Lankgkah seribu mahluk liar
Haus darah serta lapar
Seribu rintih dari kumpulan tercacah
Iris nalar serta pandangku
Itu tak bersih
Pekat hitam bagai tangan sang dewa maut
Nampak bak arus magnet kuat menghisap
Ku dengar tangis bumi
Luka menganga borok
Dalam banjir serta cemar
Culik seribu tawa serta canda
Kutub-kutub cair bagai air mata ibu
Tangisi musnahnya alam semesta.
****Menyampaikan seperti apa geliat saat ini, segala yang menjadi uang langsung dijadikan uang. Tiada lagi disebut dengan kesejukan, semuanya menjadi uang. Gedung-gedung menjulang, hutan terbabat, dan yang langka menjadi musnah.
Jika alam sudah marah, kita mau berbuat apa? Kita tidaklah mampu merintang jalanya, kita hanya punya hak pakai. Jika waktunya telah habis kita akan hilang. Tetapi apa yang kita sumbangkan untuk genderasi di masa depan? Apakah iptek dapat memenuhi perut yang lapar? Hal itu tidak ada jika kita tidak punya sawah. Tetapi petani semakin terpinggirkan, karena uang semakin menjadi pemimpin semuanya.
terimakasih infonya ya kak
terima kasih untuk kontribusinya. kategori kami pindah ke Karfiksi ya untuk naskah puisi.
Tetap semangat dan terus produktif berkarya ya 🙂