Arti Sebuah Pengorbanan Bagi Para Semut

Tret..tret.. suara rentetan terompet terdengar membahana di kota semut.

“Seluruhnya berbariiiss..!!” Anton yang merupakan komandan para pasukan semut pekerja tengah mengomando para pasukannya agar berbaris.

Hanya dalam hitungan detik, para pasukan semut pekerja itu telah berhasil membuat barisan lurus yang rapi dan indah.

“Para pasukanku, malam ini kita akan berangkat ke kawasan madu. Seorang raksasa kecil dari spesies manusia telah menumpahkan setetes madu, ini adalah kesempatan emas untuk menambahkan persediaan cadangan makanan kita yang kini mulai menipis,”

“Mengapa tidak besok saja, Komandan?” Tanya seorang anggota dari pasukan itu.

“Hanya inilah waktu yang tepat dan aman sebab di malam hari para raksasa itu sedang tidur pulas. Dan tentunya besok pagi, mereka akan membersihkan tetesan madu itu. Kalau kita berangkatnya besok pagi, kita akan kehilangan tetesan madu itu. Sekarang kamu sudah mengerti?!”

“Iya, Komandan!”

Akhirnya Anton dan pasukannya berangkat menuju kawasan itu. Setelah berjalan cukup lama, mereka pun tiba da di kawasan tersebut.

Baca:  MENCONTEK

“Akhirnya kita sudah tiba. Sekarang saya akan membagi kalian menjadi dua kelompok. Sebagian dari pasukan ini mengangkut tetesan madu ini. Dan sebagian lain mengawasi dan memperingatkan apabila ada bahaya,”

Para pasukan semut itu pun mulai bekerja sesuai tugas masing-masing. Beberapa jam kemudian, mereka telah berhasil mengangkut tetesan madu itu dengan memikulnya diatas punggung mereka masing-masing. Kini mereka tengah siap-siap untuk kembali ke markas.

Dalam perjalanan pulang, kelompok para pengawas menjerit kesakitan.

“Auwww..!! sakit!!”

Rupanya sang raksasa terbangun dari tidurnya dan raksasa itu menginjak kelompok para pengawas. Kelompok para pengangkutan yang menyaksikan hal itu hendak menolong. Mereka tidak peduli lagi pada madu yang telah susah payah mereka angkut dan pikul.

“Jangan kemari! Sebaiknya kalian pulanglah, selamatkan diri kalian dan  madu itu. Jangan pedulikan kami, kami yang tidak terinjak oleh raksasa itu, biarlah kami yang akan menolong mereka. Ayo! Cepat tinggalkan tempat ini!”

Dengan berat hati, kelompok para pengangkut itu pun pergi. Tidak sedikit dari mereka meneteskan air mata. Anton segera bertindak dengan gesitnya. Ia memanjat ke atas kaki sang raksasa itu, ia tidak memikirkan akan keselamatannya sendiri. Tanpa berpikir panjang lagi, Anton pun menggigit kulit raksasa itu sekeras mungkin. Raksasa tersebut seketika meringis, ia melihat ke bawah sehingga ia pun menyadari bahwa ia tengah menginjak para pasukan semut. Akhirnya raksasa itu meninggalkan tempat tersebut. para pasukan pengawas yang tidak terinjak itu segera menggendong mereka yang terluka untuk melarikan mereka ke Ant Hospital.

Tercatat 2.000 korban yang tewas dan 3.000 korban yang luka-luka. Anton yang masih berada di kaki raksasa itu segera turun. Ketika ia hamper saja sampai di bawah, tiba-tiba tubuhnya diangkat oleh sang raksasa. Kemudian sang raksasa melemparkan tubuh Anton ke dalam genangan air. Raksasa itu tau persis bahwa air adalah salah satu musuh terbesar bagi semut seperti Anton.

“Jangan..!! tolong..!!” teriak Anton meminta tolong. Sekian lama Anton berteriak meminta tolong, akhirnya usahanya itu tidak sia-sia. Seekor semut bersayap datang membawa sepotong lidi untuk menolong Anton. Anton pun bergegas naik ke atas lidi itu sehingga ia pun selamat dan dapat kembali ke darat.

Baca:  Hidupku, Pilihanku

“Terima kasih atas pertolongan anda. Saya adalah Anton komandan dari para pasukan semut pekerja. Oh ya, apakah anda adalah seorang malaikat yang diutus untuk menolongku?” ucap Anton setelah berhasil kembali ke daratan.

“Hahaha… Anton, saya bukanlah seorang malaikat. Saya hanyalah seorang semut pejantan, tidak lebih. Saya menolongmu semata-mata karena itu adalah kewajiban kita sebagai makhluk Tuhan untuk saling menolong antar sesama. Ya.. seperti yang baru saja kamu lakukan untuk menyelamatkan pasukanmu,”

 “Semut penjantan?! Saya baru tau bahwa ada jenis semut sepertimu selain semut pekerja. Tapi tunggu dulu, mengapa kamu tau kalau aku telah menolong para pasukanku?” Tanya Anton penasaran.

“Oh itu, saya mengetahui hal itu setelah saya menonton siaran langsung di televisi. Oh ya, aku akan menjelaskan kepadamu mengenai jenis-jenis semut di dunia ini. Tuhan telah menciptakan tiga jenis semut, yaitu semut jantan, betina, dan pekerja. Dan tugas mereka itu masing-masing berbeda,”

“Saya sebagai semut pekerja telah mengetahui seluk-beluk mengenai tugas saya. Sekarang kalau boleh tau, apakah tugas dari semut jantan sepertimu dan juga tugas para semut betina? Jelaskanlah padaku,”

“Baiklah, akan saya jelaskan. Semut jantan dan betina bertugas untuk berkembang biak dan melanjutkan keturunan. Pada musim kawin, kami para semut jantan akan melebarkan sayap yang akan kami gunakan untuk terbang lalu jatuh ke bawah kemudian mati. Dimana pun betina turun dan memakan sayapnya. Lalu mereka pun mulai membangun rumah dimana mereka akan membaringkan keturunannya dan membesarkannya. Demikianlah penjelasan dariku,”

“Mati?! Jadi kamu akan mati? Hal Itu sangat menyedihkan. Apa kamu tidak sedih kalau kamu akan mati?” Tanya Anton dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

“Justru sebaliknya, kami sangat bahagia karena kami telah menyesuaikan peran kami dalam kehidupan ini. Jadi saya dan semut jantan yang lainnya tidak perlu sedih,”

Baca:  Karma

”ooh.. sungguh sangat mengharukan! Oh ya, apakah kamu tau sebab dan alasan mengapa raksasa yang berasal dari spesies manusia itu tidak pernah memikirkan perasaan kami para semut. Mereka berjalan tanpa peduli pada kita yang telah sering mereka injak tanpa merasa tidak enak ataupun bersalah sedikit pun. Mengapa Tuhan mesti menciptakan makhluk seperti itu? Perbedaan ini rasanya sangat tidak adil!” tangisan Anton pun seketika pecah.

“Sudahlah komandan semut pekerja, jangan menangis lagi. Saya sebenarnya juga merasa demikian sebelum saya mengetahui teori penyebab dan alasannya. Tetapi sejak saya mengerti teori itu, saya pun paham akan hal itu,”

“Jadi apa teori penyebab dan alasan mereka?”

“Manusia menginjak kita karena ukuran kita amat kecil dibanding ukuran mereka yang sangat besar. Dan ternyata para manusia itu tidak pernah melihat ke bawah. Rasa ego mereka membuat mereka selalu melihat ke atas, depan, samping ataupun belakang mereka,”

“Apakah mereka semuanya seperti itu?”

“Semuanya begitu terkecuali mereka yang telah dianugerahkan olah Tuhan kemampuan untuk mengerti bahasa kita dan hewan-hewan lainnya. Beliau adalah Nabi Sulaeman yang baik hati,”

“Benarkah?! Saya sangat ingin bertemu dengannya!”

“Beliau telah wafat pada ribuan abad yang lalu. Saya tau cerita itu dari nenek moyang semut yang dahulunya juga adalah seorang semut pekerja sepertimu. Baiklah, saya rasa perjumpaan kita cukup sampai disini saja ya! Istri dan anakku pasti telah menungguku di rumah. Sampai jumpa lagi!” sang semut jantan itu pun hendak berlalu.

“Terima kasih ya… tapi nama kamu siapa? Saya tidak sempat menanyakan nama kamu!” teriak Anton sekeras mungkin sambil melambaikan salah satu tangannya.

“Namaku Namlu!! Sampai jumpa…” sahutnya dari kejauhan. Anton sangat bahagia pada hari itu. Musibah yang menimpanya telah membawanya pada sebuah pertemuan yang luar biasa menurutnya. Kini wawasan Anton makin lebih luas. Dan ia juga telah mengerti dan paham mengenai arti sebuah pengorbanan sesungguhnya dalam kehidupan ini.

 

Penulis: Risya R. Nurul Qur’ani

 

Redaktur: Putri Istiqomah Priyatna

Bagikan artikel ini
Risya Rizky Nurul Qur'ani
Risya Rizky Nurul Qur'ani

Penulis bernama Risya Rizky Nurul Qur’ani dengan nama pena ‘Fath Light’ , lahir pada tanggal 25 Juni 1993 di kota Makassar dan juga berdomisili di kota yang sama. Penulis yang merupakan seorang mahasiswa disabilitas netra di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin ini hobi membaca, menulis, masak, nyanyi, renang, dan bermain alat musik.

Articles: 7

5 Comments

Leave a Reply