Mereka mengikat kami seperti saat dimasukkan ke dalam ruangan khusus dan dibiarkan secara terpencar di tinggalin begitu saja. Tingit dibiarkan bertiga dengan dua pria. Cuma dua menit, ada kerumunan orang mendatangi kami “Wah, mereka di buang, pungut yuuuk….siapa tahu bisa dijadikan budak” kamipun digiring ke suatu ruangan gelap.
“Selamat datang ke perkumpulan kami, perkenalkan nama gue Xes, aku adalah pemimpin disini, kalian adalah budak kami, tugas kalian adalah menyiapkan makanan dengan cukup membakarnya saja, karena kami hanya memiliki sedikit waktu bila harus menunggu olahan lainnya seperti menimbunnya dalam tanah atau memasukkannya dalam Pohon Tebu, memijit saat kami kelelahan, ikut berperang bersama kami dan menyuci daun bekas kami makan dan minum dengan menggunakan air kali, hahaha, jumlah kami ada 10.000 orang, 3000 mau ngelawan? Mustahil, haha! Kami juga selalu bergantian jaga, jadi hati-hati ya….dan kalian boleh makan bila ada yang memberikan sisanya, bawa mereka!”.
“Makan tuh!” ada seorang tentara yang menyodori saat mengambil daunnya untuk dicuci sambil melingkarkan tangannya ke pinggang “Cantik, dimakan ya….kalau udah dipijitin….pijitanmu enak deeh…sayaaang….”, “Baik, terimakasih” sambil mengambil daun berisi makanan yang ada cacingnya, “Nah gitu dong, nafsu makanmu boleh juga, jadi laper lagi deeeh…suapin dong, aaaa” prajurit itu semakin mendekati Tingit, dan karena disana cuma sendirian dan dikerubungi 3000 prajurit yang menatap dengan tajam, maka tanganpun disodorkan untuk menyuapinya dan didahuti “Pinter, budak cantik, selama ini baru kalian yang setia dan bertahan selama ini, sisanya mati semua, entah saat melakukan kudeta atau kami bantai karena melawan, hahaha”.
Sambil tersenyum karena ternyata kami bertiga ribu terkumpul secara kebetulan saat diminta untuk memasak makanan dan ditinggal pergi karena mereka semua harus membagi diri untuk mengepung Pangeran dan mengawal pemimpin mereka untuk melancarkan strategi berikutnya. Saat aku sedang terpikir gimana ya menjalankan amanah dari Pangeran, tiba-tiba “Yang mulia, ini saya nemu ikan beracun yang sering dibuat cemilan sama dirimu”, “Mana?” sambil menoleh ke kanan, “Nih” ikannya disodorin ke Tingit “Wah, iya, ada berapa? Banyak? Ini pasti bisa, terimakasih Halla.
Kamipun sibuk membakar dua ekor ikan beracun dan ikan-ikan lainnya. Dua ekor ikan beracun itu untungnya mempunyai ukuran yang sama seperti ikan-ikan lainnya, setelah dibakar warnanya juga sama, hitam seperti arang yang terbuat dari kayu yang dibakar namun disisakan. Nama ikannya adalah Kokhes.
Soal Kokhes, ada ceritanya itu, begini ceritanya, suatu hari, aja seorang Raja yang bernama Firmisif sedang berjalan-jalan di hutan karena ingin berburu bersama anjing pemburu dan para prajuritnya. Namun, hasil buruan sama sekali tidak didapatinya. Mungkin, para hewan sedang asyik bermain petak umpet dan berjaga endok di sarang mereka. Karena lapar dan haus, akhirnya mereka berjalan menuju suara air yang jernih.