Katanya Esfre, mereka (semua penghuni, termasuk para penduduk) takut karena adanya kepercayaan kalau ada roh kegelapan yang menyelimuti Kerajaan Bumi dan semua orang yang berebut menjadi Raja dan Ratu pada kebingungan karena ketahuan mencuri dan menyerah karena cepatnya Kerajaan Bumi berputar melawan arus ke kiri untuk mencoba meremajakan dirinya dari kepunahan sambil menjerit “Tingiiit, tolooong Kerajaanmu ini….buruan!”.
Tingit pun tergesa-gesa dan kembali ke Kerajaan Bumi dengan mengendarai kuda dengan pakaian seadanya, melintasi samudra lepas dengan melayang di atas air dan melesat seperti angin ke Pusat Kerajaan Bumi dan meminta semua untuk melakukan persembahan kepada Raja Halla yang Tingit bantu dengan mantra mati terhujam “Duhai Raja Halla yang kami sembah, kasihanilah kami, lindungilah kami, aku, Tingit, akan melaksanakan janjiku kepadamu, atas izinmu, tolonglah Tingit untuk merubah kami menjadi Kerjaan terbaik sepanjang zaman bersama semua pengikutmu”.
Malam itu juga, aturan dalam kerajaan yang membuat orang gila di rubah semuanya, kecuali yang menyangkut penyembahan kepada Raja Halla yang Dingun masih sama, hanya saja ditambahin dengan melakukan persembahan khusus setiap sebulan sekali sebagai wujud pengasihan atas penerimaan dari pemberian Raja Halla yang telah menciptakan manusia untuk saling melengkapi, makanan dan lainnya, termasuk para penyihir, serta membuat aturan khusus yang melindungi Raja Ogidni dan istrinya, Ratu Nukud.
Aturannya yakni dilarang membantai mereka dengan alasan apapun,karena selama ini mereka telah berjasa banyak. Salah satu dari jasa mereka adalah membentengi kerajaan dengan tembok tembus pandang. Tingit baru tahu setelah membuat aturan yang kedua karena ada yang menyembah serta menggeser saya sebagai Halla. Aturannya yakni dilarang memuji dan memuja kecuali pada Halla.
Keesokan dan seterusnya, Tingit mengenakan jubah kebesaran yang hanya sebatas leher, dengan anting gede sebesar gajah, berbaju campuran antara robek yang di tutupi kain perca berwarna warni yang dihiasi perunggu dengan kancing yang bisa berkedap-kedip seperti mata genit para penjaga yang usil dan gila.
Saya menata kerajaan, menyelesaikan ini itu yang menjadi peer dengan di bantu para pangeran, putri, pengawal dan para punggawa Kerajaan Bumi serta Raja Sendok dan Ratu Garpu yang telah mundur karena mengakui puterinya yang pintar namun semuanya menahan malu dengan berona merah delima saat bertemu karena peristiwa penyelamatan Kerajaan Bumi.
Tingit dan para punggawa lama dan baru, duduk di meja segidelapan di Istana Kemblilah dengan posisi kursi yang sama, di Istana itulah terjadi pertukaran ide, perdebatan sengit para pejabat yang memegang peranan penting di Kerajaan Bumi.
“Paduka, pertanian kita gimana? Lahan semua berubah semenjak terjadi perebutan kekuasaan oleh dinasti-dinasti kecil yang bikin kami bingung dan melepaskan tanggung jawab