Bandung – Tunanetra Indonesia sesungguhnya jauh lebih hebat dibandingkan tunanetra di negara lain yang lebih maju. Di tengah minimnya fasilitas dan masih kuatnya belenggu diskriminasi, tunanetra Indonesia bisa hidup normal dan mandiri di tengah-tengah masyarakat. Tunanetra Indonesia telah membuktikan bahwa usaha keras yang diringi dengan semangat baja dan tekad membara adalah modal utama untuk mencapai keberhasilan.
Dalam pendidikan misalnya. Dengan hanya berbekal semangat dan bantuan para relawan seperti teman dan sodara, banyak tunanetra Indonesia yang mampu menyelesaikan pendidikan tinggi. Beberapa orang bahkan sudah mencapai gelar doktor. Di negara maju tunanetra bisa menyelesaikan pendidikan tinggi itu hal yang wajar, karena mereka ditunjang oleh fasilitas yang memadai.
Belakangan ini beberapa perguruan tinggi yang sudah biasa menerima mahasiswa tunanetra mulai mengusahakan adanya layanan khusus antara lain: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI Bandung, Universitas Negeri Surabaya, (UNESA) dan Universitas Negeri Makasar(UNEM) UPI, UNESA dan UNEM mendapat dana proyek dari International councel Education for Visually Impaired (ICEVI). Sedangkan UIN Sunan Kalijaga mengusahakan sendiri dana untuk layanan tersebut. Layanan khusus tersebut antara lain menyediakan alat bantu teknologi seperti komputer bicara,printer braille, scanner,dan cctv. Buku-buku aksesibel seperti buku braille dan buku bicara/elektronik juga koneksi internet. Diharapkan dengan adanya pusat layanan ini para mahasiswa tunanetra dapat belajar lebih cepat dan tidak bergantung pada orang lain, sehingga bisa menyelesaikan studinya tepat waktu. Di samping itu saat ini banyak mahasiswa tunanetra yang sudah memiliki komputer/laptop sendiri. Artinya mereka semakin mudah dalam belajar.
Namun apakah kemudahan itu akan menambah daya juang mereka untuk belajar? Tentunya kita berharap dengan adanya kemudahan yang ada saat ini generasi muda tunanetra semakin bersemangat dalam belajar melebihi para pendahulunya. Kalau dengan fasilitas yang minim saja tunanetra mampu meraih gelar sarjana, maka dengan fasilitas yang lebih maju sekarang harus semakin banyak lagi tunanetra yang meraih gelar sarjana. Namun Ada juga di antara kalangan tunanetra yang berpendapat bahwa dengan adanya kemudahan seperti sekarang ini bisa mengurangi daya juang ggenerasi muda tunanetra dalam belajar, termasuk mengurangi sosialisasi dengan orang awas. Mereka mengatakan bahwa mahasiswa tunanetra yang sepenuhnya belajar dengan dibantu relawan sisi positifnya adalah dia akan punya banyak teman. Dia dituntut untuk banyak bersosialisasi dengan orang awas, sehingga disamping mendapat bantuan, pergaulannya menjadi lebih luas. Imbasnya tidak sedikit tunanetra yang pada akhirnya berjodoh dengan relawan yang pernah membantunya belajar.
Segala sesuatu pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Oleh karena itu sebaiknya kita cari jalan tengahnya. Tidaklah bijaksana kalau seorang tunanetra tidak mau memanfaatkan fasilitas yang bisa membantunya belajar, karena dia merasa pandai bergaul dan punya banyak teman. Tentu lebih enak belajar sendiri bukan? Kita bisa mengatur waktu sesuai dengan keinginan kita. Tapi tidak bijaksana juga seorang tunanetra yang hanya mengandalkan fasilitas Sementara dia tidak mau meluaskan pergaulannya, sebab kita tidak selamanya bisa mengantungkan diri pada fasilitas.
Alangkah hebatnya seorang pemuda tunanetra yang cerdas, berprestasi, punya semangat tinggi dalam belajar,punya fasilitas yang memadai, dan punya pergaulan luas.(Zul)