Di sebuah kampung, sebut saja kampung damai sentosa yang terletak di sebelah ujung barat agak ketengah sedikit dari pulau jawa, ada seorang ustadz, sebut saja namanya ustadz qomarudin atau akrab dipanggil ustadz Qomar. Ustadz ini sangat terkenal dengan ceramah-ceramah agama yang terkesan berbeda dan penuh inspirasi. Orang-orang sangat memuji kepandaian dia dalam beretorika hingga pujian selalu datang kepadanya setiap beliau selesai menyampaikan ceramah. Ibu-ibu yang bersatus janda mau pun yang bersuami pun ikut memujinya di majelis-majelis ta’lim, di tukang sayur, di arisan-arisan, di Puskesmas, di counter ponsel, di warung nasi uduk, di taman kanak-kanak, di warung bakso, di salon kecantikan, dan di mana saja ibu-ibu kampung Damai Sentosa berkumpul, maka topik yang paling seru untuk dibicarakan adalah kepiawaian ustadz qomar dalam berceramah.
Hingga suatu saat, Ibu Qomariah, isteri dari ustadz qomarudin, mulai panas hatinya karena mendengar ibu-ibu itu selalu memuji-muji suaminya. Akan tetapi kecemburuan Bu Qomariah tidak pernah ditampakan kepada suaminya. Hingga suatu kesempatan, Bu Qomariah menyampaikan konfrensi pers kepada sekumpulan ibu-ibu yang mana pernyataan Bu Qomariah cukup mengagetkan mereka.
“Ibu-ibu semua, jangan salah sangka. Sebetulnya Si qomarudin suami saya itu, enggak becus memberikan ceramah. Sebenarnya sayalah yang melatih qomarudin dalam berceramah sebelum dia naik podium.” Kata Bu Qomariah dengan penuh keyakinan.
Sontak Ibu-ibu tidak percaya dengan apa yang dikatakan Bu Qomariah.
“Ah, masak iya? Seorang Bu qomariah yang sd aja gak lulus, mengajari ustadz qomarudin yang lulusan Gontor? Bu Qomariah ini ada-ada saja hahahaha…,” Celetuk ibu Tuti, seorang janda desa Damai Sentosa yang baru dicerai suaminya yang pencemburu itu.
Kecantikan Bu Tuti kalau mau dibilang memang di atas kecantikan Ibu Qomariah. Ibu Tuti ini juga sudah lama kenal dengan Ibu Qomariah dan suaminya. Otak Ibu Qomariah makin mendidih, namun sebisa mungkin ia tahan. Rasa-rasanya Ibu Qomariah ingin melepaskan kerudung Bu Tuti kemudian menjambak rambutnya hingga rontok semua. Karena bisik-bisik tetangga yang sampai ke telinga Bu Qomariah pun, Ibu Tuti menurut pengakuannya, dia bersedia dipoligami oleh ustadz Qomarudin, kalau memang ustadz Qomarudin bersedia. Lalu, kasak-kusuk yang tengah beredar hangat di tengah warga kampung, ternyata Pak Kades yang sudah memiliki tiga isteri itu, turut andil menangani proses pencomblangan antara Bu Tuti dan Ustadz Qomarudin.
“Apa yang saya dapat harapkan sebagai seorang janda, selain dapat menikah dengan orang Soleh macam ustadz Qomarudin, meski pun hanya menjadi isteri keduanya. Saya yakin saya bisa memberikan pelayanan terbaik kepada ustadz Qomarudin, jauh lebih baik dari pada si Kokom isteri pertamanya.” Ungkapan Bu Tuti kepada isteri pertama Pak Kades yang sebenarnya adalah sahabat dekat Bu Qomariah sendiri semenjak kecil.
Bu Qomariah hanya ber-istighfar dalam hati dan menyadari sepenuhnya bahwa Bu Qomariah adalah suami dari seorang tokoh masyarakat yang amat disegani, sebisa mungkin Ibu Qomariah harus pandai menahan emosi karena selentingan gosip tersebutlah yang terus-menerus membakar daun telinganya.
“Oh jadi kalian tetap gak percaya? Liat nanti pada acara Maulid akbar bulan depan, Si Qomarudin Bin Harun AlRasyid itu, akan memberikan ceramah yang tidak seperti biasanya, Abis itu kalian bisa menilai apakah omongan saya benar atau tidak…”
Hari-hari pun berlalu, Ibu qomariah sibuk mempercantik dirinya, ia menggunakan tabungannya untuk melakukan perawatan tubuh di salon kecantikan. Hingga Ibu qomariah terlihat makin hari makin cantik, hal itu pun dirasakan oleh ustadz qomarudin. Bukan itu saja, Ibu qomariah mengubah sikapnya menjadi amat romantis kepada suaminya.
Hingga suatu malam Bu qomariah memberikan servis terbaiknya kepada ustadz qomarudin hingga membuat beliau lupa akan segala hal. Dalam servisnya Bu Qomariah berkata kepada suaminya dengan sangat mesra dan dengan intonasi suara yang aduhai, yang mana ustadz qomarudin tidak pernah mendengar intonasi itu sebelumnya,
“Abiiii…,”
“Iya Umiii…,”
“Alhamdulillah, Allah ta’ala sekarang menganugerahkan Abi rizki yang amat sangat berlimpah, sehingga kita hidup berkecukupan bahkan lebih dari cukup.”
“Iya alhamdulillah, itu juga berkat doa dan dukungan Umi dan anak-anak…”
“Dan apa Abi masih ingat apa janji Abi ketika kita baru menikah?” Intonasi bicara Bu Qomariah makin menghanyutkan ustadz qomarudin.
“Iya, Abi ingat… Abi akan mengajak Umi Umrah ke tanah suci sekalian berbulan madu di sanah. Tapi Abi minta maaf, karena hal itu belum terlaksana mengingat kesibukan Abi berdakwah.”
“Iya, Umi paham betul kesibukan Abi. Nah beberapa minggu kedapankan Abi kosong jadwal untuk berceramah… Alhamdulillah Umi udah booking tiket untuk kita umrah, hasil dari umi menyisihkan uang selama ini. Insya Allah kita berangkat besok, alhamdulillah kita dapat paket promo jadi lebih murah tapi tetap berkualitas. Abi bisakan?”
Sejenak ustadz qomarudin termenung karena mengingat dia harus mempersiapkan ceramah pentingnya pada acara maulid akbar yang dihadiri oleh Bapak gubernur.
“Ya kalau emang Abi gak bisa ya gak papa, Umi batalin aja.” Bu Qomariah menunjukan mimik kecewanya kepada suaminya. Hingga membuat suaminya amat sangat tidak tega.
“Iya-iya Abi bisa, kebetulan kan Abi juga akan berceramah tentang sejarah rasulullah bersama sahabat-sahabatnya dalam memperjuangkan Islam, akan lebih mantap lagi kalau Abi bisa menziarahi makam beliau dan sekaligus mengunjungi dua kota suci tersebut, alhamdulillah, ini memang suatu kebetulan yang benar-benar Allah rencanakan untuk Abi…”
Singkat cerita, berangkatlah mereka umrah ke tanah suci. Mereka beribadah di sana dengan penuh khusyuk dan rasa syukur atas segala anugerah yang Allah berikan kepada mereka. Hingga kebahagiaan masuk ke dalam relung-relung hati mereka. Di sana, disela-sela kesibukan mereka dalam beribadah, Bu Qomariah terus memberikan servis bulan madu yang teramat indah dan istimewa kepada suaminya, sehingga ustadz qomarudin benar-benar berada di puncak keindahan yang tiada tara seolah mereka berdua seperti seorang pangeran dan tuan puteri yang sedang dimabuk asmara. Mereka mengunjungi banyak tempat bersejarah, dengan penuh keromantisan dan keintiman sepasang pengantin baru. Hal itu dipermanis dengan berwisata kuliner mencicipi makanan lezat khas timur tengah dan eropa yang seumur hidup baru mereka kecap di lidah mereka. Ternyata bukan hanya mengunjungi kedua kota suci Mekah dan Madinah, mereka pun berkesempatan mengunjungi negara Turki.
Hingga suatu saat, di tengah keindahan kota Istanbul itu, di dalam kemewahan hotel kelas satu yang mereka tempati, bu Qomariah berkata, “Happy marriage anniversary oh my beloved husband, Ana uhibuka abadan, abadan, minal dunia ilal Jannah, hanya engkaulah lelaki yang aku inginkan untuk menemani hidupku hingga ke alam keabadian.” Lalu Bu Qomariah mengecup kening suaminya dengan penuh perasaan dan penghayatan.
Kedua bahasa asing yang diucapkannya dengan sangat pasyeh serta dengan memukaunya intonasi pengucapan kalimat-kalimat tersebut, membuat ustadz qomarudin terbius sesaat dengan apa yang tengah dipersembahkan Bu Qomariah saat itu, Bu Qomariah benar-benar mengubah dirinya seperti tuan puteri Arab yang pernah tinggal di Eropa, kemudian menikah dengan Ustadz Qomarudin yang seolah tengah kejatuhan durian runtuh, dan inilah mungkin selama 25 tahun pernikahan mereka, menjadi malam pertama mereka yang sesungguh-sungguhnya berkesan.
Akhirnya selesailah, ibadah umrah dan acara bulan madu mereka. Ustadz Qomarudin benar-benar dibuat terkesan oleh isterinya baik lahiriah mau pun bathiniah, dan ternyata, kepulangan ustadz qomar terjadi pada hari dimana beliau akan memberikan ceramah pada acara Maulid akbar bersama Bapak Gubernur. Ustadz qomarudin adalah jenis orang yang harus mengkonsep sebelum beliau memberikan ceramah, sehingga dengan begitu ceramah-ceramah beliau menjadi berqwalitas dan berkarakter. Akan tetapi beberapa minggu belakangan ini, ustadz qomar, memang benar-benar disibukan oleh ibadah umrah dan bulan madu bersama isterinya, sehingga jangankan mengkonsep ceramah, bahkan untuk memikirkan pun ustadz Qomar memang benar-benar tidak memiliki waktu. Namun apa daya, malang tidak dapat ditolak, untung tak dapat diraih.
Setibanya di bandara, ustadz Qomar harus langsung menuju ke lokasi acara, tanpa harus singgah lagi di rumah. Ustadz Qomar benar-benar merasakan keringat dingin dan rasa gemetar yang tiada tara. Namun memang semenjak dari bandara, para pengagum setianya sudah standby ikut menyambut kedatangan ustadz qomar, kemudian mereka semua membawa ustadz Qomar ke lokasi acara.
Kibaran spanduk yang bertulisan “Peranan Rasulullah dan para Sahabat dalam Mengajarkan serta Mengenalkan Islam ke seluruh penjuru Dunia” ikut menyambut kedatangan ustadz Qomarudin ke dalam acara Maulid akbar tersebut. Tibalah saat ustadz Qomar memberikan ceramah. Terasa lemas seluruh tubuh ustadz qomar sehingga untuk menuju podium pun beliau tidak sanggup, keringat dingin terus saja bercucuran, namun pengagum setianya menganggap ustadz qomar hanyalah kelelahan. Dipapahlah ustadz qomar ke atas podium oleh panitia acara, dengan wajah beliau yang tidak tergambarkan ekspresinya. Ustadz qomar meminta kursi oleh panitia. Hal ini bukanlah kebiasaan ustadz Qomar, biasanya beliau selalu menyampaikan ceramah dengan berdiri dan berapi-api seperti Habib Rizik Shihab.
Beliau hanya memberikan ceramah yang membangkitkan motivasi dalam mengkisahkan tokoh-tokoh inspiratif, yang tidak menutup kemungkinan juga, dia sering memberikan inspirasi dari tokoh barat yang masih hidup mau pun yang sudah berpulang, serta tentunya telah beliau kemas sedemikian rupa sehingga menjadi tepat sasaran untuk disampaikan sebagai ceramah agama dengan menceritakan pula tokoh-tokoh ilmuwan muslim yang pernah hidup pada zaman kejayaan islam, bahkan beberapa cendikiawan muslim pun yang masih hidup pun ikut dibahas tuntas oleh ustadz Qomarudin. Sering kali ustadz Qomar mengajak para hadirin untuk turut mendoakan para tokoh-tokoh inspiratif barat yang masih hidup itu agar Allah ta’ala menurunkan hidayah kepada hati-hati mereka.
Ustadz Qomarudin memiliki perpustakaan pribadi di rumahnya, sebagai bahan bacaan bagi ceramah-ceramahnya. Teramat sangat jarang ia menggunakan layanan internet, untuk mencari sumber data untuk ceramah-ceramahnya, karena ustadz Qomar tidak ingin isi ceramahnya terkesan umum. Maka dari itu, sejumlah buku baik terbitan dalam negeri dan luar negeri, senantiasa menghiasi perpustakaan pribadinya.
Tidak jarang juga, anak-anak sekitaran kampung, numpang membaca di perpustakaan ustadz Qomar di setiap akhir pekannya. Hal ini tentunya menghindari mereka dari berbuat maksiat yang biasanya terjadi di malam minggu. Dengan sibuknya mereka membaca buku di perpustakaan pribadi ustadz Qomarudin, tentunya mereka tidak sempat untuk berkencan dengan pacarnya. Cemilan gratis pun, seperti pisang goreng, bakwan goreng, lontong, dan cemilan sejenis lainnya, sering mereka dapatkan dari kedermawanan Ustadz Qomarudin dan Ibu Qomariah selama mereka berada di perpustakaan pribadi Ustadz Qomarudin. Sering juga mereka mendapatkan sedikit uang jajan dari Ustadz Qomarudin barang seribu atau dua ribu rupiah, tergantung dari kondisi keuangan ustadz Qomarudin saat itu.
Kembali ke acara Maulid Akbar, akibat kesibukan ustad Qomarudin yang selama beberapa minggu kebelakang ini bersama Ibu Qomariah, menyebabkan ceramah ustadz Qomarudin kali ini, akan menjadi sangat berbeda dari biasanya. Ustadz qomar membuka ceramah yang tak berkonsep itu dengan mengucapkan salam, kemudian hamdallah, dan Syahadat serta shalawat atas nabi S.A.W dengan suara gemetaran. Hal ini ditafsirkan oleh pengagum setia beliau sebagai ceramah yang penuh penghayatan tingkat tinggi.
Maka dari itu semua Jamaah yang menghadiri ceramah itu terkesima. Dari tukang bakso, hingga tukang soto. Dari tukang gado-gado hingga tukang keredok, dari tukang somai, hingga tukang batagor, mereka semua ikut menyimak. Hingga burung pipit yang tengah bertengger di pucuk pohon nangka, tidak ingin berkicau dan lebih memilih bertengger anggun seolah-oleh ikut mendengarkan ceramah beliau. Induk ayam sibuk menenangkan anak-anaknya yang tengah berkiyek-kiyek, mempersilahkan mereka semua untuk berlindung di bawah sayapnya yang penuh dengan kehangatan.
Sementara bathin ustadz qomar, bergolak seolah angin puting beliung dan gelombang tsunami tengah mengaduk-ngaduk perasaannya. Bapak gubernur dan Ibu Gubernur duduk berdampingan di kursi kehormatan terus menatap wajah ustadz Qomarudin yang mulai bersimbah peluh. Otak ustadz Qomar berhenti bekerja, seluruh kemampuan retorika berbicaranya hancur berkeping-keping, seperti kristal yang terjatuh ke lantai. Hatinya mengambil alih kerja otaknya, langsung mengirimkan segala kepingan kata-kata ke lisannya. Beliau mulai berkata dari fikiran bawah sadarnya, “Khadijah R.A adalah istri Rasulullah S.W.A yang paling setia… Hadijah adalah isteri Rasulullah yang paling setia.” Kata-kata itulah yang terus berulang-ulang. Dari kedua pelupuk matanya keluar carian bening, yang langsung bersumber dari hatinya.
“Saya bisa membaca kesetiaan Khadijah dari tatapan mata isteri saya.”
“Seolah Khadijah adalah isteri saya sendiri.”
Ustadz Qomarudin mulai terisak, dan selama 2 menit beliau hanya terisak. Jamaah ikut terisak dan ada pula yang mulai tergugu. Pak gubernur mulai berkaca-kaca matanya.
“Dua puluh lima tahun saya bersama Kokom,…,” Ustadz Umar semakin terisak dan tubuhnya mulai berguncang-guncang.
“Dia tidak pernah mengeluh sedetik pun…”
“Ketika tidak ada nasi dan lauk-pauk, Kokom, bersedia buat berpuasa senen kemis bersama saya. Sering kali kita buka puasa cuma dari nasi berkat selametan kalau saya diundang mimpin tahlilan…”
Ustadz qomar berusaha untuk mengendalikan emosinya…
“Kokom rela ngontrak di rumah petakan sama saya, meski pun Babehnya nyediain rumah yang lebih layak buat kami. Rumah petakan itu gentengnya sering bocor, dan airnya selalu menyiprati tempat tidur kami.”
“Saya bisa melihat kesetiaan Khadijah pada mata Kokom.”
Kata-kata itu diulangnya lagi dan lagi dengan penuh emosional. Seluruh jamaah telah tenggalam dalam tangisan mereka.
Tidak kalah juga Pak Gubernur dan isterinya.
“Tanpa Kokom, saya bukanlah penceramah hebat.”
Jamaah semakin keras menangisnya.
“Sebelum saya berceramah di depan Bapak dan Ibu, maka yang mendengarkan ceramah saya pertama kali adalah Kokom. Terkadang dia mendengarkan ceramah saya sambil masak, terkadang dia mendengarkan ceramah saya sambil nyuci atau ngepel, atau momong anak. Bahkan sebelum tidur dia bersedia untuk mendengarkan ceramah saya. Hingga ceramah saya seperti dongeng penghantar tidur buatnya.”
“Saya bisa melihat kesetiaan Kahdijah dari mata isteri saya.”
Diulangnya lagi kata itu dari lisannya yang masih dikendalikan oleh pikiran bawah sadarnya.
“Hingga hari-demi hari kehidupan kami meningkat, kami dapat mengontrak rumah yang lebih layak dan alhamdulillah kami dapat membeli seperangkat komputer meski pun bekas Bapaknya murid saya yang saya ajar di madrassa. Dengan komputer itu, konsep ceramah saya bisa terlihat lebih rapi tanpa harus mencoret-coret di atas kertas.”
“Dan dengan komputer itu, saya juga bisa mengerjakan terjemahan buku-buku islam yang masih berbahasa arab, dan kalau saya terlalu lelah namun dikejar dateline maka Kokomlah yang bantu saya untuk mengetik hingga jauh larut malam sambil menemani si bungsu kalau lagi rewel… Kokom rela membagi waktunya antara pekerjaan rumah tangga dengan ikut kursus komputer sehingga dapat membantu pekerjaan saya yang setumpuk itu.”
“Dan waktu itu datang, setelah dua puluh lima tahun perkawinan kami. Kokom memberikan hadiah kejutan untuk ulang tahun perkawinan kami. Sebuah perjalanan umrah yang amat berkesan, hasil tabungannya selama dua puluh lima tahun berumah tangga bersama saya, yang mungkin tak akan pernah terulang kembali hingga kami bertemu kematian.”
Waktu berceramah pun habis, ustadz Qomar memberikan kata-kata terakhirnya.
“Bapak…, Ibu…, hadirin semuanya…, ” Tatapan mata ustadz Qomar begitu memohon
lalu beliau melanjutkan kata-katanya.
“Hadirkanlah kesetiaan Khadijah R.A di rumah tangga kalian…, dan keindahan dalam berumah tangga akan terasa hingga kalian mencapai syurgaNya…, Wabilahi taufik Walhidayah, Wasalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu.”
Riuh tepuk tangan jamaah ikut mengiringi turunya ustadz Qomar dari podium kehormatan. Ceramah ustadz Qomar benar-benar membawa kesan kepada hadirin termasuk Bapak Gubernur dan isterinya, oleh karena itu Bapak Gubernur memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada ustadz Qomar sebagai Da’i yang penuh dengan inspirasi. Tidak itu saja, tabungan Bu Qomariah pun selama 25 tahun yang dipergunakan untuk umrah dan bulan madu bersama suaminya pun digantikan secara utuh oleh Bapak Gubernur, sekali gus Haji ONH plus yang juga diberikan oleh pemerintah profinsi setempat untuk ustadz Qomar dan Ibu Qomariah. Ustadz Qomarudin pun dimasukan ke dalam daftar para mubaligh yang direkomendasikan oleh departemen agama profinsi setempat.
Semua itu, menyadarkan seluruh pengagum Ustadz Qomarudin, bhawa dibalik kesuksesan ustadz Qomar, ada peranan penting Ibu Qomariah. Allah ta’ala pun, menggantikan seluruh pengorbanan Ibu Qomariah dengan nikmat dan keberkahan, dan pahala yang besar di akhirat.
Hasil dari bulan madu mereka, Bu Qomariah kembali melahirkan bayi laki-laki tampan yang mereka namakan Abdul Syakur Qomarudin. Mereka berharap Abdul Syakur gaungnya akan melebihi ustadz Qomarudin hingga keluar negeri mengalahkan gaung Almarhum KH. Zainudin MZ, yang sama-sama mereka gemari di masa hidupnya.