Dunia tak seindah dulu lagi. Setelah aku dioperasi mata di rumah sakit, penyakit mataku tidak sembuh tetapi mataku tidak bisa melihat secara total indahnya dunia lagi. Sebelumnya mataku yang sebelah masih bisa melihat walaupun tidak secara total tidak bisa melihat. Sekarang aku tidak bisa melihat total. Aku masih sekolah, duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar. Aku tidak bisa melihat dunia dan membaca buku pelajaran sekolah lagi.
Sebelum mataku dioperasi oleh dokter di rumah sakit, aku masih bisa membaca pelajaran di sekolah. Sekarang aku sudah tidak bisa melihat dunia ini. Tidak bisa membaca buku pelajaran sekolah sendiri. Sekarang aku menggantungkan pada orang lain. Aku bergantung pada Ibuku. Pergi kemana saja, aku harus bersama Ibuku untuk membantuku jalan dan aku masih kecil.
Ibuku sering membantuku untuk membacakan pelajaran sekolah tetapi jika Ibu tidak bisa menungguiku di sekolah bu guru yang membantuku membacakan pelajaran sekolah. Bahkan jika sekolah ada ulangan umum atau ujian akhir, aku dibantu Ibu dan Guru untuk membacakan soal-soal ujian akhir dan aku tinggal menjawab saja. Sedangkan yang menulis jawaban soal-soal ujian Ibu dan bu atau pak guru.
Aku masih sekolah di sekolah biasa. Teman-temanku bisa berlari-lari dan bermain dengan teman lainnya sedangkan aku bisanya duduk saja di teras sekolah. Jika ada Ibu, aku berbincang-bincang dengan Ibuku. Jika Ibu tidak di sekolah aku berbincang-bincang dengan sahabatku, Roni. Dia yang selalu membantuku untuk berjalan jika aku mau berjalan-jalan.
Teman-temanku sering mengejekku karena kekuranganku ini. Hanya Si Roni saja yang baik dan mengerti keadaanku. Bahkan Roni sering membelaku dan marah-marah jika aku diejek dan dimaki-maki oleh mereka. Terkadang jika teman-temanku beperilaku tidak baik terhadapku, guru-guru memberi sangsi pada teman-temanku yang mengejekku.
Aku pun sedih jika teman-temanku pada membenci dan mengejekku. Terkadang aku meneteskan mata jika teman-temanku mulai beraksi.
“Ibu, mengapa teman-temanku selalu mengejekku saat aku di sekolah? Mereka benci padaku. Hanya satu teman saja yang baik padaku,” aku mengadu pada Ibu ketika pulang sekolah.
“Nak, kamu harus sabar ya? Allah menyayangi anak yang sabar,” Ibu mencoba menghiburku.
“Tetapi aku selalu diejek dan dicaci maki setiap hari. Aku tidak betah jika seperti itu. Temanku yang baik dan yang mau mengertiku hanya Roni, Bu,” keluhku lagi.
“Iya, Nak. Sabar ya? Jika ada yang membuat hatimu sedih, kamu sebaiknya tidak usah didengar dan sebaiknya pergi saja,” nasehat Ibu padaku.
“Baik, Bu. Akan Antok coba,” aku pun akan mencoba melakukan yang Ibu nasehatkan padaku.
Iya namaku Antok Muhammad Syah. Nama ini yang telah diberikan oleh kedua orang tuaku.
Aku bangga sekali mempunyai Ibu seperti Ibuku. Walaupun Ibu mempunyai seorang anak yang mempunyai kekurangan seperti aku. Beliau tidak pernah malu mempunyai anak sepertiku bahkan Ibu selalu berkorban untukku agar mataku sembuh, memberikan perhatian lebih dan selalu membuatku percaya diri.
Selain itu, Ibu selalu percaya diri dihadapan teman-teman wali murid di sekolah dan selalu bercerita bahwa aku mempunyai kekurangan tetapi aku juga mempunyai kelebihan. Kelebihanku aku menjadi Juara III lomba menulis cerpen untuk kategori Pelajar sekolah dasar.
Aku juga sangat bersyukur sekali atas anugerah yang diberikan oleh Allah padaku. Walaupun aku manusia yang kurang sempurna tetapi Allah memberikan aku kelebihan yaitu di saat umurku masih belia tetapi aku sudah bisa menulis cerpen dan mendapatkan Juara III tingkat propinsi lagi.
Suatu hari, tiba-tiba Ibu menindahkan sekolah ke Sekolah Luar Biasa atau SLB khusus untuk tuna netra. Aku pun sangat senang jika aku dimasukkan di Sekolah Luar Biasa karena di sekolah ini aku sangat terbantu. Membaca tidak harus dibacakan lagi oleh orang lain tetapi membaca dengan huruf braile. Huruf khusus untuk penyandang tuna netra. Aku sangat senang sekali sekolah di sini dan sangat membantuku.
Aku pun sudah berpisah dengan teman-temanku di sekolah sebelumnya. Teman-teman selalu mengejek dan mencaciku. Tidak akan ada kata-kata yang menyayat hatiku lagi dan air mata yang membasahi pipiku. Aku sudah bebas lepas seperti merpati dan siap mengepakkan sayapku untuk menuntut ilmu dan mengembangkan karyaku sebagai penulis.
Setelah aku bersekolah di Sekolah Luar Biasa, prestasi akademikku meningkat bahkan untuk mengikuti lomba menulis pun selalu mendapatkan Juara I. Aku selalu bersyukur apa yang telah dianugerahkan oleh Sang Maha Kuasa padaku.
Dengan adanya prestasi yang telah kuraih ini aku semakin rajin belajar dan ikut ber.bagai macam lomba menulis bahkan aku mencoba untuk menghafal Alquran di suatu pondok pesantren. Aku meminta ijin ke pihak sekolah untuk pergi ke pesantren untuk menuntut ilmu agama khususnya Tahfizh Alquran setelah pelajaran di sekolah.
Ceritanya Anto masih bisa disambung lhoo…
Sambung dengan cerita sisi lain kehidupan Anto setelah beranjak dewasa