Kenyataannya dia memang musuh bagi kami, tapi ternyata tak demikian untuk orang-orang yang merasa diuntungkan dengan keberadaanya. Banyak orang yang arogan, bahkan pejabat menganggapnya sahabat. Meskipun dia hanya sebentuk kata, akan tetapi ia bisa menjelma menjadi sosok yang membunuh kaum yang dianggap minor. Lalu siapakah musuh dalam selimut sahabat itu?
“Tak kenal maka tak sayang,” pribahasa itu kita hafal diluar kepala bahkan barang kali dari beribu pribahasa yang ada itu yang paling kita ingat dan sering diucapkan. Lalu setelah kita kenal apa kita lantas sayang kepada orang yang kita kenal? pengalaman penulis membuktikan hal itu tak selalu terjadi. Setelah kita mencari tahu tentang siapa dan apa dia, kadang tak jarang orang yang lantas pergi karena sesuatu hal paling sering karena keburukanya. Padahal dia setidaknya sudah kenal si siapa dan apa. Inilah alasanya mengapa orang-orang di negeri pertiwi ini menjadi cenderung apatis dan egois bahkan tak jarang berujung sadis. Pribahasa itu sangat bermakna sekali. Dengan mengenal akan timbul kasih sayang dan terjalin hubungan yang harmonis bukan hanya untuk kepentingan bisnis. Fenomena yang terjadi adalah banyak yang tak mau mengenal golongan lain diluar dari golonganya, mereka hanya berkaca matakan paradigma negatif secara jeneralisasi.
Kalau pembaca belum menemukan maksud dari yang penulis singgung diatas, ya tentu saja. Sengaja tak dimunculkan diatas siapa yang harusnya kita kenal dan setelah kita kenal kita pun tetap tak mengerti bahkan diabaikan. Disinilah penulis ingin mengenalkan si sosok laten itu. Sosok sebentuk kata namun bisa membelah diri menjadi beberapa sifat. Diatas ada pribahasa “tak kenal maka tak sayang.” Nah, pada bagian ini penulis ingin dan harus membuat kontra pribahasa itu. Sekarang mari kita tanamkan kuat-kuat untuk “aku kenal maka aku membencinya.” Ya, untuk membenci si sosok yang satu ini harus mengenalnya terlebih dahulu. Karena banyak orang yang tak mengenalnya lantas mereka bersahabat lama. Setelah membaca nama dari si sosok yang satu ini penulis juga berharap kalian langsung terbayang dengan sifat-sifatnya sehingga akan mudah untuk kalian menjauhinya. Dia adalah ‘diskriminasi.’ Sebentuk kata yang melahirkan banyak sifat jahat, sifat yang mudarat, sifat tak manfaat untuk umat.
Wujud-wujud diskriminasi: pengekangan hak-hak asasi indvidu atau kelompok seperti: pengekangan intelektual, pengekangan untuk hidup layak, pengekangan untuk berpendapat, pengekangan untuk bergerak dan masih banyak lagi wujud-wujudnya yang harus kita kenal. Sudah seharusnya orang-orang yang berpendidikan bisa mengenal wujud-wujud dari diskriminasi dan dengan segera melawannya. Namun kenyataan yang terjadi sebaliknya. Pemerintah yang seharusnya mengayomi rakyatnya terus saja bersahabat dengan musuh nyata kaum disabilitas dan kaum yang termarjinalkan. Sejak diproklamirkanya hari kebangkitan nasional yaitu pada tanggal 20 Mei meski masih bersifat kontra fersi, keberadaan sosok diskriminasi terus tumbuh di negeri ini. Dia terus bernyanyi dalam ruang-ruang regulasi yang membuat kaum minoritas “mati.”
Mudah-mudahan tanggal 20 Mei sebagai hari kebangkitan tak hanya menjadi peringatan semata, tapi menjadi kekuatan untuk bangun dari tidur nyenyak yang terselimuti diskriminasi. Ingat! terbentuknya negara karena ada wilayah, pemimpin dan rakyat. Bukan rakyat dari satu golongan yang termaktub dalam pernyataan itu, melainkan semua orang atau golongan yang tinggal/menempati suatu negara dan mempunyai ikatan dengan negara adalah rakyat. Ikatan itu berupa hak dan kewajiban dimana semua mempunyai kesamaan dalam memperoleh haknya dan melakukan kewajiban. Jadi tak ada alasan untuk mengkibiri hak suatu golongan atau individu dengan pisau diskriminasi. Juli nanti adalah momentum tepat untuk kita bangkit bersama dengan pemimpin yang baru. Kita harus melawan tradisi-tradisi yang selama ini melekat pada diskriminasi seperti edukasi, sosial, mobilitas, profesi, aspirasi, dan aspek lainya agar semua bisa menerbangkan garuda menjadi negara yang benar-benar demokrasi bukan sekedar dalam narasi. Ingat! layang-layang dapat terbang karena melawan angin bukan mengikuti angin, itu yang dikatakan Wingston Churchill. Dengan demikian apabila negeri ini mampu bangkit dan melawan hal-hal yang menjadi diskriminasi selama ini, maka negeri ini benar-benar akan terbang, terbang kebelahan dunia menjadi inspirasi.
judulnya menarik..
menjawab siapa dia ya bisa siapa saja,
orang tua, keluarga dekat, teman, orang asing, yang arogan/sombong.
diskriminasi terjadi karena adanya sikap perendahan bukan?
kalau merendahkan berati sombong dan pamer kalau dia hebat dan segala yang ia punya.
diskriminasi itu ada dua model diterapkannya. Pertama diskriminasi yang memang disengajakan untuk berbuat “jahat”. Ini bentuk diskriminasi yang jelas2 untuk menyingkirkan satu golongan atau kelompok lain yang berbeda dari mereka agar tidak membaur. Seperti politik Apartheid di Afrika Selatan beberapa waktu lalu. Ada pula diskriminasi yang mungkin tidak disengaja dan dimaksudkan untuk niat “baik”, tapi dampaknya malah buruk untuk pihak yang ingin “dibaiki” tersebut. Ini yang terjadi pada penyandang disabilitas. Misal dengan adanya sekolah-sekolah luar biasa dan juga panti2. Mungkin maksudnya adalah karena kasihan pada mereka yang dianggap lemah dan butuh bantuan. Tapi dampaknya adalah membuat penyandang disabilitas teralienasi dan makin jauh dari masyarakat. terus juga sistem bantuan sosial, maksudnya sih baik untuk menolong, tapi dampaknya adalah hanya memperpanjang kemiskinan yang dialami penyandang disabilitas. Mari bangkit! Revolusi pemikiran
menurutku sistem bantuan sosial itu yang malah membuat miskin terus, bukan menolong tapi menjerumuskan untuk malas, maunya minta, maunya enak, terus puji-puji yang ngasih, dan hanya mengandalkan bantuan/memanfaatkan orang lain jadi maunya enak2.