Pendidikan sangat dibutuhkan bagi anak-anak untuk mencapai kesejahteraan sosialnya. Tak terkecuali anak-anak yang kurang beruntung baik dalam segi emosi dan sosial (tunalaras). Namun kenyataan di lapangan, anak-anak yang kurang beruntung dan berkebutuhan khusus menjadi anak yang dapat dikatakan mendapat pengecualian.
Namanya Alya seorang gadis kecil yang saya temui dikelas 5 tuna Grahita SLB Kota Gorontalo, kebetulan saat itu saya sedang mendapat tugas dari kepala sekolah untuk mengisi kelas tersebut karena wali kelas mereka sedang berada diluar daerah. Pada awalnya saya mengangapnya sama seperti anak tuna grahita yang lain yaitu memiliki tingkat kecerdasan dibawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Tak heran jika kita mendapati banyak yang sudah kelas 1 SMA tapi tak bisa membaca atau membacanya masih tertatih-tatih.
Alya yang saya temui tidak memiliki ciri-ciri seperti itu dia bisa membaca dengan lancar, kemampuan berhitung yang cepat, bahkan dia dengan percaya diri menyanyi didepan kelas. Tapi kok bisa ya berada dikelas ini ? pertanyaan itu yang berkecamuk dalam kepala saya, saya pun mulai mencari informasi tentang alya kepada neneknya yang selalu menjaganya disekolah, informasi yang saya dapatkan alya adalah anak pindahan dari sekolah SD umum, guru dari sekolah lamanya menrekomendasi alya untuk sekolah di SLB Kota gorontalo.
Alasan para guru ialah alya mengalami gangguan jiwa “gila” sehingga jika dibiarkan tetap bersekolah di sd umum pasti akan menganggu kegiatan belajar mengajar anak-anak didik lainnya. Sehingga para guru merasa alya tidak cocok untuk bersekolah disekolah SD umum sehingga ia disarankan untuk bersekolah di SLB Kota Gorontalo.
Menurut yang saya amati pada diri alya selama beberapa hari Ini alya adalah anak yang pendiam, rajin, juga anak yang mudah menangkap materi pelajaran. Namun alya mudah sekali terpancing emosi pada hal-hal- yang sepele dan sering menanyakan hal-hal yang tidak wajar kepada saya. Mungkin karena itulah alya dikatakan mengalami gangguan jiwa.
Anak yang seperti alya ini jika menurut pengetahuan saya adalah termasuk anak tuna laras yaitu anak individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.
Saya pernah melakukan penelitian tentang jenis-jenis kecacatan yang saya pakai pada skiripsi study system informasi yang berjudul aplikasi system pakar identifikasi jens-jenis kecacatan menggunakan algoritma system pakar identifikasi forward chaining. Dari peneliian tersebut saya mulai membaca berbagai buku-buku tentang jenis-jenis kecacatan, yang saya dapattkan tuna laras merupakan salah satu jenis kecacatan yang perlu mendapatkan pendidikan khusus.
Tetapi penanganan alya ini saya rasa masih belum sesuai karena alya ditempatkan di kelas tuna grahita yang pelajarannya tergolong rendah dan tidak sesuai dengan kemampuan akademik yang dimilikinya. Namun kurikurum 2013 telah menentukan hanya lima jenis ketunaan saja yang dapat diberikan pendidikan khusus di seluruh SLB se indonesia yaitu Tuna Netra, Tuna Rungu, Tuna Grahita, Tuna Daksa, serta Autis. Untuk pendidikan bagi tuna laras dapat diberikan oleh sekolah-sekolah umum atau sekolah-sekolah inklusi karena mereka memiliki kemampuan akademik yang sama dengan anak-anak normal pada lainnya namun terkadang susah mengendalikan emosionalnya. Disinilah peran guru BK untuk menangani masalah yang dihadapi bagi anak tuna laras.
Penanganan yang terbaik bagi anak-anak tuna laras seperti alya ini adalah menempatkan anak tuna laras disekolah umum atau di sekolah inklusi dengan memberikannya perhatian lebih dari guru-guru serta memberikan pemahaman kepada para siswa-siswa lainnya untuk dapat menghargai temannya yang tak mampu mengendalikan emosinya agar tampak sabar untuk menghadapinya
Program pembelajaran bagi anak dengan gangguan emosi dan tingkah laku sebaiknya diberikan dengan berfokus pada peningkatan sosial-emosionalnya. Untuk itu maka diperlukan perhatian khusus terhadap perkembangan sosial-emosional dan psikomotornya. Yang dimaksud dengan perkembangan sosial emosional, meliputi hal-hal sebagai berikut. 1. Kepuasan diri: merasa sehat, meningkatkan konsep-diri, meningkatkan kepercayaan diri, aktualisasi-diri dan peningkatan kesadaran terhadap tubuh. 2. Perkembangan fungsional: sikap bermasyarakat, pandangan terhadap nilai-nilai, kepribadian, menyenangi hubungan antar-pribadi dalam suatu lingkungan kehidupan. 3. Perkembangan emosional: kestabilan emosi, merasa senang, suka menyampaikan perasaan-perasaan emosi dirinya, bergaul erat sesama teman.
Oleh karena itu pemerintah dalam hal ini pihak yang berwenang untuk menangani masalah ini harus lebih mengedukasi para guru-guru yang ada di sekolah-sekolah umum agar bisa menangani anak-anak Tuna laras ini agar mereka bisa mendapatkan pendidikan seperti anak-anak normal laiinya dan tidak untuk diabaikan begitu saja..