena memang mi instan itu berada diatas jok motor. Senyumku kembali mengembang. Kenapa pagi-pagi banyak mi instan bertebaran di rumahku padahal semalam tak kutemukan satupun mi-mi itu.
Ibuku lalu terbangun dari tidurnya. Selain waktu yang sudah merayap pagi sehingga mengharuskan beliau bangun, tapi ada kemungkinaan karena keributan kecil yang aku buat pada waktu itu setelah aku mengambil air putih. Tak lama kemudian aku menanyakan mengapa ada mi yang bertebaran di meja dan di motor. Dengan lugasnya ibuku bercerita mengapa mi-mi itu berada di rumahku.
“Semalam kira-kira jam sembilan, ada anak muda datang. Sambil menunduk malu-malu gitu, terus dia ngasih itu mi. Ngakunya dari caleg partai…” Mendengar cerita ibuku aku tak lagi mengembangkan senyum, akan tetapi sebuah tawa yang lebar. Caleg muda, datang kasih mi? Aku tertawa dan terus tertawa. Lalu aku bertanya kepada ibu: “terus selain kasih mi dia bilang apa?” Ibuku menjawab dan lagi-lagi jawabannya membuat aku kembali tertawa. “Cuma bilang, bantu ya bu! Ga tau bantu apa.” “mungkin minta dibantuin jualan mi kali ma.” Sambungku lagi-lagi sambil tertawa.
Percakapan itu akhirnya berakhir karena aku harus pergi mandi dan berangkat kerja. Diakhir percakapan kami, aku katakan kepada ibuku bahwa kalau ada lagi yang kasih mi bilang ga akan bantu kecuali kasih mobil atau apartemen. Dan kami tutup percakapan menyegarkan itu dengan tawa kami yang riang dipagi yang sejuk itu.
Bagiku sungguh memalukan. Citra anak muda yang ingin menjadi wakil rakyat, namun nyatanya malah menjadi perusak mental rakyat. Dengan iming-iming mi instan apa mereka juga ingin menjadi wakil yang instan? Dipilih oleh rakyat, duduk dikursi pemerintahan, lalu tak lama kemudian pindah duduk dikursi pesakitan sebagai terdakwa. Rakyat kini sudah pintar, pintar dari belajar oleh media yang banyak mengajar tentang tingkah laku para wakilnya. Mi tinggalah mi, yang habis dalam hitungan hari, namun suara kami tak akan bernyanyi untuk anda yang memberi mi di pemilu nanti.
Hati-hati kepada teman-teman, menjelang pemilu ini banyak kail yang bertebaran untuk memancing kita dengan umpan-umpan yang bermacam-macam. Mari kita menjadi ikan yang pintar, jangan menjadi ikan-ikan yang mudah terpancing untuk disengsarakan.
di musim pemilu gini, banyak penunggu di pohon-pohon juga lho ya. kita lewat, diliatin aja terus ahahha. penunggu itu ya mereka foto-foto para caleg hahaha…
kirain hantu
hi….hi…hi…..
ihihihihi….
penunggu yang bergentayangan….
ehe’
menjijikkan banget ya. padahal ada partai relative baru yang memposisikan dirinya sebagai pembaharu, banyak anak-anak muda yang akan mewarnai politik Indonesia baru, tapi jika anak muda sudah dijejali cara-cara kotor itu juga, maka hanya akan jadi koruptor-koruptor baru. yang terkadang lebih ganas disbanding pendahulu di masa Order Baru. Lihat saja beberapa ketua partai yang tertangkap KPK. mereka masih relative muda dan korupsinya luar biasa besar.
yaah gitu deeeh
makanya mendingan golongan putih,
semua sama saja
biarin aja dulu sekarang, karena kita juga belum bisa berbuat apa-apa
semoga Allah menggiring mereka semua ke KPK,
Semoga Allah menghapus semua kebohongan
biar Allah aja yang urus semua,
Kalau dikasih duit cuma 100 ribu mah jangan diambil mut. kecuali dikasih diatas dari itu 1 miliar misalnya, jadi bisa buat daftar caleg lagi dari duitnya caleg hehehe. Mba tyas: mi-nya emang enak ko mba, sayang dia kasihnya cuma 5 bungkus, coba 1 mobil, saya jualan indomi rebus :d
Bagi dong mi nya…
sepertinya enak
hehe becanda, bisa beli dewe ko
Mau jadi ikan? wkwkwk. Tunggu yang ngasih duit, ambil semua, coblos matanya 😛
ogah ah sekalipun di kasi duit, nanti keseret KPK dah