“Para penumpang yang terhormat, selamat datang di penerbangan Saudi Air dengan tujuan Madinah. Penerbangan ke Madinah akan kita tempuh dalam waktu
kurang lebih 8 jam dan 40 menit, dengan ketinggian jelajah 36.000 kaki di atas permukaan air laut. Perlu kami sampaikan bahwa penerbangan Saudi Air ini adalah tanpa asap rokok, sebelum lepas landas kami persilahkan kepada anda untuk menegakan sandaran kursi, menutup dan mengunci meja-meja kecil yang masih terbuka dihadapan anda, mengencangkan sabuk pengaman, dan membuka penutup jendela. Atas nama Saudi Air kapten Fulan dan seluruh awak pesawat yang bertugas mengucapkan selamat menikmati penerbangan ini, dan terima kasih atas pilihan anda untuk terbang bersama Saudi Air”.
Klasik mungkin instrupsi awak kabin itu, tapi ini perjalanan berbeda yang entah berapa kali dalam seumur hidup akan terjadi.
Dek-dekan? ya, itu jelas, Meskipun bukan penerbangan pertama,, tapi lebih karena tempat yang jadi tujuan kemana pesawat ini akan mendarat.
Beruntung setelah suara instrupsi itu selesai, muncul seseorang masih dari pengeras suara yang membacakan beberapa doa, membuat hati ini lebih tenang.
“Mahasuci Engkau Ya Allah, sesungguhnya aku telah mendzalimi diriku sendiri, berilah ampunan kepadaku. Sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni dosa
kecuali Engkau.”
“Maha Suci Rabb yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, sedang sebelumnya kami tidak mampu. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami pada hari kiamat.”
Kemudian perjalanan panjang itupun dimulai.
Aku yang duduk entah di bagian mana dari pesawat, di barisan kursi ke berapa atau sekedar mengetahui nomor urut kursinya, hanya duduk santai sambil erat memeluk bantal.
Masa paling menegangkan sebanarnya bukan jelang take off atau seperti orang-orang yang tengah memperhatikan demo pelampung oleh kru kabin, tapi karena tas kabin yang terpisah saat melewati metal detector tadi masih belum ada kabarnya.
“Ah! awal yang kurang baik”, keluhku.
Meskipun duduk di dekat jendela, aku tak bernafsu sedikitpun untuk melihat apa yang ada di luar, entah itu awan, atap-atap atau permukaan laut. Bukan apa-apa, tapi memang tak ada gunanya sebab tetap takkan terlihat oleh mataku hehe.
Tak perlu diceritakan panjang lebar malah kali tingginya, karena dalam pesawat tak ada banyak cerita jikalau memang tak ada kendala teknis yang bisa membuat kisah ini terbalik 180 derajat.
Selama 9 jam dalam pesawat, yang dilakukan hanyalah duduk manis. Kegiatan biasa kalau tidak tidur ya ngobrol atau seperti penumpang lain, yakni khusuk tilawah. Selain itu beberapa jam sekali akan disatroni Kru kabin untuk makan dan minum.
Itu saja, kalau tidak percaya boleh tanya yang lain, yah?
Ternyata 9 jam itu kalau dilewatkan dengan tidur apa lagi diiringi mimpi indah shalat dan berdoa di Multazam, amat singkat yah! karena tiba-tiba saja jiwa kembali terkumpul tepat saat mendarat di Prince Mohammad bin Abdul Aziz , Madinah.
“Allahumma solli ala Muhammad”,
Duhai Kekasih Allah, kekasih kami semua, akhirnya dapat pula aku menginjakan kaki penuh dosa ini di atas tanah yang engkau doakan, yang Engkau muliakan.
Airmata tak terasa meneteskan rasa haru dan ungkapan rindu kala sepoy angin madinah mengusap wajahku.
Seperti biasa, kejadian menjenuhkan kembali terjadi di bandara. Baik di Soekarno Hatta atau Madinah, birokrasi tak pernah ada yang longgar, tentu saja ini atasnama keselamatan, keamanan, kenyamanan dan ketertiban!
Itu kata Petugas asli timur tengah yang membereskan antrian Imigrasi.
“Tunjukkan paspornya! pegang masing-masing”! Terdengar suara AA Gim di belakang petugas. Ketika di tanah air beliau sangat berjarak dengan kami, di sini malah turut sibuk membantu kepentingan jamaahnya.
Entah satu atau dua jam kami harus menyelesaikan birokrasi, yang pasti rasa lelah dan ingin segera menuju masjid Nabawi membuat detik seolah jadi jarum pendek.
Beruntung di bandara ini tak ada barangku yang dilibas petugas. Tidak seperti waktu di Soekarno Hatta, jarum dan pin jilbab, beberapa make up sampai gunting untuk tahallul, ludes tak tersisa.
Sambil menunggu koper bagasi lengkap, kami mencoba mengaktifkan telepon seluler untuk memberi kabar ke tanah air.
Kudengar sudah banyak HP para jama’ah lain yang aktif, mereka memberi kabar, mananyakan kabar sampai pencatatan oleh-oleh, riuh terdengar memenuhi ruang lobi bandara.
“Sudah aktif belum Nensi”? Tanya temanku yang sedang asyik ber-SMS.
“Belum niih! kenapa yah”? Aku gatal menekan-nekan tombol BB kesayanganku.
Sayangnya, sampai aku keluarkan batrai dan kartu, HP tetap dalam keadaan disconnect.
“Ah! mesti ganti provider inimah”! Aku kembali menggerutu.
“Kang! bisa minta satu saja SMS? tolong kasih kabar ke keluarga saya kalau sudah sampai, yah”? Pintaku dengan nada putus asa.
Hampir dua jam menunggu, akhirnya semua perlengkapan jamaah Umroh MQ travel tuntas.
Kami lalu memasuki bis sesuai dengan kelompok yang sudah ditentukan sejak di tanah air.
“Dalam perjalanan menuju hotel, kami diperkenalkan kepada seorang Mutowif bernama pak Abdul Rahman.
Mendengar logat bicaranya yang sudah seperti Penduduk asli pribumi, aku yakin bahwa beliau sudah cukup lama tinggal di Arab Saudi.
Pak Abdul Rahman orangnya sangat menyenangkan, dia ramah dan cukup piawai menjelaskan apa-apa yang dilewati sepanjang jalan, terlebih dipasangkan dengan Karom kami bernama pak Wagi yang lembut, membuat perjalanan spiritual ini sungguh luar biasa.
Pukul 11 waktu Madinah, kami tiba di hotel Al Eiman, 100 Meter di sebelah barat Nabawi.
Mungkin ini yang tengah diucapkan Rasullullah pada kami, saat mulai melangkah di pelataran masjid indah ini.
“Selamat datang duhai umatku, selamat menikmati jamuan berupa limpahan rahmat dan syafaat, dan engkau adalah umat yang selalu kurindu”.
Kalau mereka orang-orang berpenglihatan khusuk bertasbih atas keindahan masjid, aku dan teman-teman merasakan syahdu dan haru karena antara tubuh ini dengan tubuhnya berada hanya dalam hitungan langkah saja.
wowowowowow! ternyata salah yah? ckckckck, blm sempat baca peraturan. :p ok deh! edit aja gimana enaknya. atau kl footnote mau dihilangkan juga gpp, soalnya emang itu cuma kopas juga Dim. @ Eka. ia semoga ya say!
udah beres kok. tenang aja.
wuih…Alhamdulillah teteh udah duluan ya. aku pengen ehehheeh….keren teh! semoga menular!
Subhanallah, selamat ya teh udah duluan menapakkan kaki di tanah suci. Semoga bisa menular. hehe. oia, saya izin edit sedikit tulisannya. Hanya membagi jadi beberapa halaman. karena saya cek dalam versi MS Word ada hampir 13 halaman. Jadi saya bagi2 dalam beberapa web page agar loading tidak terlalu berat. Mungkin untuk posting2 berikutnya bisa dibagi-bagi postingnya agar lebih seru :). Lalu untuk kategori, sebaiknya memilih satu kategori untuk tiap posting. Dalam tulisan ini saya pilihkan kategori wisata. Oia, nanti juga jangan lupa ya untuk tag agar saling linked dengan tulisan2 sejenis. happy blogging! 🙂