Dear, Ribuan detik telah berlari pergi. Tinggalkan kita dalam aktifitas masing-masing. Lewati segala kisah yang tak lagi saling mengawasi. Kadang, kala malam-malam berlalu ingin kuceritakan apa yang terjadi dari pagi hingga kita akan terlelap. Mencari segala maksud dari apa yang terjadi. Sering aku lelah menghadapi segala probelmatika yang harus tetap dihadapi. Terlebih karena tak ada lagi dirimu di sisi.
Kala malamakan temui akhir, sering aku terbangun lalu mengingat setiap perkataanmu yang belum keselesaikan. Suaramu menggema isi relung otak kosong setelah berhenti memikirkan segala rumusan kehidupan. Lalu aku terjatuh pada lamunan tentang kisah itu.
Kamu tahu, kelam malam kulihat saat ini. Meski purnama akan segera tiba tuk gantikan bulan sabit yang bertengger.
Melepaskan segala rindu yang seharusnya tak lagi ada di sini. Bersamaku. Ada sosok lain yang telah lebih layak merindukanmu. Ada sosok lain yang seharusnya ada dalam harapmu. Bukan aku lagi. Bukan aku.
Sedang aku masih terlelap dalam kelamnya malam tanpamu. Bercerita pada cermin tentang hari-hari yang terlewati. Gaungkan suaraku yang memantul pada sudut-sudut ruang kosong, agar aku merngerti bahwa cerita ini tak pernah akan lagi kamu dengarkan.
Kala rintik hujan kemudian semakin menderas, Gemuruhnya seakan ingin runtuhkan segala ruang tersisa. Bisukan segala ucapan yang ingin terlontar. Hanya gerak bibir tanpa nada, tanpa suara, tanpa kata.
Kamu pernah tahu jika hujan bisa terasa kering kerontang? Ya, kamu pasti tidak tahu. Karena aku sadar kamu telah tak lagi bisikan namaku dalam doa-doamu.
Tuhan mungkin telah tak lagi berikan karunia pada cinta. Tuhan mungkin punya cerita tak seperti apa yang tertulis oleh pujangga. Ceritanya bukan cerita yang bisa kutebak alurnya. Peran utama pada kisah ini tak pernah aku tahu siapa protagonisnya.
Dear, surat ke tigaku ini lama tak kutulis. Aku terjebak pada bingungnya aku karena terlalu banyak yang harus disampaikan. Entah harus memulai dari lemari rindu yang mana. Meski index awal hingga akhir hanya namamu, aku tak bisa sampaikan semua bersamaan.
Jadi, perlu waktu untukku memilih kata mana yang harus aku tulis. Perlu banyak renungan untuk menyusun tiap lembar cerita tentang kita.
Semoga, kamu masih tetap sehat, dan terus bertahan untuk minum cukup pada hari-hari sibuk yang kamu hadapi.
Salam rindu …
Bersambung
ini boleh dibales ga sih suratnya?