Semarang – Hak untuk mengakses pendidikan merupakan hak setiap warga negara Indonesia, tak terkecuali penyandang disabilitas netra. Seperti halnya masyarakat berpenglihatan awas, Tunanetra pun memiliki hak yang sama. Ketika niat untuk menempuh pendidikan tinggi melintas di pikiran, setiap Tunanetra berhak mewujudkan keinginannya tersebut. Hal itu tentu sejalan dengan program higher education yang terus didengungkan demi meningkatkan kualitas serta kapasitas diri Tunanetra yang ada di Indonesia.
Demi mewujudkan mimpi Tunanetra untuk mengakses pendidikan tinggi, salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kota Semarang menyelenggarakan beasiswa pendidikan bagi Tunanetra yang ada di seluruh Indonesia khususnya di Provinsi jawa Tengah. Perguruan Tinggi Swasta (PTS) tersebut adalah Universitas Dian Nuswantoro (UDINUS) dimana tercatat sejak tahun 2007 telah menerima Tunanetra berkuliah dan menjadi bagian dari kampus berbasis IT tersebut.
Sebetulnya keterbukaan UDINUS terhadap Tunanetra terjalin karena adanya kerjasama dalam bidang IT antara UDINUS dengan DPD Persatuan Tunanetra Indonesia (PERTUNI) Jawa Tengah. Sejak tahun ‘90an, UDINUS yang ketika itu masih berstatus Sekolah Tinggi, telah intens melakukan kerjasama dengan DPD PERTUNI Jawa Tengah baik berupa penyedian sarana dan prasarana seperti komputer maupun laboratorium komputer, dan juga penyedian tenaga ahli yang dapat membantu kesulitan DPD PERTUNI Jawa Tengah khususnya dalam hal IT.
Kemudian, kerjasama tersebut berlanjut ke sebuah kerjasama beasiswa pendidikan antara UDINUS dengan DPD PERTUNI Jawa Tengah dimana dalam beasiswa pendidikan tersebut setiap Tunanetra dari seluruh Indonesia yang berkuliah di UDINUS akan mendapat keringanan biaya. Pasalnya, UDINUS akan meringankan biaya kuliah Tunanetra dari mulai uang gedung dan uang SKS tiap semester hingga mahasiswa Tunanetra tersebut lulus dari UDINUS. Meski demikian, bukan berarti mahasiswa Tunanetra tersebut benar-benar tidak memiliki tanggungan biaya karena ada biaya yang tetap harus dibayar oleh mahasiswa Tunanetra tersebut seperti biaya pendaftaran, biaya pembayaran modul tiap semester yang berkisar antara Rp. 20.000,- hingga Rp. 80.000,- serta biaya poliklinik. Tentu biaya tersebut jauh lebih ringan jika dibandingkan dengan biaya kuliah penuh di sebuah perguruan tinggi.
Untuk prosedur pendaftaran beasiswa pendidikan tersebut, setiap Tunanetra dari seluruh pelosok Indonesia memang perlu melakukan permohonan rekomendasi kepada DPD PERTUNI Jawa Tengah sebagai pihak yang melakukan kerjasama dengan UDINUS. Setelah permohonan rekomendasi tersebut diteruskan kepada pihak UDINUS oleh DPD PERTUNI Jawa Tengah dan disetujui oleh rektor, calon mahasiswa Tunanetra melanjutkan prosedur pendaftaran secara mandiri layaknya mahasiswa reguler.
Untuk calon mahasiswa yang berasal dari luar Kota Semarang, memang harus menyiapkan tempat tinggal secara mandiri, karena UDINUS memang tidak menyediakan asrama atau tempat tinggal. Selain itu, biaya hidup sehari-hari selama berkuliah di Kota Semarang pun harus menjadi tanggungan pribadi mahasiswa tersebut. Meskipun demikian, calon mahasiswa Tunanetra tidak perlu khawatir karena di sekitar kampus UDINUS terdapat banyak rumah kos yang dapat ditinggali oleh mahasiswa tersebut, dan tentu saja disesuaikan dengan budget masing-masing.
Sejak dimulainya kerjasama beasiswa pendidikan tersebut pada tahun 2007, tercatat ada beberapa Tunanetra yang menjadi bagian dari UDINUS. Namun sayangnya, beberapa Tunanetra tersebut melewatkan kesempatan yang diberikan oleh UDINUS, sehingga angkatan pertama tersebut hanya berhasil meluluskan 2 orang Tunanetra yaitu pada tahun 2011 dan tahun 2013. Kedua Tunanetra tersebut lulus sebagai Sarjana Sastra dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) dengan Program Studi Sastra Inggris.
Kemudian pada tahun 2011 terdapat mahasiswa Tunanetra yang mendaftar dan tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dengan Program Studi Manajemen Bisnis. Selain mahasiswa Tunanetra di Progdi Manajemen Bisnis tersebut, ada 2 Tunanetra lainnya yang menyusul pada tahun 2012. Keberhasilan Tunanetra-tunanetra tersebut berkuliah di UDINUS dengan derajat ke-inklusifan yang belum terlalu tinggi, rupanya mendorong 2 Tunanetra lain yang juga menyusul pada tahun 2013 lalu. Dengan demikian, jumlah Tunanetra yang masih menempuh pendidikan di UDINUS tercatat ada 5 orang, dengan 4 diantaranya berasal dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) dengan Progdi Sastra Inggris.
Kini mahasiswa-mahasiswa Tunanetra tersebut berkuliah di UDINUS dengan upaya mandiri. Pasalnya, di UDINUS memang belum ada Pusat Layanan Disabilitas seperti yang terdapat di beberapa perguruan tinggi dengan mahasiswa Tunanetra di dalamnya. Mereka berkuliah dengan mengandalkan laptop pribadi meski di laboratorium serta bagian Tata Usaha telah disediakan komputer lengkap dengan pembaca layar. Perihal akses terhadap materi, Tunanetra-Tunanetra tersebut mengandalkan soft file yang diberikan oleh dosen, atau pun melakukan scanning secara mandiri di rumah masing-masing. Cara lain yang dilakukan dalam mengakses materi yaitu dilakukan melalui media mesin pencarian Google secara mandiri oleh mahasiswa tersebut. Kemudian, Sejauh ini, Program Studi Sastra Inggris menjadi jurusan yang paling banyak menerima Tunanetra karena jurusan tersebut memang paling accessible untuk Tunanetra.
Dengan demikian, kehadiran UDINUS sebagai perguruan tinggi yang tak hanya bersedia menerima Tunanetra, namun juga memberikan keringanan biaya kepada Tunanetra, seolah menjadi angin segar di tengah-tengah derasnya penolakan perguruan tinggi terhadap Tunanetra. Selain itu, hal yang dilakukan UDINUS tersebut seolah menjadi cerminan bahwa tak perlu menunggu banyaknya Tunanetra di lingkungan kita hanya demi mengulurkan tangan pada Tunanetra. Seyogyanya apa yang dilakukan oleh UDINUS tersebut dapat menjadi contoh bagi perguruan tinggi lainnya yang ada di seluruh Indonesia, khususnya Perguruan Tinggi Negeri (PTN) karena UDINUS YANG BERSTATUS PTS saja sadar akan kewajibannya, tentu PTN pun harus melakukan hal yang sama.
ya, betul. terima kasih mas. sebetulnya sangat disayangkan kpd teman-teman tunanetranya jg, kenapa dl keluar begitu saja dari UDINUS tanpa pamit, padahal UDINUS sudah sangat membantu para tunaentra dg adanya beasiswa pendidikan tersebut. Seharusnya niat baik pihak lain kpd tunanetra ditanggapi dg positif jg ya dg tunanetra tsb. sayang bgt, belum lama kuliah sudah keluar tanpa pamit.
ya, kita sebagaiminoritas, memang diri kita ini merepresentasikan seluruh komunitas disabilitas. Jadi apa yang terjadi pada satu individu, dapat dijadikan persepsi bagi masyarakat. Satu orang bagus, maka dapat dijadikan contoh agar masyarakat dapat melihat. Jadi tanggung jawab kita bukan hanya pada diri sendiri, tapi juga komunitas. Oia, kamu masih ada kontak dengan teman2 peserta Forum Mahasiswa tunanetra di Jakarta tempo hari? saya kepikiran. Mengapa tidak diajak aja teman2 yang sudah tergabung itu untuk ikut menulis, minimal dapat mengkabarkan situasi kampusnya, kebijakan pada mahasiswa disabilitas, dll? Ini bisa jadi sebuah follow up dari kegiatan tersebut, jadi tak hanya pertemuan saja.
ya ada beberapa yang masih punya kontaknya mas. sip, ide bagus mas. kami sebetulnya sudah membentuk grup di FB tapi ya memang belum maksimal hehehe. ya nanti saya minta teman-teman untuk menggambarkan kondisi di kampus masing-masing 🙂 sebagai langkah awal ya :). thanks mas atas masukannya 🙂
setuju. salut buat Udinus. Semoga makin banyak perguruan tinggi lain yang melakukan affirmative action serupa.
amien. terima kasih kartunet. ya, sebetulnya kehadiran perguruan tinggi seperti UDINUS yg memberikan beasiswa pendidikan utk tunanetra dpt menjadi contoh bagi perguruan tinggi lainnya karena beasiswa tsb sangat membantu, khususnya bagi tunanetra yg terhalang masalah ekonomi.
Jika merujuk ke tulisan saya tentant Konsep Kasihan versus Pemenuhan Hak, pemberian beasiswa adalah salah satu cara untuk menggantikan fungsi universitas yang belum dapat memenuhi hak mahasiswa yang mengalami disabilitas akses sepenuhnya seperti yang dinikmati oleh mahasiswa lain pada umumnya. Jadi beasiswa itu sebetulnya juga hak bagi kita. Namun hal itu tak akan pernah terwujud tanpa adanya itikat baik dan empati dari pihak universitas. Jadi tetap salut buat perguruan tinggi yang sudah mulai bergerak.
ya, betul sekali mas. tetap salut untuk universitas yang mulai begerak. udah mau menerima aja udah patut diacungi jempol ya karena membantu mengembalikan hak disabilitas yang terampas oleh diskriminasi :).
Jangan sampai angin segar itu ternoda oleh hal-hal negatif. Sekali ternoda biasanyasulit untuk pulih kembali. Salut buat tunanetra yang berhasil kuliah di Fakultas Ekonomi.