Jakarta, Kartunet.com – Pembelajaran matematika untuk anak gangguan intelektual memerlukan banyak hal yang konkret dan sederhana. Maksud dari hal konkret dan sederhana ini adalah, konkret yakni ilustrasi dan media yang digunakan nyata dan sederhana adalah hal-hal yang dicontohkan atau diajarkan kepada anak adalah hal-hal sederhana yang kemungkinan akan sangat sering terjadi di kehidupan sehari-hari. Dua hal di atas diutamakan karena anak gangguan intelektual memiliki daya nalar yang hanya mampu menerima contoh nyata dan sederhana.
Pembelajaran untuk anak gangguan intelektual umumnya menggunakan berbagai media, seperti gambar-gambar, timbangan, dan memanfaatkan dinding di kelas. Pun itu dengan pembelajaran matematika untuk mereka, media yang digunakan juga beragam.
Dalam penyedian media inilah perlu ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru. Pertama, media yang digunakan harus dari bahan yang aman untuk anak gangguan intelektual. Misalnya, angka-angka timbul, gambar-gambar untuk membantu proses penjumlahan, dan lainnya terbuat dari bahan yang ringan dan ukurannya tidak memungkinkan masuk ke dalam mulut dan tertelan.
Kedua, jika media yang digunakan berwarna, gunakanlah satu warna saja untuk satu set media. Misalnya, kartu angka atau huruf hendaknya memiliki warna angka atau huruf yang sama dengan background kartu yang semuanya sewarna pula. Hal ini dikarenakan anak cenderung akan menghapal warna, bukan materi pembelajaran ada dalam kartu.
Sekarang, kita memasuki metode pembelajaran bagi anak gangguan intelektual, khususnya untuk pembelajaran matematika. Setidaknya ada tiga metode pembelajaran untuk anak gangguan intelektual yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika. Tiga metode tersebut adalah (1) metode demonstrasi, (2) metode pelatihan atai drill, (3) metode one on one.
Metode demonstrasi adalah penyajian bahan pembelajaran dengan memperagakan atau menunjukkan proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya atau tiruan yang disertai penjelasan lisan. Melalui metode demonstrasi ini anak bisa melihat secara langsung apa yang harus dilakukannya. Misalnya, saat belajar pengukuran berat badan maka guru melakukan pengukuran berat badan dengan sebenarnya. Kemudian, guru meminta anak membandingkan berat badannya sendiri dengan berat badan murid lain. Melalui metode demonstrasi ini murid bisa lebih mengerti karena langsung menerima media nyata.
Metode pelatihan atau drill. Metode ini ditujukan untuk memperoleh suatu ketangkasan atau keterampilan dari apa yang telah dipelajari oleh murid. Guru sudah memberi pelajaran tentang menukur berat badan, kemudian guru memberi soal tentang mengukur berat badan atau membandingkan berat badan.
Metode one on one, yakni metode belajar di mana satu guru hanya membimbing satu murid. Metode yang terakhir ini memang sangat efisien dilakukan untuk mengajar anak gangguan intelektual. Hal ini dikarenakan dengan metode ini guru bisa memberikan perhatian lebih kepada murid.
Demikian tiga metode pembelajaran untuk anak gangguan intelektual, khususnya untuk pelajaran matematika ini bisa diterapkan. Satu hal yang perlu diperhatikan guru adalah tiga metode ini bisa diterapkan dan lebih dikreasikan berdasarkan kebutuhan di kelas.(Nir)
Keren…
namun, kalau boleh nambahin ini juga didukung oleh tenaga pengajarnya, menurut pengalaman, yang didengar,dilihat dan dirasakan masih dibutuhkan kedekatan secara ramah, santai dan lainnya, banyak sekali anak yang terganggu intelektual semakin sulit berkembang dan semakin terbatas dengan kemampuannya. Sedikit saja komentar dari saya, takut salah. Mohon maaf, terima kasih. Salam hangat dari saya.
menarik. karena pandangan umum menyebutkan hanya anak pintar yang dapat menguasai matematika. tapi ternyata dengan metode yang tepat, anak dengan disabilitas intelektual pun dapat belajar matematika