Pentingnya Pendidikan Bagi Penyandang Disabilitas

Siapa yang tidak tahu penemu hebat pembuat lampu yang berhasil mencengangkan dunia?Walaupun tidak berhasil dalam pendidikan sekolah, justru ibunyalah yang menjadi guru hebat sebagai tumpuannya belajar dan mengajarkan pesan-pesan positif. Dia tidak lain Thomas Alva Edisson. Walaupun tidak diperkenankan bersekolah disekolah umum dan dikatakan oleh gurunya seorang murid yang bodoh, thomas bisa membuktikan diri dengan penemuan hebatnya terus mencoba dan meneliti tanpa kenal lelah. Dan berhasil menciptakan lampu indah yang berhasil menerangi seluruh dunia. (Begitulah sepenggal cerita yang saya ingat dari sebuah buku Kisah Penemu Lampu).

Saya semakin termotivasi untuk meningkatkan kemampuan diri setelah membaca buku ini, banyak hal yang patut kita tanamkan seperti kedisiplinan, kesabaran, dan tanggung jawab yang harus terus dijaga dan diasah.
Di era sekarang ini moral bangsa semakin ikut terjerumus dengan hal-hal yang negatif, seperti contohnya pengetahuan dan keilmuan yang bertentangan jauh dari sejarah peradaban akibat pengaruh teknologi. Teknologi yang semakin bertumbuh kembang pesat seakan hilang dan tak terkontrol akibatnya teknologi sampai ‘lupa’ akan adanya masyarakat disabilitas yang lebih membutuhkan kemudahan akses dan layanan yang tidak singkat dan tidak mudah. Hal itulah yang harus dimulai untuk menyampaikan pesan-pesan postif agar sampai ke masyarakat.
Sama seperti umumnya pendidikan, inilah yang seharusnya menjadi prioritas pendidik untuk mendidik banyak anak bangsa dan menciptakan generasi muda yang potensial. Pemerintah seharusnya memberikan kemudahan bagi setiap anak untuk dapat mengenyam pendidikan dengan baik, dan memberikan ruang bebas untuk mengekspresikan diri dalam menempuh keilmuan serta pengetahuan yang mumpuni.
Tidak jarang banyak anak yang hidup dari garis kemiskinan tidak sanggup membayar biaya sekolah yang mahal apalagi membeli sebuah seragam. Seharusnya pemerintah bisa lebih peka memberikan bantuan tidak hanya modal pembedahan ‘kurikulum baru’ tetapi juga mengajarkan moral-moral pancasila yang hamir terkikis dan bahkan dilupakan.
Padahal tidak kalah hebatnya dengan penyandang disabilitas mereka tidak hanya berhasil dalam pendidikan saja, tetapi juga berhasil menciptakan penemuan baru secara ilmiah. Walaupun hidup dari garis kemiskinan (minim akses) selalu berusaha keras serta berjuang tanpa kenal lelah, tidak mudah putus asa dari penemu-penemu sebelumnya yang sudah lebih dulu berhasil membuat kagum dunia.
Melihat makin banyaknya anak disabilitas yang tidak mendapatkan media pendidikan yang baik, justru sering menyalahkan pihak dalam mendidik dengan metode pendidikan yang salah, sehingga tidak ditemukannya anak didik yang cerdas dan menjadi penemu hebat. Seharusnya kurikulum pembelajaran diberikan secara jelas dan khusus bagi kaum disabilitas untuk mengenyam pendidikan diluar sekolah luar biasa.
Sebaliknya, pendidikan ini seharusnya juga diberikan secara gratis tanpa biaya agar penyandang disbilitas mampu bersaing dengan negara lain. Masih ada tumpuan harapan untuk mendapatkan pendidikan yang layak walau tanpa bantuan pemerintah, dan diskriminasi yang dialaminya semakin memacunya untuk berjuang lebih keras lagi mencapai pendidikan tertinggi. Bahkan dengan cara sendiri supaya berhasil meyakinkan orang lain untuk bisa mendapatkan hak dan kedudukan, untuk menjadi warga yang bermartabat.
Padahal terlihat dengan jelas tertuang di dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 30 bahwasanya setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang sama tanpa dibeda-bedakan. Semua anak dilindungi dalam UU. Bahkan tidak sedikit kemungkinan anak tidak mendapatkan porsi yang sama dalam mengenyam pendidikan. Apakah pemerintah kita lupa atau bahkan tidak pernah lagi membaca UU yang telah ditanamkannya dalam bangku sekolahnya dulu?
Seyogyanya, pemerintah harus mau membuka diri untuk memberikan setidaknya seluas-luasnya penyandang disabilitas mengenyam pendidikan tidak hanya didapatkannya di sekolah luar biasa saja, tetapi juga memberikan akses dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan di sekolah umum yang sama bersejajar dengan non-disabilitas. Hal itu juga sangat terlihat jelas di dalam UUD 1945. Bahkan PBB pun juga menghimbau agar negara-negara lainnya yang terlibat dalam perwakilan di PBB memberikan ruang belajar bagi setiap anak untuk dapat mengenyam pendidikan sesuai dengan haknya, tidak memaksa anak untuk tidak memiliki pendidikannya. Semua anak berhak memperoleh pendidikannya, tidak hanya non-disabilitas saja tetapi juga penyandang disabilitas. Untuk itu pemerintah harus mau mengakui dan mau membuka pikirannya yang sempit agar menjadi terbuka.
Masih inagtkah konveksi hak-hak penyandang disabilitas atau dikenal dengan UNCRPD UU No. 19 tahun 2011 yang memuat berbagai banyak pasal-pasal hak dan kewajiban penyandang disabilitas untuk bisa setara dimasyarakat. Termasuk pendidikan di dalamnya. Seharusnya pemerintah memberikan ruang terbuka bagi penyandang disabilitas untuk bisa mendapatkan pendidikan yang sesuai agar bisa membuka jembatan penghubung bagi masyarakat dimasa depan. Dan menciptakan generasi baru dengan penemuan-penemuan yang belum ada.
Hal ini memang tidak hanya membuat penyandang disabilitas tersingkirkan dalam mencapai pendidikan yang baik namun mereka mencoba menjajal kemampuan yang tak biasa dilakukan dengan non-disabilitas yang notabene kadang ketika berhasil tiba-tiba berhenti ditempat dan tidak lagi berjalan sesuai dengan impiannya. Tidak dengan penyandang disabilitas mereka berusaha mencerdaskan dirinya untuk mencari kesempatan dengan membuktikan diri agar bisa menjadi berguna bagi pendidikan di Indonesia.
Lihat saja jika pemerintah kita berganti dan pendidikan kita lebih maju 5 tahun dari sekarang. Apa yang penyandang disabilitas harapkan bagi pendidikan yang ada di Indonesia ini jika mereka diberi kesempatan duduk bersama dengan para menteri-menteri dari pejabat-pejabat di era sebelumnya, pernahkah ada yang sukses dari penyandang disabilitas?
Pemerintah seharusnya sadar akan hal ini untuk mau bekerja sama dalam menyikapi pendidikan. Atas ketidakadilannya pemerintah dengan metode dan unsur-unsur yang mengatasnamakan penyandang disabilitas tidak bisa apa-apa dan tidak boleh mengenyam pendidikan. Seharusnya pemerintah mendorong kebangkitan pendidikan serta perubahan kurikulum secara terbuka dan bersama-sama penyandang disabilitas untuk ikut andil dalam perubahan secara utuh mengikuti perkembangan dunia disabilitas dengan baik. Bukan untuk mempersempit ruang gerak mereka dalam bergerak untuk bisa mengakses pendidikan. Jangan sampai negara kita kalah dengan negara lain dalam mencerdaskan penyandang disabilitas mampu memiliki martabat serta berkedudukan yang sama dalam kualitas maupun kuantitas yang berpotensial berguna bagi masyarakat luas.
*semoga ini menjadi perenungan dan pencerahan bagi pendidikan kita.
Baca:  Arab Saudi Beri Akses Fasilitas bagi Penyandang Disabilitas
Bagikan artikel ini
Chairunisa Eka Apriliyanti
Chairunisa Eka Apriliyanti

I am a deaf the HOH (Hard of Hearing) happy with the smell of literature including poetry, and writing. PR Sehjira Deaf- HOH Foundation and Members of Young Voices Indonesia

Articles: 4

5 Comments

  1. Boleh aja dari kelas 1, tapi orangtuanya harus benar-benar mendukung, dan harus adayang membantu memberi bimbingan dan, pelatihan, dan advokasi pada anak tersebut juga orangtuanya. Misalnya Mitranetra, atau PERTUNI.

  2. Pada dasarnya semua model pendidikan untuk anak-anak disabilitas punya tujuan yang bagus. Nggak ada yang jelek. Tapi hasilnya yang jadi masalah. Untuk pendidikan tingkat dasar, slb saya kira masihdiperluikan. Kalauada anak Disabilitas yang ingin menempuh pendidikan inkklusif pada tingkat SD, sebaiknya dari kelas 4 ke atas.

  3. Sudah saya edit sana sini bermain dengan kotak-kotak kecil yang menyulitkanku membaca spasi yang mau di edit (efek pakai mobile sih) hehehe.anyway busway on the way indehoy way hahaha thanks kritikannya

  4. ya, pemerintah kita masih lebih suka menaikkan gaji anggota legislative daripada membuat pendidikan yang benar2 gratis bagi seluruh rakyat, tanpa embel2 pungutan2 liar dari sekolah. Bahkan harusnya hingga perguruan tinggi. anyway, nanti tolong diedit lagi ya tulisannya.

Leave a Reply