Jawa Tengah Susul Miliki Perda Disabilitas

Solo – Pasca pemerintah Indonesia ratifikasi Konvensi PBB Mengenai Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas tiga tahun lalu, mendorong tiap daerah memiliki Perda Disabilitas masing-masing. Dalam waktu dekat, provinsi Jawa Tengah akan segera memiliki Perda Disabilitas tersebut. Saat ini Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Disabilitas sedang dibahas di DPRD Jateng.

Sekretaris Panitia Khusus (Pansus) Raperda Disabilitas DPRD Jateng, Mahmud mengatakan jika nantinya Raperda Disabilitas itu ditetapkan, Perda Disabilitas yang ada di kabupaten/kota harus merujuk ke Perda Disabilitas Provinsi. Selain itu, Perda Disabilitas Provinsi nanti juga diharapkan dapat menjadi rujukan bagi kabupaten/kota yang akan membuat Perda tentang Disabilitas.

Baca:  Beasiswa Full Buat Disabilitas? UT Bikin Semua Bisa Kuliah!

“Untuk di Soloraya kan baru dua kota yang memiliki Perda Disabilitas yakni Solo dan Sukoharjo. Kabupaten/kota lain nanti bisa merujuk Perda Disabilitas Propinsi,” katanya saat ditemui di sebuah rumah makan di Solo, Rabu (5/3).

Mahmud yang juga Sekretaris Komisi E DPRD Jateng ini memaparkan, saat ini sudah tiga kali pembahasan Raperda dilakukan dan hampir final. Diperkirakan, Raperda Disabilitas ini, dalam waktu yang tidak lama akan segera disahkan.

Beberapa hal terkait disabilitas, terang Mahmud, akan diatur dalam Raperda yakni terkait hak-hak penyandang disabilitas  dan kemudahan aksesibilitas bagi mereka. Diantaranya, kewajiban transportasi umum memberi akses pada penyandang disabilitas  dan juga kesempatan mereka mendapatkan pekerjaan.

“DalamUndang-undang No 4 Tahun 1997 menyebut kewajiban pengusaha untuk mempekerjakan satu penyandang disabilitas dari 100 pekerja yang dimiliki. Kalau Perda nanti malah akan lebih tajam, 50 pekerja satu penyandang disabilitas. Kalau 100 pekerja, nanti banyak perusahaan kecil yang lepas dari aturan itu,” ungkapnya.

Perda disabilitas memang satu keniscayaan yang harus ada di tiap daerah. Perda tersebut akan melindungi hak-hak penyandang disabilitas secara lebih spesifik sesuai dengan demografi daerahnya. Akan tetapi, perlu ditekankan mengenai partisipasi komunitas disabilitas dalam penyusunan perda tersebut. Jangan sampai Perda Disabilitas dibuat, tapi tidak sesuai dengan kebutuhan. Jangan sampai kesalahan pada UU no 4 tahun 1997 terulang kembali, dan akibatnya nasib penyandang disabilitas yang tak kunjung membaik.

sumber: Timlo

Bagikan artikel ini
Dimas Prasetyo Muharam
Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

Articles: 313

13 Comments

    • caranya harus sudahj adi tokoh masyarakat, sudah banyak berbakti untuk masyarakat, ada hasil2 yang dirasakan rakyat secara nyata, dan dipilih rakyat tanpa dia menawarkan diri buat dicalonkan 🙂

  1. Tukang jahit aja kalau mau bikin baju tanya dulu ke pemakai, mau model gimana. Coba kalau nggak nanya dulu karena merasa paling tahu, wah, bisa nggak kepakai tuh baju. Pemakai rugi, tukang jahit juga rugi.Desember lalu aku ke Semarang. Aku ngobrol sama teman dari Solo, kabarnya pemerintah Kota Solo mau bikin perumahan khusus disabilitas.

    • menarik tuh mas. ini maksud perumahan disabilitas adalah perumahan umum yang didesign ramah disabilitas, atau disabilitas kembali akan semakin “dipinggirkan” dan dibuat geto-geto?

  2. iya, betul penyandang disabilitasnya jg harus terlibat dalam perancangan raperda tersebut agar apa yg dibuat tidak “Mubadzir” alias tidak bisa maksimal menyentuh disabilitas. kebetulan DPD Pertuni Jateng, melalui ketua umumnya (Pak Suryandaru), ikut terlibat dalam pembuatan raperda tersebut. Menurut penyampaian Pak Ndaru ke aku, ketika diskusi/jajak pendapat tersebut, sempat menemukan kealotan perihal siapa yg nantinya bertanggung jawab (pada tingkat dinas). jadi kesannya tuh lempar tangan dari satu dinas ke dinas lainnya, waktu itu sempat alot antara dinas kesehatan dan pendidikan ketika membahas tentang pendidikan reproduksi untuk disabilitas ya kalo gak salah ehehehe. ya mudah-mudahan cepat disahkan ya, khususnya jg tentang accessibiltas dan ketenagakerjaan untuk disabilitas di Jateng, karena seperti di Semrang, disabilitas yg bekerja di sebuah perusahaan masih sangat minim, bahkan minim minim minim sekali. apa lg tunanetra, belum bisa begitu banyak terlibat di perusahaan-perusahaan…

    • oo gitu, terima kasih informasinya. kalo ga salah, DPD Pertuni juga awalnya yang harus mengajukan diri untuk terlibat ya? Padahal, seyogyanya, ada inisiatif aktif dari pemerintah untuk melibatkan tiap elemen yang berkepentingan. apalagi ini mengenai disabilitas, mustahil bisa diaplikasikan optimal jika sasarannya sendiri tidak dilibatkan. Entah, sindrom “ke-sok-tahuan” pemerintah belum sembuh-sembuh.

      • iya, betul. waktu itu DPD Pertuni Jateng sendiri yang minta dilibatkan, karena ya pmerintah tidak mengajak penyandang disabilitas untuk terlibat. kalo gak request, gak bakalan diajak mas eheheh. bener banget, gak sembuh-sembuh tuh penyakit “Sok-tahu” nya pemerintah hehe. harus dikasih jamu apa ya biar sembuh wakakakkk. mas dimas tau info itu dari milis ya?

Leave a Reply