Jakarta – Beberapa pekan ke depan sepertinya akan menjadi hari-hari yang penuh tantangan bagi KPK, sebuah institusi yang didirikan untuk memberantas korupsi di negeri tercinta ini. Telah banyak prestasi gemilang yang ditorehkan lembaga yang satu ini. Sejumlah kasus korupsi yang melibatkan para pembesar, pengusaha, bahkan politisi pun berhasil di ungkap. Telah banyak pula para koruptor yang berhasil di tangkap dan di jebloskan ke dalam penjara.
Namun tak sedikit rintangan yang harus dilalui KPK. Berbagai upaya sepertinya tak kunjung berhenti untuk “membekukan” kekuatan lembaga yang kini mulai ditakuti itu. Bahkan sampai upaya untuk membubarkannya pun sempat terlontar dari mulut para pejabat DPR.
Yang paling hangat adalah pernyataan dari Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi PKS Fahri Hamzah. Ia menilai bahwa saat ini KPK harus ditinjau lagi keberadaannya. Fahri menilai, keberadaan KPK saat ini sudah tidak lagi diperlukan. Alasannya, karena kedudukan para aparat penegak hukum di negri ini seperti kepolisian, kejaksaan, serta pengadilan sudah cukup kuat. Jadi bila ada kasus-kasus yang melibatkan korupsi, serahkan saja kepada mereka. Fahri juga mengatakan bahwa kedudukan KPK seharusnya tidak perlu lagi diperkuat dengan merencanakan pembangunan gedung KPK di daerah. “KPK semakin tidak independen, ini malapetaka dalam sistem hukum kita,” katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Polri, KPK, Kejaksaan Agung (20/06).
Bukan itu saja. Dalam rapat antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pimpinan DPR, Ketua Komisi III DPR, Benny K. Harman, melontarkan kalimat yang menusuk. Dia menyebut, gaya pemanggilan saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai terorisme baru.
Bahkan lebih berani lagi, ia mengatakan “KPK itu kan kayak tsunami, KPK panggil Dewan kayak tsunami,” kata Benny di DPR, Selasa 4 Oktober 2011.
Entah motivasi apa yang mendorong para wakil rakyat sehingga dengan berani dan terang-terangan melontarkan pernyataan sedemikian. Apakah karena desaakan dari anggota fraksi dan komisi, ataukah memang dengan tujuan mengevaluasi kinerja badan/lembaga yang keberadaannya mesti ditnjau ulang lagi.
Memang setiap orang berhak memberikan pendapat dan pandangan. Terlepas apakah pendapat itu pendapat pribadi ataupun mewakili kelompoknya. Tapi sepertinya pernyataan-pernyataan diatas perlu dicermati lagi.
Bila memang KPK sudah dianggap tak diperlukan lagi, lalu siapakah yang akan menggantikannya memberantas korupsi? Bila tugas itu diserahkan kepada para penegak hukum, apakah tidak akan terjadi simpang siur atau tumpang tindih wewenang?
Satu lagi. Kpk sekarang ini dianggap sebagai lembaga superbody yang telah melampaui wewenang. Padahal kita tahu. Kasus korupsi itu sekarang telah merambah di lembaga-lembaga pemerintahan. Sebut saja kasus suap di KEMENPORA dan KEMENAKERTRANS. Kasus-kasus itu adalah kasus yang memang selayaknya diungkap. Ternyata dalam penyelidikannya membawa- bawa sejumlah nama di kementrian, maka KPK mau tidak mau harus menjalankan tugasnya. Dan untuk nama-nama yang terkait, tunjukanlah sikap kesatria. Jangan mentang-mentang menjabat sebagai elit pemerintah, maka KPK tidak boleh menyentuh mereka.
Mungkin saja pernyataan-pernyataan yang dilontarkan itu akibat dari ketakutan sejumlah wakil rakyat yang memang terlibat dalam sejumlah kasus korupsi. Dan kalau itu benar, Maka dukungan kepada KPK harus terus kita suarakan. Jangan sampai negeri ini habis dijual oleh pemimpinnya sendiri yang haus akan uang dan kekuasan.(Satrio)