Garpu dan perilaku inilah membuat Tingit hilang kepercayaan kepada Putri Adna karena pernah dikhianati dengan alasan sayang yang membocorkan kepada Raja Sendok dan Ratu Garpu tanpa memperdulikan akibat ke depannya.
Tapi saya menyukai Putri Adna yang memberi nasihat yang menyejukkan seperti “Ya udah sabar saja” dan perkataan saat bertemu di pendopo Kerajaan Amradanug tempat kami belajar bersama yakni “Itu diatas seperti mahkota, padahal tidak mengenakannya, dan auramu mempesona, cantik say”.
Bro. sekarang Tingit tinggal di rumahnya temen sepermainan saat kecil dulu, namanya Kea. Rumahnya di dekat perkotaan, jadi enak deh kalau mau hunting-hunting sesuatu.
Suatu malam, yang sunyi dan hanya diterangi oleh lolongan serigala “Auuuum….” dan teriakan Nij sebentar “Hush”. Tingit mengirimkan persembahan kepada mereka, yakni, makanan sisa, daripada di buang, mending dikasih mereka dan tiba-tiba ada seekor burung beo datang “Halla memberkatimu hingga akhir hayatmu, neo, eo, aaak” sambil mengepakkan sayapnya yang putih terang bergemerlapan. Rasanya pingin usil deh, toh katanya sudah diberkati, jadi bisa seenaknya deh bro, tapi dimakan sama Nij ngga yaaaa…..haha, cobain aaaah…..
Keluar dipan, menuju rumah sebelah sambil mendengking “Hi hi hi hi hi hi, Akjhu Raja dari Nij, telah membebaskan kalian dari kutukan! Keluarlah, dengarlah suara anak buahku” yang kebetulan disahuti oleh serigala “auuuum…”
Serentak semua pendudukpun keluar “Horeeee……..” dan saat melihat seorang yang berdiri yakni Tingit, sang Putri Raja “Astaga…..jadi si gila usil, tapi untung juga siiih, kita jadi tahu selama ini sudah di bohongi sama Raja Sendok dan Ratu Garpu”, “haha, tau rasa deh, kejam sih, kena deh batunya” sahut Tingit, emang enak, terima tuh perkataan pedes dan huru-hara para penduduk yang bersorak sorai ke pusat Kerajaan Bumi. Sambil ngumpet mengendap-endap keluar dari kerumunan karena terseret oleh massa, menuju ke rumah teman, yang disambut olehnya di depan pintu “Ya ampun, haha, lucu mainannya”, “Huh, lucu apanya, kasihan tahu, tapi….bukan aku yang ngomporin loooh, mereka yang bergerak sendiri, jadiiii ya sudah deh….biarin saja, mau di halau, nannanti….aku yang kena, tapi kamu jadi saksi yah bro, aku ngga ikutan”, “Oke deh yang mulia Putri” sekeluarga bersahutan secara berbarengan dan menggiring Tingit masuk ke kamar..
Soal perkataan pedes pun Tingit terngiang kembali yang membuat air mata menetes dan “Hiks, huhu, haha. hihi” karena membayangkan mendapat langsung dan berhadapan dengan Raja Sendok dan Ratu Garpu di Istana “Kamu tuh pasti emosinya meledak-ledak di tempat kerjamu, mengatur orang lain, eh kamu mau ngomong apa hah? Pengawal ambil cabai rawit, masukkan ke dalam mulutnya! Lekas! Atau kalian semua di penggal!” “Ampun paduka” sahut mereka sambil memegang seluruh tubuh Tingit dan menjejalkan cabai rawit “Ss..ahh….”, “Eh sialan kamu berani mendesah di depan kami! Pengawal, cambuk dia!”, “Baik” sahut satu pengawal yang membawa gada berduri “Buk…bak….”, “Ampuuuunn….ayahanda, ampun ibunda, ampuuun