Jakarta, Kartunet.com – Pilgub Jawa Barat 2013 sedang harap-harap cemas menanti hasil resmi penghitungan manual KPUD. Mau satu atau dua putaran dan siapapun yang terpilih, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu ditanggulangi, terutama yang menyangkut aspirasi penyandang disabilitas.
Gubernur Jawa Barat periode sebelumnya, Ahmad Heryawan, sudah cukup mengupayakan peningkatan kualitas penyandang disabilitas. Salah satu indikatornya yaitu Anugerah Pendidikan Inklusif dari Kemdikbud (2011). Dengan itu, provinsi Jawa Barat dinilai sebagai pelopor dalam pemberlakuan pendidikan inklusif. Ada pula penghargaan dari Kemensos untuk provinsi Jawa Barat sebagai lembaga pemerintah yang dinilai berhasil meningkatkan kesejahteraan penyandang disabilitas (2012). Namun, masih banyak persoalan yang perlu dibenahi dan menjadi tugas gubernur terpilih dalam periode lima tahun ke depan.
Persoalan klasik pertama yang jadi tugas gubernur Jawa Barat terpilih adalah kurangnya penyerapan tenaga kerja dengan disabilitas. Seperti disampaikan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Barat, Hening Widiatmoko, dari 26.000 perusahaan yang terdapat di Jawa Barat, pemberlakuan kuota satu persen tenaga kerja disabilitas belum terpenuhi (1 Februari 2013). Sejumlah 400.000 orang penyandang disabilitas yang diperkirakan terdapat di Jawa Barat, kuota yang diamanahkan pada UU No 4 tahun 1997 tersebut belum dilaksanakan.
Berikutnya, mengenai tak ada sinergitas dalam masalah tenaga kerja disabilitas ini. Di satu sisi, minim jumlah penyandang disabilitas yang memiliki keahlian yang memang diperlukan oleh pihak perusahaan. Pembekalan keterampilan masih bersifat personal yang biasanya dilakukan oleh Dinas Sosial. Sedangkan, perusahaan menjunjung asas profesionalisme untuk menerima tenaga kerja. Selain itu, pemerintah daerah juga belum mengalokasikan anggaran khusus untuk pelatihan dan peningkatan keahlian mereka.
Kedua, masalah kesehatan juga jadi salah satu isu bagi penyandang disabilitas yang belum dilayani secara optimal. Besarnya jumlah mereka di Jawa Barat, mayoritas belum mendapat layanan kesehatan yang baik, padahal 70% berasal dari keluarga miskin. Ambil contoh yang terjadi di kota Bandung, dari 10.200 penyandang disabilitas, baru 2.300 yang ditangani oleh Dinas Kesehatan Kota Bandung, ungkap kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Ahyani Raksanagara. Peran serta pihak swasta dan rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan kesehatan disabilitas perlu mendapat jaminan dari pemerintah daerah, agar tak ada diskriminasi pada mereka.
Kepedulian pemerintah daerah juga diperlukan oleh atlet-atlet dengan disabilitas. Sebagai atlet nasional yang juga ikut mengharumkan nama bangsa, mereka merasa perhatian pemerintah masih kurang, terutama pada penyediaan fasilitas dan kesejahteraan. Menurut Ketua II National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) Provinsi Jawa Barat, Abdul Karim, masih ada diskriminasi perlakuan antara atlet dengan disabilitas dan tanpa disabilitas (22 Februari 2013). Jika ingin dibandingkan, prestasi atlet dengan disabilitas Jawa Barat cukup membanggakan. Dari total 110 medali emas kontingen Indonesia di ASEAN Paralympic Games (APG) Solo 2011, atlet Jawa Barat menyumbang 30 medali emas di antaranya. Maka, pemerintah daerah perlu memberi perhatian yang adil untuk mereka.
Selain itu, masih ada masalah fasilitas umum yang belum aksesibel bagi penyandang disabilitas. Sarana umum dan ruang terbuka publik yang seharusnya dapat diakses dengan nyaman oleh seluruh warga, belum didapatkan oleh mereka. Fasilitas seperti trotoar, jembatan penyebrangan, pusat perbelanjaan, bahkan gedung-gedung pemerintah masih minim aksesibilitas. Hal serupa dikeluhkan oleh Ketua DPD Persatuan Penyandang Cacat Indonesia (PPCI) Kota Bandung, Syamsul Masri. Beliau mengambil contoh jembatan penyeberangan di jalan Padjajaran, Bandung, yang terlalu curam jadi sulit dilalui pengguna kursi roda. Pembangunan fasilitas tersebut tidak melibatkan mereka, sehingga dampaknya tidak dapat digunakan oleh semua warga.
Terakhir, pada sektor pendidikan, prestasi Provinsi Jawa Barat yang sudah dicapai masih harus terus ditingkatkan. Saat ini, diklaim sudah ada 33 sekolah khusus negeri dan 300 sekolah khusus swasta yang tersebar di seluruh Jawa Barat. Pemerintah provinsi juga telah mengupayakan pembukaan sekolah inklusif sejumlah 300 sekolah selama tahun 2012. Sekolah inklusif ini adalah sekolah reguler yang juga menerima siswa berkebutuhan khusus untuk belajar bersama siswa-siswa bukan disabilitas pada kelas yang sama.
Tantangan ke depan untuk gubernur Jawa Barat terpilih adalah untuk komitmen membuka 600 sekolah inklusif baru di tahun 2013. Selain itu, perlu diperhatikan pula apakah sekolah yang berlabel inklusif itu serius dalam mendidik siswa berkebutuhan khusus dan didukung dengan tim pengajar yang mumpuni. Sebab, kadang terjadi sekolah yang sudah ditunjuk sebagai sekolah inklusif terpaksa menolak siswa berkebutuhan khusus yang ingin mendaftar dengan dalih belum adanya fasilitas yang memadai. Angka 600 itu dapat menjadi berkah di satu sisi, tapi juga menjadi tugas berat baru Pemprov Jawa Barat.
Masih banyak lagi persoalan-persoalan lain yang perlu dibenahi oleh provinsi Jawa Barat. Namun dari semua masalah tersebut, satu hal yang perlu ditekankan adalah penyelesaian masalah yang berlandaskan pada hak sebagai warga Jawa barat, bukan sekedar kepedulian. Penyandang disabilitas juga bagian dari warga yang setara, sehingga seharusnya bukan lantas didasarkan pada belas kasihan barulah mereka diperhatikan. (DPM)
Editor: Muhammad Yesa Aravena