Hari-hari pun berlalu, sejak itu, Ferdi belum bertemu lagi dengan Indri.
“kemana diah? Indri, aku kangen denganmu!“ Batin Ferdi.
Dia pun mencarinya ke sanah dan ke marih, namun semua itu sia-sia.
Sampai tiba hari class meeting pun, Ferdi belum berhasil menemukannya.
Dia pun mencari informasi tentang keberadaannya kepada teman-teman sekelasnya Indri. Namun, beberapa temannya tidak mengetahui dimana dia berada. Memang sih, Di sekolah Ferdi saat itu sedang dilaksanakan proses LDK Osis dan menurut informasi yang didapat, Indri terlibat dalam kegiatan tersebut.
Pernyataan itu pun diperkuat dengan keterangan salah satu anggota Osis yang Ferdi temui.
Ferdi pun memakluminya. Mungkin Indri ingin aktif berorganisasi.
Dan Akhirnya, dia menuju ke perpustakaan sekolah. Dia bertujuanh kesana hanya untuk merasakan dinginnya AC.
Di sana, Ferdi bertemu kakak kelas namun sudah sangat akrab dengannya. Beliau sangat jago dalam bermain musik. Dia bernama Iskandar. Sudah lama memang Ferdi bergaul dengannya.
Ferdi pun berbincang-bincang dengan iskandar tentang banyak hal, tentang pekerjaan sampingannya, tentang lagu-lagu yang sedang ngetop, pokoknya banyak topik deh.
”Hai fer!” Sapa Anna yang baru saja datang ke perpustakaan itu.
”Eh Anna, ada apa, tumben, kamu ke perpus?” Tanya Ferdi.
”Nggak, aku memang datang kesekolah hari ini untuk baca-baca buku saja di perpustakaan ini. Kamu?” Tanya Anna sambil menarik sebuah kursi dan duduk agak jauh dari Ferdi mau pun Iskandar.
”Aku… Cuma mau ngadem doang kok. Aku paling males baca buku.” Jawab Ferdi dengan tersenyum.
Anna membalas senyumannya lalu dia bangkit dari kursinya dan menuju ke rak buku. Dia memilih buku-buku yang menarik menurutnya. Setelah itu, dia kembali ke tempat semula lalu Dia keluarkan pulpen dan buku catatannya dari tasnya dan mencatat beberapa kalimat-kalimat dari buku yang sedang dia baca.
”Wah anna Buat apa semua itu di catat? Kurang kerjaan aja kamu. Mungkin kalau cewek yang lain belum tentu seperti itu.” Kata Ferdi Memuji.
”Yah siapa tahu saja kalimat-kalimat ini akan berguna kelak untukku.” Jawab Anna sambil meletakkan pulpennya di atas meja dan tersenyum.
”oh…, gitu. Eh…, ngomong-ngomong, kamu nggak ikut dance?” Tanya Ferdi.
”Nggak Fer, karena menurut agama kita, gerakan-gerakan dari tubuh seorang wanita hanya untuk suaminya saja. Katanya dosa sih kalau di perlihatkan ke orang banyak.” Ceramah Anna.
”oh begitu yah…, ya maklum, aku kurang terlalu mendalami agama kita ini.” Jawab Ferdi dengan perasaan muak kepada cerama Anna.
”Fer, sebagai orang muslim, kita wajib mengetahui tentang undang-undang yang tercantum di agama kita.”
”oh…” Jawabnya singkat hanya sekedar menghargai.
“Ah Anna, bisanya berdakwah saja ke Gue. Mungkin saja dia memang nggak bisa dance atau nggak suka sama dance, karena malu lalu dia jadi berdakwah ke gue. Tapi, gue fikir-fikir mengapa gue sampai berfikiran seperti itu yah? Annakan Cuma ingin menyampaikan kebenaran kok gue sampai ada kata-kata seperti itu sih? Waduh, udah kurang taat malah melakukkan dosa lagi. Astagfirullah.” Batin Ferdi.
Dan Akhirnya, Iskandar mengajak Ferdi untuk keluar dari perpustakaan dan menemani dia untuk bermain piano di ruang BK. Memang, di sanah terdapat piano yang cukup bagus dan kebetulan memang di letakkan di sana.
Dia menurutinya lalu dia berpamitan dengan Anna.
”Ann, aku tinggal yah!” Kata Ferdi sambil menghampiri meja Anna.
”Oh ya Fer, kalau gitu silahkan.” Jawab Anna tanpa memandang Ferdi melainkan memandang buku yang dia baca. Cukup sebel sih Ferdi mendapat perlakuan seperti itu, tapi dia tidak mempermasalahkannya.
Ferdi dan Iskandar berjalan keruang itu. Beberapa saat kemudian, sampailah mereka di sana. Rasa penyesalan pun mulai muncul dalam hatinya, karena telah meninggalkan Anna di perpustakaan itu. Ferdi baru berniat ingin curhat tentang Indri kepada Anna pada saat dia meninggalkan Anna di sana.
Rasa ingin kembali lagi ke perpustakaan untuk bertemu dengan ana sempat terfikirkan. Tetapi dilain pihak, iskandar mengajak Ferdi untuk melakukkan ansamble. Yaitu Ferdi bermain suling, dan dia bermain piano. Akhirnya Ferdi turuti ajakan Iskandar itu, dia berfikir curhat sama Anna bisa lain waktu.
Beberapa lagu mereka mainkan dan akhirnya beberapa teman dari Iskandar pun datang. Diam-diam, Ferdi meninggalkan Iskandar tanpa sepengetahuannya. Ferdi kembali ke perpustakaan.
Di sana, sudah ada Aditia dan beberapa temannya. Tetapi, kemana Anna? Ah mungkin dia sudah pergi dari perpustakaan ini.
Ferdi tidak memikirkan kemana Anna pergi, karena, belum tentu Anna memikirkan Ferdi berada. Itulah juga prinsip Ferdi.
Tapi, prinsip itu kurang kuat, karena, di benak Ferdi saat itu hanya tertera nama Indri, yang belum tentu juga di benak Indri ada nama Ferdi.
”Fer, sinih duduk bareng kami!” Sapa Aditia dari tempatnya duduk.
Ferdi menuju mereka.
”Eh Dit, kok gue jadi pengen ngomong suatu hal sama loh Yah?” Kata Ferdi sambil jalan menghampiri lalu duduk tepat di kanan Aditia.
”Ngomong apaan? Ngomong aja lagi.” Kata Aditia dengan setengah tertawa sambil membulak-balikkan halaman buku yang dia pegang.
” Gini, Gue lagi ngincer salah satu siswi 1-4. Gue sayang banget sama dia Dit.” Kata Ferdi sambil memelankan nadanya dan menundukkan kepalanya di meja.
”Oh…, emangnya, siapa sih yang lo Incer? Bilang aja siapa tahu gua kenal orangnya. Dan kebetulan di sini ada siswa dari 1-4 namanya Arman. Arman pasti kenal orangnya.” Kata Aditia masih setengah tertawa.
”Namanya siapa Fer? Kalau nggak inisialnya deh!” Tanya Arman penasaran.
”Depannya I, tengah D, dan huruf belakangnya I.” Kata Ferdi sambil mengetuk-ngetukan jarinya ke meja.
Beberapa nama mereka ajukkan dan terdapat sebua nama yang cocok dari inisial tersebut.
”Iya, diah nama ke tiga yang lo sebut.” Katanya dengan nada senang.
”Oh… Indriasari. Dia orang pintar loh, cantik, dan manis. Dia aktif Tanya-tanya kalau di kelas. Dia saingannya si Nia kalau belajar di kelas.” Kata Arman sambil menjelaskan kepada Ferdi dengan panjang lebar.
“hmmm… gitu yah.” Kata Ferdi.
”Eh Dit, tadi pas lo masuk ke sini, lo liat Anna nggak?” Kata Ferdi membelokkan pembicaraan.
”Anna? Tadi Sempet gua liat sih, tadi dia lagi baca komik deh di sini. Terus dia keluar dan sekarang nggak tahu deh dia kemana. Emangnya ada apa dengan Anna? Dan sebenernya yang kita bahas itu Indri apa Anna Sih?” Kata Aditia sambil memegangi kepalanya.
”Nggak, kan gini, tadi kita sempat ngobrol di sini. Terus gue tinggalin dia di sini. Gue nyesel, udah ninggalin dia. Abis, gue muak sama dia, setiap gue ngobrol sama dia, pasti dia selalu berdakwah di depan gueh. Tapi setelah gue fikirin lagi, Anna Cuma mau menyampaikan apa yang dia dapatkan ke gueh. Gimana dong Dit? Gue mau minta maaf!”
”Udahlah nyantai aja! Eh lo mau kekantin kagak? Gua mau jajan nih.” Kata Aditia yang ikut membelokan topik pembicaraan.
”Yaudah, gue ikut deh.” Jawab Ferdi sambil bangkit dari kursinya.
Dalam benaknya dia berharap, semoga di sana ada Indri. Dan betul saja, Indri bersama teman-temannya sedang membeli jajanan. Mungkin dia lagi istirahat waktu itu.
”Nah, itu orangnya Dit!” Kata Arman sambil menunjuk sesosok wanita yang tidak asing lagi buat Ferdi yaitu Indri sambil duduk di bangku panjang kantin.
”Oh…, orangnya itu. Cantik yah! Gimana, mau ngobrol sama dia nggak? Entar gua kesanah deh buat manggil dia.” Kata Aditia juga sambil menunjuk-nunjuk Indri dan menyusul untuk duduk.
”Boleh Dit, tapi jangan bilang gue yang manggil yah!” Jawab Ferdi setengah ragu-ragu yang mengikuti mereka duduk.
”yah… kalau gitu caranya gimana dong? Entar disangkanya gua ngerjain dia. Kalau gitu gua kagak mau.” Kata Aditia yang mulai bangkit dari kursi kantin itu.
“Hmmmm, gimana yah…” Ferdi memutar-mutar otaknya untuk memutuskan sebuah pilihan. Suasana hening sejenak antara mereka bertiga.
Hingga akhirnya suara langkah-langkah cepat sepatu menghampiri mereka. Beberapa siswi lewat di depan meja mereka menuju keluar pintu kantin. Salah satunya adalah Indri,. Sebenarnya dia melihat Ferdi, namun sepatah kata pun dari Indri, tidak terucapkan untuknya.
Ferdi masih menganggap itu rasional, mungkin Indri sedang cukup sibuk waktu itu.
“Huh… Lewatkan!” Kata Aditia sambil menepuk pundak Ferdi dengan nada menyesal.
Dan akhirnya, Ferdi dan beberapa temannya pun pergi meninggalkan kantin tersebut. Mereka pun sudah lupa akan tujuan mereka untuk jajan, hanya karena sesosok Indri yang lewat di depan mereka.
“Indri, semoga kau dalam lindungan tuhan yang maha esa serta diberikan kekuatan dalam menjalani itu semua. Itu adalah kemauanmu, aku tidak dapat melarangmu. Karena, kita belum terikat sebua komitment. Semoga kau selalu kuat menjalaninya.” Doa Ferdi dalam hati.
Ferdi dan teman-temanya pun berpisah di pintu kantin. Ferdi kembali ke ruang BK dan terlihat Iskandar duduk seorang diri.
”Hai Ferdi! Nggak sopan lo ninggalin gue sendirian. Kagak bilang-bilang lagi lo kemana.” Kata Iskandar dengan kesal.
”Maaf Kak, saya nggak sempat bilang karena urusannya mendadak. Dan juga Kakak serius banget ngiringin teman-teman kakak itu.” Jawab Ferdi mencari alasan, agar Iskandar tidak semakin marah.
”Tahu nggak loh, gue ampe tidur di sini karena udah lama teman-teman gue pergi ninggalin gue karena mereka ingin balik. Sini loh! Temenin gue ampe jemputan gue datang. Dan liat, kalau lo pergi lagi dan nggak bilang ama gueh, akan terjadi sesuatu pada loh.” Kata Iskandar dengan nada mengancam.
”baik kak.” Jawabnya singkat.
Mereka pun melanjutkan bermain ansamble. Sampai akhirnya jemputan iskandar pun datang.
Iskandar berpamitan dan berkata:”Fer, maafin gueh, gue bukan marah-marah sama loh. Gue Cuma ingin bikin lo bisa lebih menghormati orang lain. Ngertikan loh?”
”Iya kak, memang, semua ini salahku Kak. Kak, maafkan aku sepenuh hati kakak!” Kata Ferdi sambil menjabat tangan Iskandar.
”Iya, kakak maafin deh. OK Fer, gue pulang dulu yah! Nanti lain kalih kita ngobrol-ngobrol lagi.” Kata Iskandar sambil meremas-remas tangan Ferdi lalu melepaskan Tangannya.
Iskandar pun pergi. Dan sekarang Ferdi, dia bingung, pulang apa santai-santai dulu di sekolah.
Lama Ferdi duduk termenung di ruang BK yang pada saat itu hanya dia yang berada di ruang tersebut. Sekali-kali dia melirik keluar ruangan, tetapi tak ada satu orang pun yang lewat di depan ruang itu. Karena, sebagian besar siswa, sudah meninggalkan sekolah.
Tiba-tiba, terdengar langkah cepat sepatu. Suara itu semakin mendekat ke telinga Ferdi.“Siapa yah, hari gini jaklannya cepet banget.” Ferdi memperhatikan dengan seksama orang yang berjalan itu.
Ternyata orang itu adalah Anna. Dia berjalan hampir melewati ruang BK. Ferdi bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Anna. Ferdi sangat terkejut, ketika dia melihat wajah Anna yang benar-benar kusut.
”Ann, kamu kenapa, apakah kamu habis dapet masalah? Sebaiknya kamu ceritain aja deh. Siapa tau aku bisa Bantu kamu.” Anna hanya terdiam mendengar pertanyaan Ferdi.
”Anna…, kalau kamu diem kayak gini, mana aku tau apa yang terjadi sama kamu!” Mereka pun saling berpandangan, Ferdi menangkap kesedihan yang mendalam di mata Anna.
”Ann…, nggak usah ditahan! Kamu keluarin aja!” Dengan spontan, Anna langsung mendekap tubuh Ferdi dan menangis sejadi-jadinya di dada Ferdi. Ferdi cukup terkejut mendapat reaksi seperti itu. Dengan sigap, Ferdi membawa Anna kedalam ruangan BK dan memerintahkan Anna untuk duduk di salah satu korsi yang tersedia di sana. Anna masih menangis pada saat itu. Ferdi menutup pintu ruang tersebut lalu duduk di hadapan Anna. Ferdi berusaha menenangkan Anna.
”Anna… Tolong cerita deh! Kamu kenapa?” Kata Ferdi ketika Anna mulai tenang.
”Fer, Aryanto Fer!” Kata Anna diiringi tangisnya.
”Kenapa dia?”
Anna kembali menangis.
”Dia menghianatiku! Aku melihat dia di kantin lagi suap-suapan sambil… sama cewek lain. Aku nggak terima Fer! Aku dibohongin! Semua kata-kata yang dia ucapkan kepadaku itu ternyata hanya dusta belaka!” Tangis Anna kembali menjadi-jadi. Ferdi hanya menarik nafas mendengar apa yang Anna ceritakan. Ferdi kembali berusaha menenangkan Anna.
”Sudah Ann sudah! Nggak usah nangis! Masih banyak cowok yang lebih baik dari Aryanto. Nanti Aku minta kejelasan darinya!”. Anna hanya terdiam mendengar kata-kata Ferdi. Dengan spontan, Ferdi bangkit dari korsinya lalu membuka pintu ruang BK. Setelah itu, Ferdi membuka tasnya untuk mencari kamera tersembunyi dan TV layar mini pengontrol miliknya. Memang, dia selalu membawa itu semua untuk persiapan jika ada kejadian-kejadian penting. Setelah ketemu, Dia pun mengeluarkan benda-benda tersebut dari tasnya lalu dia mempersiapkan pengoprasian benda-benda tersebut. Anna hanya bisa menatap Ferdi yang sedang sibuk men-setting.
”Nah sudah siap! Anna, tolong kamu pakai head set ini, untuk mendengarkan semua pembicaraanku dengannya! Dan perhatikan juga layar ini baik-baik!” Anna hanya menurut saja apa yang diperintahkan Ferdi. Setelah menyampaikan beberapa intruksi kepada Anna, Ferdi pun langsung meninggalkan Anna sendirian di ruang itu sambil membawa kamera tersembunyinnya. Dia mengelilingi seluruh sudut-sudut sekolah untuk mencari keberadaan Aryanto. Dan akhirnya, Dilihatlah Aryanto di salah satu toilet pria yang berada di lantai tiga. Dan, kondisi apa yang terlihat? Sungguh, suatu kejadian yang sangat-sangat tidak Ferdi harafkan. Aryanto dengan seorang siswi sedang (?) Di lantai toilet tersebut. Keadaan tubuh mereka sangat polos. Keadaan sekolah memang sudah sangat sepi waktu itu, jadi, mereka cukup aman untuk melakukkan itu semua. Tentu saja, dari layar pemantau, Anna cukup sedih menyaksikannya! Dia hanya bisa menangis menyaksikan kejadian-kejadian tersebut. Aryanto, mau pun siswi itu tidak mengetahui kehadiran Ferdi yang sedari tadi memperhatikan mereka. Karena, mereka dalam keadaan klimaks waktu itu, sehingga mereka tidak menyadari itu semua.
”Hentikan semua ini! Sungguh, apa yang kalian lakukkan saat ini adalah suatu perbuatan yang sangat-sangat terhina! Kalian tidak ubahnya seperti binatang!” Kata Ferdi dengan berapi-api. Aryanto sangat terkejut mendengar bentakan itu. ”Eh, lu jangan berceramah deh di depan gua. Persetan dengan itu semua. Sekarang, mau lu apa hah? Cepetan lu pergi sekarang sebelum gua naik pitam!”
”Kak, walau pun kakak di sini statusnya kakak kelas saya, saya tidak takut untuk membela kebenaran!” Kata Ferdi dengan penuh emosi.
Emosi Aryanto pun meledak-ledak setelah mendengar itu semua. Dan tanpa basa basi lagi, Aryanto pun mengepalkan tangannya kuat-kuat, dan dia meninju bagian perut Ferdi. Tetapi, Ferdi berhasil menangkisnya. Dan pertarungan satu lawan satu pun berlangsung saat itu.
Di ruang BK, Anna sangat hawatir melihat peristiwa yang sedang berlangsung itu. Saking paniknya, dengan spontan dia langsung keluar dari ruang tersebut dan menuju ke pos satpam sekolah. Di sana, ada dua orang satpam yang sedang bermain catur dengan asyiknya dan ditemani sepiring kacang kulit dan dua gelas kopi. Mereka adalah Pak Broto dan Pak Trisna.
”Pak, tolong Pak! Telah terjadi perkelahian di lantai tiga pak.” Kata Anna dengan nada panik ketika dia telah sampai di tempat itu. Spontan kedua satpam itu bergegas berlari ke lantai tiga. Anna pun mengikuti mereka semua. Sesuai petunjuk dari Anna, kedua satpam itu langsung menuju toilet pria yang berada di lantai tiga.
Keadaan perkelahian masih cukup sengit antara Aryanto dengan Ferdi. Dan keadaan sudah mulai tidak seimbang lagi. Ferdi sudah cukup kelelahan menghadapi serangan Aryanto. Berkali-kali dia terjatuh di lantai karena mendapat tendangan dari Aryanto. Memang, Ferdi waktu itu belum siap untuk melakukan perkelahian karena dia sudah cukup lelah seharian berputar-putar di sekolah. ”Hentikan…!” Teriak satpam itu. Pertarungan pun berhenti. “Ada apa ini? Kenapa bisa terjadi seperti ini?” Lanjut Pak Broto dengan nada Emosi. “Kalian kira…, ini STPDN apa? Kalian ini maunya apa sih?” Kata Pak Trisna yang siap-siap mengacungkan tinjunya.
”Pak, Dia melakukkan…” Kata Ferdi dengan nada lemah.”Bohong…! Dia Bohong Pak! Saya Cuma membuang air kecil doang di sini, eh tau-tau saya langsung dihajar sama Ferdi.” Potong Aryanto dengan nada mengelak.
”Jangan mengelak! Saya punya bukti-bukti yang kuat atas apa yang kamu lakukkan!” Ferdi langsung mengeluarkan kamera tersembunyinnya dan memperlihatkan rekaman ulang dari kejadian yang menyebabkan perkelahian tersebut. ”Ini apa? Kamu Fikir yang ngelakuin ini setan? Kalau gitu mungkin kamu setannya.”. Aryanto mencoba merebut kamera yang sedang dipegang Ferdi, tetapi Ferdi langsung menendang alat Fitalnya sehingga dia terjatuh dan tidak berdaya. Kedua satpam itu langsung membawa Aryanto untuk diproses lebih lanjut.
Lalu, bagai mana nasip siswi itu? Anna mengontrol toilet tersebut dan terlihatlah siswi itu tak sadarkan diri. “Anna, hentikan! Biar semua ini polisi yang mengurus. Tinggalkan dia secepatnya!” Teriak Ferdi ketika dia melihat Anna hamper menyentuh siswi itu.
Anna pun menuruti Ferdi untuk meninggalkan siswi itu. Anna tidak dapat berbicara apa-apa lagi atas semua yang dia lihat. Ferdi langsung membawa Anna turun dari lantai tersebut dan menuju BK.
Di ruang BK, sudah terdapat beberapa orang yang mengintrogasi Aryanto. Dan salah satunya adalah polisi. ”Pak, ditkp masih ada korban, dan kami tidak berani untuk menanganinya!” Kata Ferdi sesampainya dia di ruang itu. Polisi itu langsung mengerahkan timnya untuk menuju ke daerah TKP dan langsung mengamankan Korban. Korban yang masih dalam keadaan terbius itu, belum juga sadarkan diri.
Anna dan Ferdi pun dimintakan kesaksiannya atas peristiwa tersebut. Kejadian itu pun di ceritakan oleh Ferdi dengan sejelas-jelasnya. Anna tak dapat berkomentar karena dia masih shok.
Hampir dua jam Ferdi diintrogasi dan dua jam itu juga Anna hanya terdiam. Setelah semuanya selesai, Ferdi dan Anna dipersilahkan meninggalkan ruangan.
Anna pun diajak mampir ke warung kopi yang berada tepat di depan sekolah mereka.
“Kenapa neng?” Tanya Ibu pedagang di warung kopi itu ketika melihat wajah Anna yang sangat pucat.
“Bu, tolong buatkan dua teh hangat!” Kata Ferdi kepada Ibu pedagang di warung kopi itu.
“Tolong kamu minum yah, agar kamu lebih tenang!” Kata Ferdi ketika pedagang itu telah menyuguhkan teh itu.
“Makasi Fer.” Anna mulai bicara lagi setelah dua jam membisu. Mereka pun meminum teh itu hingga habis.
“Fer…, aku pulang duluan yah! Sekali lagi terimakasi.” Kata Anna yang mulai terlihat lebih tenang.
“Aku anterin pulang yah!” Kata Ferdi dengan simpatik.
“Nggak, terimakasi, aku masih sanggup pulang sendiri.”
“Beneran, kamu nggak apa-apa? Soalnya, aku merasa bertanggung jawab sama keadaan kamu saat ini.” Tanya Ferdi untuk meyakinkan keputusan Anna.
“Aku percaya, Allah SWT akan melindungiku. Semua yang telah kamu lakuin juga udah cukup kok buatku.” Jawab Anna penuh keyakinan.
“Yaudah, hati-hati yah!” Kata Ferdi yang entah mengapa menjadi tambah simpatik sama Anna. Dan akhirnya, Anna pun meninggalkan Ferdi.
“Berapa bu semuanya?” Tanya Ferdi kepada pedagang itu.
“Just three thousand rupias. ” Kata Sang Ibu dengan narsisnya.
“OK, never mind.” Ferdi membalas sambil memberikan uang ke ibu itu. Sang ibu hanya tersenyum karena dia masih belum bener-bener mengerti apa artinya “Never mind.”
“Saya teh nggak main-main atuh, harganya memang tiga ribu kok, ” Kata Ibu itu.
“Iya-iya, saya tau, yaudah makasi yah Bu!” Kata Ferdi sambil tersenyum dan pamitan ke Ibu itu.
Pada waktu yang bersamaan, HP Ferdi pun berdering.
“Halo.” Sapa Ferdi.
“Ini dhen Ferdi-kan?” Jawab penelepon dengan logat jawa medoknya.
“Ya, ini siapa?”.
“Ini Pak topo, dhen masih disekolah?”. Tanya penelepon yang ternyata sopirnya Ferdi.
“Oh…, Iya Pak!”
“Oh… Al-hamdulillah. Bentar lagi Bapak sampe kok, tunggu di gerbang yah!” Kata Pak topo dengan nada lega.
“Baik Pak.” Jawab Ferdi yang langsung menutup telponnya.
Pak Topo adalah seorang sopir yang cukup penyabar, dan siap diperintah-perintah tanpa membantah selagi itu baik. Memang, dia sudah lama mengabdi di keluarga Ferdi, sejak Ferdi masih kecil. Ferdi pun sering dekat dengannya, curhat tentang masalah yang dia alami, dan Pak Topo dengan senang hati mendengarkannya tanpa keberatan dan memberikan solusi semampuhnya.
Tak lama kemudian, terlihat sebua mobil sedan, masuk ke halaman itu sambil membunyikan klakson. Itu adalah jemputan Ferdi.
Dia langsung berlari menuju mobil itu lalu masuk ke sebelah kiri ruang kemudi, dan langsung menutup pintunya.
“Sorry dhen, hehehe…, Bapak ketiduran, semalam habis nonton bola. Solnya dari jam delapan pagi sampai jam sebelas siang, Bapak sibuk dan nggak bisa mencuri waktu tidur. Mulai jam sebelas, Bapak mulai santai karena biasanya Bapak harus jemput Adhen jam satuan. Yaudah, Bapak santai-santai di saung dekat rumah Adhen eh…, kebablasan. Hehehe… Dan pas Bapak bangun, langsung aja Bapak Tuancap gas jemput Adhen.” Kata Pak topo sambil mmemutar balik mobil itu untuk meninggalkan sekolah.
Ferdi hanya mendengarkan saja keterangannya. Sambil berjalan, Pak topo terus berbicara tentang serunya pertandingan itu. Lalu Memaki-maki tim yang didukungnya karena kalah diakhir pertandingan.
Ferdi, yang kurang terlalu suka dengan sepak bola, hanya duduk manis mendengarkan ocehan Pak Topo.
Tak terasa, mobil hampir memasuki halaman gerbang rumah Ferdi, namun berhenti tepat di depan pintu gerbang yang masih terkunci. Pak topo menarik rem tangan mobil dan mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Ternyata yang dikeluarkan adalah kunci gerbang rumah.
“Biar saya yang buka Pak! Bapak masukin mobilnya saja.” Kata Ferdi ketika Pak Topo mau membuka pintu mobil untuk membukakan pintu gerbang.
“oh… ya sudah dhen.” Kata Pak Topo sambil melemparkan kunci itu ke tangan Ferdi.
Ferdi turun dari mobil dan langsung membuka gembok pintu gerbang itu. Setelah itu dia langsung masuk dan terdengar raungan mesin mobil yang juga masuk mengikutinya. Di halaman rumah tampak tanaman-tanaman hias dalam pot dan kolam kecil dengan air mancur serta burung-burung berada dalam sangkar yang berkicau riang. Ferdi sudah berada di depan pintu rumah dan dia membuka pintu itu lalu masuk. Kembali dia tutup pintu itu dan langsung menuju kamarnya.
Kamarnya cukup berantakan, dengan buku-buku yang berserakan, dan barang-barang seperti I pot, novel Harry Potter serta kaset film-nya yang menumpuk asal saja diatas meja komputer, hampir membuat kamarnya mirip kapal pecah. Belum lagi pakaian yang tergantung di dinding, yang sudah berbau kringat, ikut merusak suasana. Foto-foto cewek seksi menempel di dinding dengan ekspresi tersenyum.
Namun Ferdi tidak menghiraukan itu semua, karena itu sudah hal yang amat biasa baginya.
Sejuknya AC di kamarnya mendorong keinginannya untuk cepat-cepat merebahkan dirinya di kasur spring bad yang empuk seperti roti yang baru mateng, sehingga dia cepat-cepat membuka sepatunya dan mengganti pakaiannya. Setelah semuanya selesai, dia pun langsung menggabrukan dirinya di tempat tidur lalu tertidur pulas setelah memandangi foto cewek terseksi di dinding kamarnya.