Sore itu Raja Harun Al-Rasyid sedang berjalan-jalan menikmati udara senja di sekitar alun-alun kerajaan. Ketika sedang menikmati pemandangan pohon kurma yang tumbuh subur disepanjang pinggiran alun-alun, ia melihat sosok pria yang selama ini terkenal di kerajaannya.
“Hmmm…!!! Mau kemana orang itu?” Dengus Tuan Harun seraya melangkahkan kakinya menghampiri pria tersebut.
Pria itu berwajah jenaka, memakai topi bahan katun, dan ia tak henti-hentinya tersenyum bila bertemu dengan Raja. Pria itu hanya tersenyum lembut ketika melihat Tuan Harun menghampirinya dengan tampang penasaran.
“Abu Nawas! Mau kemana kamu?” Abu Nawas malah bersenandung riang. Tuan Al-Rasyid merasa tersinggung dengan sikap Abu Nawas. Ia menghadang jalan Abu Nawas.
“Oh, Tuanku! Kiranya izinkan saya berjalan karena saya sedang membawa remaja putri sang pemalu!” ujar Abu Nawas sambil bersyair.
“Remaja Putri? Siapa maksudmu? Ku lihat kamu tidak membawa apa-apa!”
Abu nawas mengeluarkan sebuah botol berisi cairan berwarna merah dan memperlihatkannya pada Tuan Al-Rasyid.
“Ini Tuan!
“Kurang ngajar kamu! Kamu mau menipuku, Abu Nawas? Itu pasti arak! Coba ku lihat!” Tuan Al-Rasyid merebut botol itu dari Abu Nawas.
“Sungguh berdosa jika saya membawa arak, Tuanku. Itu hanyalah sebotol susu!” Tuan Al-Rasyid nampak tak percaya.
“Mana ada susu warnanya merah, Abu Nawas!? Kamu mengarang saja.” Tuan Al-Rasyid menyerahkan botol itu kepada Abu Nawas.
“Begini Tuan, sewaktu Tuan belum datang mengganggu perjalanan saya, susu itu masih berwarna putih. Namun ketika ia mendengar suara Tuan Harun Al-Rasyid, ia merona merah karena malu melihat Sang Raja yang gagah nan perkasa. Coba raja pergi dari sini, pasti susu ini kembali berwarna putih.” Raja Harun Al-Rasyid tertawa terbahak mendengar cerita Abu Nawas.
“Nawas…Nawas! Masa susu memiliki rasa malu. Ada-ada saja kamu!”
Sejak itu Abu Nawas sering di panggil ke istana untuk menghibur tamu kerajaan. Rupanya susu yang dibawa Abu Nawas sedikit di campur oleh sirup berwarna merah. Namun raja mengira itu adalah arak.