Mendikbud Tak Mengerti Tentang Diskriminasi Di SNMPTN 2014

Diskriminasi terhadap penyandang disabilitas dalam persyaratan SNMPTN 2014 semakin memanas, berbagai pihak mencoba untuk mencari solusi, baik dengan aksi protes, somasi, bahkan berbagai opini semakin bertebaran. Saya juga ikut mengamati derasnya arus protes, dan menemukan sesuatu yang menarik untuk diulas dalam rubrik opini kali ini, yaitu: Mendikbut M Nuh (sebagai pemegang kendali tertinggi atas pendidikan di Indonesia) pun sepertinya tak mengerti apa yang terjadi sebenarnya. Dikutip dari Detik News, iya ber-statement bahwa “Kita )mereka) Realistis.” yang menurut pendapat saya, mereka pikir sudah benar apa yang mereka lakukan, dan sudah pasti penyandang disabilitas tidak akan bisa menembus, blokade pengawalan terhadap akses penyandang disabilitas dalam pendidikan tinggi karena sudah dihadang dari saringan seleksi SNMPTN.

Baca:  Dirut PT Angkasapura I Persilakan Penyandang Disabilitas Menuntut Hukum

Disinggung mengenai diskriminasi, M Nuh mengatakan, “Kita harus realistis. Misalnya, elektro tidak boleh buta warna. Itu bukan diskriminasi. Dia tidak bisa bedakan warna merah, ungu padahal kalau resistor ada kode warna. Kalau tidak bisa bedakan nanti mencelakakan. Bukan diskriminasi, tapi bidang itu memang butuh syarat tertentu. Kalau jurusan yang umum, tidak boleh ada pembatasan,”

Terus, bukankah pada situs SNMPTN untuk program studi umum juga berlaku kode-kode yang mendiskriminasi? coba lihat pada program studi Pendidikan seni musik di Universitas Negeri Jakarta, ada kode 1, 2, 3, 4, yang berarti tidak boleh tunanetra, tuna rungu, tuna wicara, tuna daksa. Padahal, bukankah music adalah potensi besar bagi tunanetra? Terus untuk program studi Pendidikan Bahasa Indonesia, ada kode 1, 2, 3, so? kita tidak bisa mempelajari bahasa ibu sendiri? terus pakai bahasa apa, bahasa purba? Kelihatannya Pak Mendikbut M Nuh ini juga belum membuka website SNMPTN, jadi beliau tak mengerti apa yang sedang diocehkan.

Terus, ada lagi statement beliau yang bikin saya nyengir, ketika ditanya tentang alasan pembatasan, ataupun mengapa peraturan pembatasan pada setiap perguruan tinggi berbeda-beda, “Itu tergantung fasilitas di perguruan tingginya. Kalau dosen ada yang tidak bisa menjelaskan bagaimana? Perguruan tinggi juga ada yang tidak mampu sediakan pengajarnya. Itu bisa dialihkan ke kampus lain, misalnya di Universitas Brawijaya atau Universitas Airlangga”

Terus, apakah yang tinggal di Makasar, Jakarta, Bandung, Medan dan daerah lainnya harus merantau untuk memperoleh pendidikan tinggi? bukankah setiap daerah memiliki sekolah tingginya masing-masing? Mungkin dalam daya pikirnya yang tak terjangkau oleh saya, penyandang disabilitas adalah kelompok masyarakat menengah keatas, yang mampu beradaptasi dengan mudah. Padahal, mayoritas penyandang disabilitas berada di bawah garis kemiskinan, yeah mungkin juga karena dihambat dalam akses pendidikan, masih sangat jauh untuk akses pekerjaan yang layak. Bukankah setiap warga negara memiliki hak yang sama? toh kita memiliki kewajiban yang sama, minimal bayar pajak, wong beli permen pun kena pajak, kan?

Baca:  Gangguan pada Koordinasi Perkembangan Anak

yang paling mengenaskan, terdapat penutup yang benar-benar menutup jalan bagi penyandang disabilitas untuk memperoleh pendidikan tinggi melalui seleksi SNMPTN,

Nuh menegaskan bahwa Kemendikbud tak berniat melanggar hak penyandang disabilitas yang mau mendaftar SNMPTN. Menurutnya, bila mendaftar pun nantinya mereka tidak akan diterima karena tak memenuhi syarat.

yeah, ini adalah paktor kenapa saya menulis opini ini, sesak rasanya menerima kenyataan bahwa memang penyandang disabilitas disudutkan seperti ini. Jujur, saya tidak peduli, mungkin ini ada muatan politis, saling menjatuhkan, ataupun nannti ada pendekar yang akan memberi pencerahan, tapi yang jelas bila penyandang disabilitas diperlakukan seperti ini, berarti kita bukanlah warga negara Indonesia, kita tidak termasuk dalam undang-undang, apalagi berharap untuk jadi prioritas. Akan tetapi, perjuangan belum berhenti, teruslah menyuarakan isi hati.

Hmm, mungkin ini hanya opini, yeah sekaligus luapan emosi, tetapi moga ini bisa memberikan manfaat bagi yang membaca. Bagi yang tidak setuju, tersinggung, atau ingin ngajak berantem, tuliskan opinimu pada kolom kementar. *MIT*

Sumber: http://news.detik.com/read/2014/03/10/234240/2521626/10/1/syarat-snmptn-diprotes-penyandang-disabilitas-mendikbud-kita-realistis

Bagikan artikel ini
Riqo ZHI
Riqo ZHI

President of Kartunet Community 2013 - 2015, admin of Riqo.info, You can also contact me through:Twitter: @IMRiqoFacebook: Riqo ZHI.Email: Contact@riqo.info

Articles: 35

26 Comments

  1. Senyum getir, Jadi ingat kembali diskriminasi yg baru kami alami dan belum jelas apa solusinya. Mungkin dibiarkan sampai berakhir masa jabatannya.
    Salut pd para teman2 penyandang disabilitas yang serempak lantang menyuarakan ketidakadilan yg dialami. Semoga sukses..

  2. hah, dari tahun alif sampai hari gini, permasalahan tentang dunia disabilitas di negri ini gak jauh-jauh dari seputaran ini. kalo gak diskriminasi, pelecehan hak azasi. Sebetulnya perlu dipertanyakan latar belakang pendidikan para pejabat semacam itu. seharusnya semakin tinggi latar belakang pendidikannya, semakin berkembang lah pola pikirnya. pejabat kita hobi banget sih ngurusin nasib orang lain. kaya mereka tuhan aja. buat w, larangan atau batasan untuk ikut tes masuk erguruan negri itu tidak perlu diadakan terhadap disabilitas apapun. biarkan saja kalo ada tunanetra yang mau ikut tes masuk kedokteran, arsitek, tehnik mesin dan lain-lain yang dirasa mustahil untuk tunanetra dan disabilitas lainnya. toh kalo mereka merasa gak sanggup pun akan mundur dengan sendirinya. w rasa logika para disabilitas di negri ini masih jalan kok. jadi gak perlu mikirin kalo masuk jurusan elektro gak boleh buta warna dan tetek bengek lainnya. yang penting “KESEMPATAN”. Buktinya Tuhan aja memberikan kesempatan untuk hidup kepada para disabilitas. kenapa para pejabat itu melarang ruang gerak dan cita-cita disabilitas.

  3. Kalo ngga salah ada universitas yang mensyaratkan jurusan psikologi nggak boleh tunanetra yaa.. hmmm… mungkin yang bikin kebijakan ini harus kenalan sama kita yaa.. udah ada 2 psikolog tunanetra lhoo.. 😀

    • Hallo tante, apa kabar dunia? dah lama gak cuap-cuap sama dirimu. btw emang ada tuh kampus yang melarang tunanetra masuk jurusan Psikologi. alasannya katanya di smester tertentu akan ada mata kuliah yang memerlukan banyak memanfaatkan penglihatan. waktu itu sih yang pernah w dngar, kalo masih memiliki penglihatan atau low vision seperti tante masih memungkinkan bisa masuk. tapi kalo totaly blind menurut mereka sulit. nah gimana tuh menurut tante? dirimu kan sudah pernah kuliah S1 Psikologi. yang lebih parah lagi, sekalian sharing nih. masih banyak kampus yang mengangap kalo seorang guru itu gak boleh cacat fisik. pada hal sudah banyak banget guru dengan disabilitas. buktinya w dan beberapa adik kelas w yang bisa tembus jurusan keguruan lewat nasional gak pernah ada masalah tuh dengan mata kuliah yang disajikan. bahkan kalo ada tunanetra yang masuk jurusan keguruan di kampus itu lewat nasional, jadi gak ketahuan kaya w hehehe. tapi kalo ikut tes lewat lokal, pasti gak ada yang lulus. al hasil 2013 lalu ada kampus yang pertama kali punya alumni sarjana pendidikan dengan disabilitas, karena di tahun-tahun sebelumnya selalu dari jurusan agama. memang perlu pembuktian dan perjuangan untuk membuka hati para pejabat yang memiliki pola pikir seperti artikel di atas.

      • Yang lulusan pertama dari pendidikan tahun lalu itu lo, ya, fik? 🙂 yang jelas, ga ada batasan bagi tiap warga negara untuk menuntut ilmu, yeah, kalau kita tak bisa mencari ilmu lewat bangku kuliah, manfaatkan yang ada. “Orang yang berhasil bukanlah orang yang kuat, tetapi orang yang mampu beradaptasi”

  4. kelihatannya di indonesia ini sudah berlaku hukum rimba ya?
    “siapa yang lemah maka dia segera diinjak-injak”
    kalau orang kuat maka dia akan diprioritaskan untuk segala hal!! jadi saya mempunyai pemikiran ada benarnya juga kita galang doa bersama untuk pemimpin dan pejabat negeri ini
    [ya Allah yang maha pencipta jadikanlah pemimpin atau pejabat negeri kami ini menjadi kaum disabilitas atau mempunyai anak-anak disabilitas]
    ayo kita laporkan keluhan kita ini kepada rab yang maha kuasa agar kita mendapatkan keadilan yang benar-benar adil.

  5. saya bukan disabel, anak saya ATR. sebelumnya, saya sudah peduli dgn teman2 disabel saya. dgn anugerah anak ganteng saya, saya makin peduli dgn teman2 disabel. tidak harus jadi disabel dulu untuk bisa memahami hal ini. mungkin keterbukaan pikiranlah yg diperlukan untuk bisa mengerti dan memberikan eksekusi yg pas dalam mengatasi “keramaian” dunia perjagadmayaan terkait diskriminasi ini. setau saya, orang2 dekat menteri-lah yg banyak memberikan masukan penting. lingkaran itulah yg perlu ditembus untuk membantu menyuarakan hak teman2 disabel termasuk hak anak saya. yg jadi pertimbangan selanjutnya adalah, apakah orang2 dekat menteri punya empati thd hal ini jika mereka tidak mau blusukan mencari tahu.. kalo ada yg kenal lingkaran tsb, ajak tuh pak menteri liat2 potensi teman2 disabel. atau jgn2 perlu fit & proper test ulang utk memegang semua jabatan ya???

    • biasanya mbak, mereka juga sudah tahu potensi teman2 difabel. Tapi cara pandangnya yang salah. Ada semacam overexpectation atau harapan yang berlebihan gitu. Jadi ketika difabel punya kelebihan potensi, selalu itu dianggap sebagai sebuah keajaiban, anugerah dari Tuhan yang jatuh begitu saja dari langit. Mereka tidak mau lebih menyadari bahwa potensi yang ada itu tidak selamanya datang begitu saja, tapi dari proses belajar dan kerja keras. maka hasilnya hanyalah rasa salut, bukan inisiatif bagaimana agar potensi yang “luar biasa” itu dapat dimiliki pula oleh semakin banyak difabel di Indonesia. Caranya yaitu dengan membuka akses agar dapat belajar dan bekerja keras pula. Sering kan dengar “wah mereka luar biasa, itu membuat kita seharusnya makin bersyukur dan jangan mau kalah untuk mereka”. tapi apa yang harus dilakukan untuk mereka dan teman2 difabel lainnya yang belum seberuntung “mereka” itu? tak ada.

  6. ini persoalannya pak mendikbud kita kurang pemahaman soal disabilitas. dari kalimat yang beliau keluarkan seolah beliau mengganggap bahwa orang dengan disabilitas itu tidak bisa berpikir, tidak bisa memperhitungkan kelebihan dan kekurangan diri sehingga perlu dibatasi dan dilarang. kalau dia benar paham dengan pendidikan, mendidik anak kecil pun sebaiknya tidak menggunakan larangan dan batasan, apalagi bicara dengan orang dewasa yang akan masuk kuliah. terlepas memiliki disabilitas, kita tetap manusia yang bisa diajak bicara dan berpikir. sayang, sepertinya beliau belum sampai ke sana pemahamannya.

      • padahal pak Nuh ini bukan orang politik lho. Dia kalo gak salahmurni akademisi. mantan rektor ITS. tapi entahlah. ini mungkin juga karena segregasi antara disabilitas dan yang mengaku non-disabilitas sudah terlalu akut. jadi sulit untuk faham, atau minimal, sulit untuk mau faham.

  7. Mungkin gak ya pak mentri gak punya acound twitter…?, mungkin gak ya beliau gak punya smart phone…?, mungkin gak ya pak mentri gak bisa byr modem untuk OL..? atau.. terlalu sibuk jln2 ke luar negeri tuk study banding ini dan itu, shg gak sempat update tranding topik. Bisa jadi beliau tak faham dengan dunia disabilitas. lagian siapa juga disabel netra yang mo jadi dokter, arsitek…? katanya harus realistis, kok cara pandang dan wawasannya tdk realistis..?

    • Yeah, ini benaar-benar gokil sih menurut gw, kok bisa sih seorang menteri memiliki pola pikir seperti ini? atau dibalik, kok bisa sih orang yang memiliki pola pikir kaya begini jadi menteri? *Sorry pak :D*

    • biasanya juga,meski ada akun jejaring sosial itu juga cuma untuk alat pencitraa. Sebelumnya kita mayakini apabila para pembuat kebijakan dan pejabat publik masuk ke social media, mereka bisa lebih aspiratif. Misal pak SBY yang masuk ke Twitter dan FAcebook. Tapi mudahnya kita untuk sekedar mention dan menyampaikan aspirasi, semudahi tu pula mention2 kita mungkin tak dibaca, yang jelas sih tak ditanggapi. Apa gunanya kalo gitu alat komunikasi yang dua rah jika hanya dipakai untuk share kegiatan dan “saya prihatin”?

  8. dear riqo,
    isinya bagus, cuma gemes banget lihat ejaan yg berantakan. Ayo diperbaiki ejaannya, kali aja mendikbud lihat terus boleh masuk jurusan bahasa Indonesia karena ejaannya benar. #eehhhh

Leave a Reply