Surabaya, Kartunet – Terhitung mulai 1 Juni 2014, PT Angkasapura I akan menerapkan sistem silent announcement pada bandara-bandara yang dikelolanya dengan efek penghapusan voice announcement yang diganti dengan running text. Oleh Komunitas Penyandang Disabilitas, hal ini dianggap sebagai sebuah “langkah mundur” karena dapat mempersulit akses informasi, khususnya bagi para tunanetra.
Diumumkan sebelumnya pada 21 Mei lalu melalui General Manager PT Angkasapura I, Trikora Harjo, bahwa pengumuman suara (voice announcement) akan ditiadakan dan diganti dengan Running Teks pada lokasi-lokasi yang penting di bandara. Lanjut beliau, kebijakan ini diambil sebagai upaya meningkatkan kenyamanan pengguna jasa bandara, sebab pengumuman suara yang hampir tiap menit dinilai mengganggu(Okezone News, 22 Mei).
Kebijakan tersebut mendapat tanggapan berupa protes dari komunitas penyandang disabilitas. Peningkatan aksesibilitas bandara yang sejauh ini belum maksimal, akan makin mundur apabila pengumuman suara sampai ditiadakan. Dikhawatirkan tak adanya informasi audio, akan mempersulit para tunanetra yang mengandalkan pendengaran ketika bepergian mandiri menggunakan pesawat terbang.
Memang untuk mengakses informasi mengenai jadwal pemberangkatan, batas waktu check in, dan waktu masuk ke gerbang pemberangkatan seorang tunanetra dapat cek langsung yang tertera di tiket pesawat. Apalagi dengan sistem online check in yang hampir digunakan oleh banyak maskapai, hal tersebut dapat memudahkan penumpang mengecek jadwal melalui komputer, laptop, atau perangkat mobile lainnya. Tunanetra cukup mencatat jadwal yang penting, lalu mengikuti mekanisme proses sebelum boarding ke pesawat sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Akan tetapi, jadi berbeda halnya ketika ada perubahan jadwal yang sangat sering terjadi di dunia penerbangan, khususnya di Indonesia. Apabila informasi yang biasanya mendadak tersebut hanya tersedia dalam bentuk Running Text, kemungkinan besar para tunanetra tidak mengetahui informasi tersebut, dan dapat menyebabkan gagal naik pesawat. Mungkin melalui online check in update perubahan jadwal dapat langsung disampaikan kepada pengguna via email, tapi sekali lagi, metode ini kurang efektif dengan situasi jaringan internet di bandara-bandara yang belum optimal, dan belum semua orang, termasuk para tunanetra, di Indonesia melek internet.
Kebijakan tersebut berpotensi menyulitkan para tunanetra pengguna jasa bandara yang tak lain merupakan bentuk diskriminasi layanan bagi penumpang dengan kebutuhan khusus. PT Angkasapura I sebagai pengelola bandara-bandara di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur, harus dapat memberikan solusi bagi para tunanetra apabila kebijakan tersebut benar diterapkan mulai 1 Juni. Apalagi sebagai BUMN yang memiliki tugas utama melayani kebutuhan rakyat, berbagai kebijakan yang diambil harus dapat mengakomodasi kebutuhan pengguna layanan, termasuk para tunanetra yang juga berhak menikmati jasa layanan transportasi udara.
Diharapkan PT Angkasapura I mau berdiskusi dengan komunitas penyandang disabilitas mengenai kebijakan baru tersebut, dan mencari jalank eluar bersama agar tidak ada hak penyandang disabilitas, sebagai pengguna layanan, yang tereliminasi. Pilihannya antara membatalkan kebijakan tersebut, atau menjamin bahwa semua informasi penting di bandara tetap dapat diakses oleh para tunanetra, meski bukan berbentuk audio. Sebab para penyandang disabilitas bukan anti pada perubahan, tapi perubahan yang ada seyogyanya lebih baik dan inklusif bagi semua orang. Jangan lagi ada diskriminasi di dunia transportasi udara pada penyandang disabilitas. Masih banyak layanan serta infrastruktur yang perlu diperbaiki aksesibilitasnya.(DPM)
Oh iya ada cerita tahun lalu, singkatnya ada pak tua duduk dekat saya di trans jakarta, dia bilang enak jadi saya karena pendengaran lebih peka. alasanya karena untuk mendengar audio announcement trans jakarta itu dia sudah tidak jelas, padahal waktu itu si bukan pendengaran si pak tua yang bermasalah tapi memang audionya sangat kecil. Dia bukan tunanetra tapi dia sukar membaca tulisan pada halte karena tulisanya sering kabur katanya. Tuh kan bukan tunet aja yg butuh audio announcement…
yap. itu dia. mindset yang masih ada di masyarakat adalah seperti dua dunia dan makhluk yang berbeda antara penyandang cacat dan manusia yang menganggap dirinya “normal”. Jadi apapun yang dibuat untuk penyandang cacat/disabilitas adalah kekhususan dan “pengistimewaan”. Tidak sadar bahwa kita semua sama, dan pasti punya kelebihan dan kekurangan masing2. Hal ini menjadi sangat ironis ketika mindset itu masih ada di kepala para sarjana dan profesional terdidik.
iya,
ironis…
kekhususan salah satunya dengan meloloskan/kasi prestasi karena kasian
duh ini BUMN, ga baca opini2 di sini tentang bangkit dari diskriminasi kali ya? baru aja disindir-sindir ko masih aja gituh ya? malahan ko dibilang mengganggu audio itu. Coba deh semisal pihak bandara atau orang yg mau berangkat naik pesawat lagi mengantuk, atau mereka terkena iritasi debu sehingga sulit untuk membaca pasti diperlukan itu audio announcement kan? ha! heran saya!
merasakannya dengan sesuatu,
tidak, BUMN ataupun BUMS tidak membaca ini, mereka hanya mementingkankan keuntungan diri dan kelompok, uang dan bisnis,
sekalipun baca sepintas lalu karena sombong.
secuil yang tersentuh, namun mereka juga tidak berdaya dan tidak bisa berbuat apa-apa,mereka tidak bisa memenuhi keinginan dan harus mengalahkan ego serta nafsu.
itu yang aku lihat.
ya sudah,
Ya Allah ini,
bukan hanya tuna netra yang sulit,
ini juga menyulitkan orang tua atau orang yang penglihatannya kurang baik,
bukan hanya itu saja kalau orangnya terburu-buru maka tulisan akan terlewat…
atau yang lelah/mengantuk maka akan jadi korban juga…
semoga ini kebijakan bisa berubah….
Mengapa sirine dibuat berbunyi? karena manusia lebih aware dengan suara. Telinga tak pernah tertutup, berbeda dengan mata yang harus membutuhkan fokus. Siap-siap saja banyak penumpang yang ketinggalan pesawat, karena jadwal penerbangan di Indonesia sangat sering berubah.