Sedikit kisah, awalnya saya tertarik saat mendengar dari anonim bahwa ada penelitian mengenai Psikologi sastra yang dilakukan oleh anak sastra. Setelah kemarin malam mencari, ketemu beberapa literatur mengenai ini.
Dalam karya sastra, misalnya sebuah novel, kita dapat membaca tokoh-tokoh yang mengalami gangguan kejiwaan, yang akan mempengaruhi perjalanan hidup selanjutnya, bahkan juga membahayakan orang lain yang ada di sekitarnya.
Untuk memahami tokoh yang dibuat penulis, sering kali kita membutuhkan sejumlah informasi yang berasal dari ilmu kejiwaan (psikologi), sehingga dapat mengidentifikasi dan menjelaskan mengapa tokoh mengalami gangguan kejiwaan, faktor-faktor apa yang menyebabkannya, serta bagaimana cara mengatasi masalah yang dihadapinya.
Kita akan menyadari bahwa untuk memahami dan menganalisis sebuah karya sastra seorang kritikus atau ilmuwan sastra membutuhkan bantuan teori psikologi.
Psikologi sastra lahir sebagai salah satu jenis kajian sastra yang digunakan untuk membaca dan menginterpretasikan karya sastra, pengarang karya sastra dan pembacanya dengan menggunakan berbagai konsep dan kerangka teori yang ada dalam psikologi.
Hubungan antara Psikologi dan Sastra
Analisis psikologi terhadap karya sastra, terutama fiksi dan drama tampaknya memang tidak terlalu berlebihan karena baik sastra maupun psikologi sama-sama membicarakan manusia.
Bedanya, sastra membicarakan manusia yang diciptakan (manusia imajiner) oleh pengarang, sedangkan psikologi membicarakan manusia yang diciptakan Tuhan yang secara riil hidup di alam nyata.
Meskipun sifat-sifat manusia dalam karya sastra bersifat imajiner, tetapi di dalam menggambarkan karakter dan jiwanya pengarang menjadikan manusia yang hidup di alam nyata sebagai model di dalam penciptaannya.
Pendekatan psikologi sastra antara lain dirintis oleh I.A. Richards, melalui bukunya yang berjudul Principles of Literary Criticism (1924), ia mencoba menghubungkan kritik sastra dengan uraian psikologi sistematik.
Dijelaskan olehnya pengertian hakikat pengalaman sastra yang terpadu, sebagaimana diajarkan oleh psikologi Gestalt dan pembaharuan bahasa kiritik sastra.
Menurutnya, bahasa kritik sastra mendukung pandangan bahwa karya sastra sebagai suatu objek estetik tidak mempunyai pengaruh, sebab karya sastra tidak lain adalah sebuah pengalaman pribadi pembacanya (Hardjana, 1984).
Tingkah laku merupakan bagian dari gejolak jiwa sebab dari tingkah laku manusia dapat dilihat gejala-gejala kejiwaan yang pastinya berbeda satu dengan yang lain. Pada diri manusia dapat dikaji dengan ilmu pengetahuan yakni psikologi yang membahas tentang kejiwaan.
Oleh karena itu, karya sastra disebut sebagai salah satu gejala kejiwaan (Ratna, 2004).
Antara psikologi dan sastra akan saling melengkapi dan saling berhubungan sebab hal tersebut dapat digunakan untuk menemukan proses penciptaan sebuah karya sastra.
Wellek dan Warren (1995) psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan, yakni
1) studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi,
2) studi proses kreatif,
3) studi hukum psikologi dan sastra memiliki hubungan yang fungsional yakni sama-sama mempelajari keadaan jiwa seseorang dan
4) mempelajari dampak sastra pada pembaca.
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dengan sastra, yaitu
1) memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis,
2) memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra,
3) memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca (Ratna, 2004).
Daftar Pustaka :
http://www.gobookee.org/ebook/psikologi-sastra-4ngcq/
http://www.gobookee.org/ebook/bab-ii-kajian-teori-a-psikologi-dan-sastra-4ngxq/
catatan :
Aku mengkritiki sedikit mengenai ini, sastra/apapun itu bukanlah suatu hal yang bekerja karena gangguan kejiwaan/disabilitas mental atau tergerak dari alam bawah sadar, karena manusia itu berprilaku atau menunjukkan sisi psikologisnya bisa secara dinamis dimana bisa berubah setiap saat dan sulit ditebak. Mohon dikoreksi bila salah. ^_^