Istana Masih Pertahankan Tradisi “Santuni” Difabel

Beberapa orang penyandang disabilitas memperlihatkan bakatnya dalam drama musikal pada perayaan Hari Internasional Penyandang Disabilitas (Hipenca) di Pejaten Village, Jakarta pada November 2011Jakarta, Kartunet – Sebuah kebiasaan yang baik ketika presiden dan keluarganya membuka diri untuk bersilaturahim dengan warga masyarakat setiap hari raya Idul Fitri. Akan tetapi, disayangkan karena istana masih pertahankan tradisi “santuni” difabel yang tak semuanya dapat langsung bertemu dengan presiden SBY.

Hal ini terjadi saat Istana Negara mengadakan open house Senin, 28 Juli 2014 tapi tak semua penyandang disabilitas yang datang dapat menemui presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Padahal kehadiran mereka adalah untuk bersalaman dan menyampaikan aspirasi kepada bapak presiden. Bukan aspirasi yang disampaikan, mereka hanya pulang membawa sejumlah uang.

Baca:  Penyandang Disabilitas Sambangi SBY di Open House Istana Negara

Staf Khusus Presiden Bidang Publikasi dan Dokumentasi Ahmad Yani Basuki menjelaskan, bahwa pihaknya tidak dapat memenuhi keinginan semua para penyandang disabilitas untuk dapat bersalaman dengan Presiden SBY, dengan alasan mempertimbangkan keterbatasan yang dimiliki warga penyandang disabilitas sendiri.

“Kalau semua kita diterima untuk dapat bersalaman dengan bapak Presiden,maka mereka akan kemalaman.Kasihan mereka jalannya sudah tertatih-tatih harus pula naik tangga. Namun setelah diberi pengertian, para penyandang disabilitas tersebut dapat memahami kesulitan panitia. Pasalnya pernah kejadian ada yang pingsan akibat kecapekan,” ujarnya.

Ditambahkan,para penyandang disabilitas yang dapat bertemu SBY hanya dari perwakilan saja.

“Nanti perwakilan 10 orang dari mereka. Jika ada yang sangat ingin bertemu akan kami fasilitasi, diselipkan di antara tamu tidak difabel,” tambahnya.

Selain itu, warga penyandang disabilitas yang tak menjadi perwakilan diperkenankan langsung pulang. Mereka diberi makanan ringan dan uang sejumlahRp 300 ribu .

Kejadian ini dapat menjadi preseden buruk bagi masyarakat. Bukan zamannyalagi penyandang disabilitas yang datang ke tempat pejabat diiedentikkan hanya untuk meminta derma atau santunan. Mereka datang punya maksud untuk menyampaikan aspirasi, dan berharap akan mendapatkan tanggapan dari pemerintah. Istana Negara juga seyogyanya yang berbenah untuk membut dirinya lebih aksesibel dan dapat jadi percontohan bagi fasilitas umum lainnya.

Di kemudian hari, semoga tidak lagi Istana masih pertahankan tradisi “santuni” difabel”.(DPM)

sumber: Galamedia 28 Juli 2014

Bagikan artikel ini
Dimas Prasetyo Muharam
Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

Articles: 313

Leave a Reply