Pelatihan Garuda Demi Layanan Inklusif

Jakarta, Kartunet.com – Setelah menyambangi empat kota—Makassar, Surabaya, Medan, dan Denpasar—kali ini Garuda Indonesia kembali menyelenggarakan pelatihan layanan inklusif di Jakarta. Dihadiri oleh sekitar 120 peserta dari penyandang disabilitas, frontliners, customer service, awak kabin, serta Gapura Angkasa (ground handling agent di bandara), pelatihan berlangsung di auditorium Garuda Indonesia Training Center (GITC), Duri Kosambi, pada Kamis (4/4).

Seminar “Garuda Indonesia Peduli untuk Meningkatkan Pelayanan Yang Ramah, Bermartabat dan Bebas Diskriminasi Bagi Penyandang Disabilitas” dibuka dengan pemaparan dari Dr. Saharudin Daming, tunanetra mantan Komisioner Komnas HAM. Dalam paparannya, Saharudin menyampaikan sejumlah peraturan dan pasal-pasal terkait pelayanan penerbangan yang  inklusif. Hal ini penting untuk memberikan pengetahuan kepada para peserta, khususnya staf penerbangan, bahwa hak perlakuan khusus bagi penyandang disabilitas dalam penerbangan memang telah dilindungi oleh undang-undang.

Baca:  Mengakhiri Ketunanetraan yang dapat Dihindari

Cucu Saidah, pengguna kursi roda yang pada bulan Maret lalu mendapatkan perlakuan diskriminatif dari Garuda, turut diundang dalam acara tersebut. Pada salah satu sesi, Cucu menceritakan berbagai pengalaman buruknya ketika terbang dengan maskapai domestik.  Mulai dari paksaan penandatanganan surat sakit, kursi rodanya yang rusak ketika tiba di bandara tujuan, hingga pengalamannya ditinggalkan di dalam pesawat oleh seluruh awak kabin ketika kursi rodanya belum disiapkan di depan pintu pesawat.

Kehadiran lembaga Barrier Free Environment and Transportation For All (BEAT) melengkapi terselenggaranya seminar tersebut. BEAT yang diwakili oleh Mimi Lusli (tunanetra), Dian Efendi (tunagrahita), Rachmita Harahap (tunarungu), dan Yustisia (tunadaksa), menyampaikan kepada para staf penerbangan bagaimana melayani penumpang dengan berbagai jenis disabilitas, mulai dari check in counter, hingga tiba di bandara tujuan. Praktik singkat tersebut memberikan pengetahuan baru kepada para staf, tentang bagaimana menggandeng tunanetra, bagaimana berkomunikasi dengan tunarungu, dan lain sebagainya. Mimi juga menuturkan harapannya agar pelatihan serupa dapat masuk ke kurikulum pelatihan pegawai baru Garuda. “Pelatihan ini seharusnya membutuhkan waktu delapan jam, tidak hanya di dalam ruangan, tapi juga praktik langsung di lapangan,” katanya.

Selain paparan dari sejumlah narasumber, para penyandang disabilitas yang hadir pun banyak memberikan masukan. Mereka memaparkan berbagai pengalaman terkait penerbangan yang tidak ramah disabilitas yang selama ini menimpa mereka, serta solusi yang mereka harapkan. Banyaknya masukan yang disampaikan, tentu menjadi gambaran bagi staf penerbangan bahwa jumlah disabilitas yang bepergian dengan pesawat terbilang cukup banyak. Kiranya, apa yang disampaikan dalam seminar ini dapat menjadi acuan bagi maskapai domestik untuk meningkatkan kualitas layanan mereka pada penumpang disabilitas. Diharapkan Garuda Indonesia selaku maskapai terbesar di tanah air dapat menjadi pelopor penciptaan layanan inklusif tersebut (RR).

Baca:  Akses Transportasi Publik Bagi Disabilitas

Editor: Muhammad Yesa Aravena

Bagikan artikel ini
Ramadhani Ray
Ramadhani Ray

Literature lover, disability issues campaigner, Interest to learn something new through reading, training, and traveling.

Articles: 72

Leave a Reply