Surabaya, Kartunet – Rencana PT Angkasapura I untuk meniadakan pengumuman suara (voice announcement) di Bandara Juanda, Sidoarjo, mendapat protes keras dari komunitas disabilitas. Somasi pun dilayangkan kepada pengelola bandara-bandara di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur tersebut oleh Jaringan Advokasi Disabilitas Jawa Timur (Jadi-Jatim) yang juga ditembuskan kkepada Kementrian Perhubungan, BUMN, dan Komnas HAM (26-05).
Ini sebagai tanggapan dari pernyataan PT Angkasapura I melalui General Managernya, Trikora Harjo, yang akan menghilangkan pengumuman suara dan diganti dengan memperbanyak Running Text pada area-area strategis bandara (21-05). Kebijakan tersebut dinilai dapat merugikan calon penumpang dengan disabilitas, khususnya tunanetra saat mengakses informasi jadwal penerbangan atau perubahannya.
Jadi-Jatim yang merupakan aliansi dari organisasi penyandang disabilitas, masyarakat, dan lembaga bantuan hukum (LBH) yang ada di Surabaya, meminta pertemuand engan PT Angkasapura I pada hari Jum’at 30 Mei untuk duduk bersama mencari jalan keluar atas rencana tersebut. Sembari menunggu tanggapan dari PT Angkasapura I, JADI-Jatim tengah mempersiapkan laporan ke Polda Jatim karena kasus ini dianggap tindakan pidana pejabat publik yang melanggar hak asasi warga negara dengan disabilitas, serta gugatan perdata yang akan disampaikan ke Pengadilan Negeri Kota Surabaya.
Fathur Arief, pengacara publik dari JADI-Jatim mengatakan bahwa permasalahan ini bukan hanya isu sektoral di Surabaya, melainkan dapat bersifat nasional mengingat cakupan kerja dari PT Angkasapura I sebagai BUMN pengelola bandara-bandara di Indonesia tengah dan timur. Ada 13 bandara yang dikelola oleh PT Angkasapura I yang diantaranya Ngurah Rai Denpasar, Adi Sumarmo Solo, Adi Sutjipto Yogyakarta, Ahmadyani Semarang, Sultan Hassanudin Makassar, dan Juanda Surabaya. Selanjutnya ia mengajak segenap jaringan nasional disabilitas untuk menyatukan diri dalam upaya advokasi ini. “Hanya satu kalimat, lawan diskriminasi sistem”, pungkas Arief dalam surat elektronik yang didistribusikan ke jaringan disabilitas.
Langkah ini sangat urgen karena sebelum penerapannya 1 Juni, PT Angkasapura I harus mengevaluasi kebijakannya dengan berdialog bersama kelompok penyandang disabilitas. Jangan lagi ada diskriminasi yang dibuat dengan sistem untuk membatasi akses penyandang disabilitas.(DPM)