Pelanggaran HAM Kembali Dilakukan

Jakarta – Pelanggaran HAM berat kembali terjadi, pelakunya pun masih sama. Yaitu aparat kepolisian. Kali imi kasusnya terjadi di Bima, Nusa tenggara Barat. Aksi unjukrasa warga yang tergabung dalam Front Reformasi Anti Tambang (FRAT) dibubarkan paksa aparat gabungan dari Brimob Kabupaten Dompu, Kabupaten Sumba, Kabupaten Mataram, Nusa Tenggara Barat, dan Gegana dari Brimob Mataram.   


 


Pembubaran  paksa itu diwarnai dengan pemukulan dan tembakan peluru tajam yang mengakibatkan  dua orang pelajar SMU tewas, dan 44 lainnya luka-luka. Aksi itu sebenarnya telah berlangsung selama 4 hari, Mereka menuntut Surat Keputusan (SK) Bupati Bima Nomor 188 tahun 2010, yang memberikan izin pertambangan kepada PT Sumber Mineral Nusantara dicabut.

Baca:  Takkan Ada Asap Jika Tak Ada Api

 


 Warga juga menuntut  agar meminta tersangka atas nama AS, yang dituding aparat kemanan sebagai provokator pembakaran kantor Camat Lumbu tanggal 10 Maret 2011 segra dilepaskan . Dan akibat dari aksi itu adalah, lumpuhnya aktifitas di pelabuhan selama sepekan.


 


Menurut keterangan dari pihak kepolisian, sebenarnya telah terjadi beberapa upaya negosiasi dari polisi, Namun warga tetap tak bergeming, akhirnya tindakan “keras” pun terpaksa di ambil untuk membubarkan warga. 


 


Perlu di catat,  waga melakukan aksi itu karena sudah jenuh dengan segala upaya yang telah mereka lakukan selama ini. Akhirnya pendudukan terhadap pelabuhan terpaksa mereka lakukan agar mendapat perhatian dari pemerintah pusat. Namun bukannya perhatian yang mereka dapat, malah mereka harus menghadapi tindakan” brutal aparat”.


 


Masih segar dalam ingatan kita, bagaimana kasus di Mesuji, Lampung dan Palembang. Kali ini, aparat keamanan membuat daftar pelanggaran HAM yang mereka lakukan semakin panjang. Perlu di ingat. Polisi melakukan setiap tindakan pastilah atas restu dari pihak atasan, Maka Kapolri dan Presiden harus turut bertanggungjawab atas apa yang telah di lakukan bawahan mereka.


 


Indonesia adalah Negara hukum, Jajaran penegak hukum pun di bentuk untuk menegakkan hukum, Lalu apa jadinya penegakkan hukum di negeri ini bila penegak hukumnya sendiri ternyata kerap kali kedapatan melanggar hokum.


 


Padahal warga sipil telah berusaha melakukan tuntutan mereka. Pastinya sesuai dengan prosedur yang telah di tetapkan. Tapi karena tak kunjung mendapat respon dari pihak yang berwajib, mereka akhirnya terpaksa mengambil cara lain agar suara mereka di dengar. 


 


Bagaimanapun juga, hukum harus selalu di tegakkan. Tidak peduli siapa pelakunya. Tak terkecuali para pemegang kekuasaan di Negeri ini. Jangan jadikan hukum hanya sebagai alat semacam pisau yang hanya  tajam ke bawah, namun tumpul ke atas. Jangan biarkan penegakkan hukum di negeri ini ambruk hanya karena sejumlah uang yang di sodorkan para pemilik modal. Karena sesungguhnya uang dan kekuasaan itu bukanlah sesuatu yang kekal. Tapi kebenaran, akan tetap menampakan wujudnya, meski kebohongan berusaha untuk menghapus jejaknya.(Satrio)

Baca:  Man Jadda Wajada, Man Shabara Zhafira.

Bagikan artikel ini
Satrio Budi Utomo
Satrio Budi Utomo

editorial staff of Kartunet.com

Articles: 22

Leave a Reply