Pembelajaran Matematika Anak Gangguan Penglihatan

Jakarta, Kartunet.com – Sebagaimana pembelajaran pada umumnya, ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam pembelajaran untuk anak gangguan penglihatan, yaitu (1) materi, (2) media dan (3) metode yang digunakan. Khusus anak gangguan penglihatan, ketika guru hendak menyampaikan materi kepada murid, guru harus menyiapkan media yang bisa disentuh untuk menjelaskan hal-hal yang abstrak. Sehingga, guru sangat dituntut menggunakan kreativitasnya untuk membuat media pembelajaran yang bisa disentuh. Oleh karena itu, dalam semua proses pembelajaran matematika untuk anak gangguan penglihatan, guru harus memanfaatkan kemampuan kinestetik dan taktil anak.

Baca:  Memahami Keterampilan Menulis Bagi Anak Low Vision

Guru juga bisa menggunakan metode touch math; sebuah metode pembelajaran menggunakan kotak-kotak angka berbasis hubungan antara konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari. Touch math ini bisa digunakan dengan berbagai variasi, yang dapat diaplikasikan oleh guru sesuai dengan tingkat kemampuan dan perkembangan pengetahuan matematika anak.

Selain itu, guru juga bisa mengkonsepkan pembelajaran dengan mengembangkan hubungan antara angka dengan jumlah yang melekat pada angka itu sendiri. Konsep ini dibuat karena anak yang belajar arti angka akan lebih mudah menggunakan keterampilan alaminya dalam berhitung di kehidupan sehari-hari.

Setelah itu, evaluasi. Tahapan evaluasi pembelajaran matematika untuk anak gangguan penglihatan sebenarnya tidak berbeda jauh dari evaluasi anak pada umumnya. Hanya saja, dalam tahap evaluasi ini hendaknya guru memperhatikan lebih detail lagi apa yang sudah dan belum dikuasai murid saat belajar.

Selain hal di atas, tahap evaluasi pembelajaran matematika untuk anak gangguan pengelihatan juga harus memperhatikan faktor media. Jika saat proses pembelajaran anak menggunakan media, maka harus dipastikan bahwa pada saat evaluasi anak juga menggunakan media. Media yang digunakan saat evaluasi juga harus sama dengan media yang digunakan saat proses pembelajaran; hal ini penting mengingat keterbatasan konsep anak dalam memahami suatu objek.

Jadi, ketika anak sudah memahami satu objek dengan satu alat peraga atau media, maka media tersebut harus digunakan untuk seterusnya. Kalaupun media itu ingin dikembangkan lagi, jangan munculkan pengembangan media tersebut pada proses evaluasi, tapi munculkan saja pada proses pembelajaran. Terakhir, materi yang dievaluasikan guru harus sesuai atau relevan dengan materi yang diajarkan di proses pembelajaran. (Nir)

Editor: Muhammad Yesa Aravena

Bagikan artikel ini
Lisfatul Fatinah
Lisfatul Fatinah

Guru pendidikan khusus yang senang mengajar, menulis, dan menonton film.

Articles: 40

One comment

  1. mata pelajaran matematika memang di kalangan pelajar tunanetra jadi semacam momok menakutkan. Sebab matematika memang pelajaran yang cukup abstrak dan dipenuhi dengan simbol-simbol. tapi, bukannya tak ada juga tunanetra yang cukup menguasai matematika. kuncinya adalah harus mampu membuka mental block bahwa matematika itu sulit, dan tunanetra tak akan mampu menguasainya.

Leave a Reply