Depok, Kartunet – Departemen Pengabdian Masyarakat BEM Psikologi UI 2014 kembali menggelar acara rutin tahunan We Care di Gedung C Rumpun Ilmu Kesehatan (RIK) UI (21-06). Setiap tahunnya isu yang diangkat berbeda-beda, dan pada tahun ini yang menjadi sasaran kegiatan We Care adalah para mahasiswa penyandang disabilitas. 25 mahasiswa yang menjadi peserta berasal dari berbagai Universitas, antara lain UI, UNJ, UIN, UIN Jogja, UMJ, IKJ, BINUS, UNINDRA, IPB, ISI Jogja, Universitas Gunadarma.
Tema yang diangkat dalam acara puncak adalah “Mewujudkan Pendidikan Inklusi melalui Sarana dan Prasarana yang Ramah Difabel”. Rangkaian acara puncak terdiri dari Mini Seminar dan Focus Group Discussion. Mini Seminar diisi oleh para pembicara yang kompeten di bidang Psikologi, Arsitektur serta akomodasi akses pendidikan bagi penyandang disabilitas.
Pembicara pertama membahas “Pentingnya Aspek Sosial dan Emosional Agar Terciptanya Kesejahteraan Psikologis bagi Penyandang Disabilitas” oleh Dra. Pudji Lestari Prianto, M.Psi (Dosen MK. Anak Berkebutuhan Khusus Psikologi UI). Dalam pembahasannya beliau menekankan pentingnya peran masyarakat dalam meningkatkan empati untuk membantu mengembangkan penyandang disabilitas agar menjadi mandiri. Stigma negatif yang beredar di masyarakat tentang penyandang disabilitas juga haruslah dihilangkan, agar mental mereka kuat dan dapat mengembangkan potensi di balik kekurangan yang dimiliki.
Pembicara kedua, Paramita Atmodiwirjo, PhD. March (Dosen Arsitektur FT UI) memberikan materi tentang “Arsitektur untuk Kebutuhan Khusus”. Dalam paparannya ia menyatakan bahwa pada dasarnya aksesibilitas bangunan bagi penyandang disabilitas sudah dijamin oleh Undang-Undang. Penyediaan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas di nyatakan dalam UU RI No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Bahkan dalam UU No, 28 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan No. 30/PRT/M/2006 tercantum teknik pelaksanaan penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bangunan umum.
Sayangnya, pelaksanaan UU tersebut belum banyak diterapkan di berbagai fasilitas umum. Menurutnya, minimnya akses dan fasilitas umum bagi penyandang disabilitas dikarenakan masih banyaknya pandangan bahwa masyarakat dengan disabilitas ini adalah minoritas yang tidak mengapa jika haknya dikesampingkan. Akan tetapi beliau berpikir positif dengan kemungkinan banyaknya instansi terkait fasilitas umum akan merombak bangunan yang sudah berdiri dalam rangka menyesuaikan dengan kebutuhan disabilitas yang haknya perlu diperhatikan.
Menyambung dengan hal-hal yang disampaikan terkait pemenuhan hak fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, Gufrani Sukarya, sebagai Ketua Umum PPDI (Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia) memberikan jalan terang. PPDI selama ini sudah melakukan beberapa regulasi terkait fasilitas dan aksesibilitas di berbagai Perguruan Tinggi untuk memperjuangkan hak para mahasiswa penyandang disabilitas. Hal ini lah yang menjadi tujuan utama acara We Care 2014 diselenggarakan.
Dalam Focus Group Discussion, para mahasiswa penyandang disabilitas dan volunteer saling berdiskusi dan mengemukakan pendapatnya akan fasilitas dan aksesibilitas di Kampus tempat mereka menuntut ilmu. Hasil dari diskusi yang dilakukan akan menghasilkan sebuah proposal yang akan dikirimkan kepada pihak masing-masing Universitas. Diharapkan dalam kegiatan ini, pihak Universitas dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas fasilitas dan aksesibilitas untuk para mahasiswa penyandang disabilitas. (Annisa)
kenyataan pahit harus saya dapati
kekurangan saya dalam memory dan bahasa keluar saat laporan dan tesis serta kondisi penglihatan yang gitu
saya ditakut takuti
ilmu ga guna walo lulus
ga bisa kerja karena harus melihat
alat bantu psikotes yang aplikatif dan aksesibel ga boleh dibuat
saya hanya ingin punya krmampuan kaya orang normal
namun bersosialisasipun sulit, dijauhi
sedikit yang mau ngerti dan menyemangati
sempat putus asa karena kekurangan ini
kenapa ditampakkan?
kenapa harus jadi penyandang disabilitas ganda? Halusinasi histeria belum kelar kini jadi tunanetra juga.
kenapa saya dilahirkan?
buat apa saya di kartunet?
kenapa saya harus mengeksploitasi diri sendiri?
kenapa saya harus bertemu Dimas Prasetyo Muharram?
buat apa ini semua?
*nangis*
melanjutkan comment saya sebelumnya, termasuk juga program studi di IKJ. Terima kasih.
Untuk di IKJ, jika tidak salah jurusan seni rupa pernah dimasuki oleh mahasiswa tunarungu atau yang tunadaksa. Mohon maaf jika kurang membantu informasinya 🙂
Selamat Siang, menarik sekali membaca artikelnya. Saya ingin menanyakan lebih jauh tentang program studi di Gunadarma, Binus, dan Unindra yang menerima mahasiswa disabilitas. Terima kasih.
halo kak Adi. Untuk programs tudi yang menerima penyandang disabilitas di kampus-kampus tersebut, mungkin lebih jelasnya dapat langsung ditanyakan kepihak kampus. Tapi sedikit yang kami tahu, bahwa tak ada ketentuan sebuah jurusan tak boleh dimasuki oleh difabel asal dia mampu mengikuti pelajaran dan punya prospek bagus untuk karir ke depannya. Tentu juga, jika masuk PTN, harus lulus tes atau penyaringan mahasiswa non-test. sekian yang mungkin dapat kami informasikan, semoga membantu 🙂
eeeh ka Adi,
sejauh dari yang aku ketahui karena sudah berjalan-jalan
karena kondisi penglihatanku yang tidak sebaik dulu, pernah dibilang tidak boleh ikut sidang HIMPSI sebelum sembuh sampai sekarang,
namun yang aku syukuri,
aku masih menempuh kuliah profesi di Gunadarma, masih bolak-balik konsul untuk laporan PKPP,
ada mimpi yang ingin aku wujudkan
awalnya aku mau minta tolong ke Pertuni pusat tapi dioper ke orang yang ternyata ketua jurusan Psikologi di UI,
dan mereka tidak menerima tuna netra untuk jurusan profesi psikologi,
dan menyarankan aku untuk pindah jurusan yang duduk di belakang meja saja seperti Psikologi sains,
atau membuat alat tes Psikologi setelah bergelar psikolog dengan pengawasan dan melakukan PKPP berdua karena aku butuh bantuan orang normal, tidak apa yang penting jadi
entahlah apakah Gunadarma, UI akan siap atau akan menerima disabilitas atau malah tidak akan pernah,
aku meragukan itu
soalnya dulu pernah ada yang dikeluarkan dari kampus karena buta dan ini aku dapatkan informasinya dari orang yang menjadi guru di Mitra Netra yang aku temui saat belajar disana.
lah ada nama kampusku,
kok ga di ajak-ajak sih?
kemungkinan kayaknya anak BEMF Psikologi yang S1 ini
dan kenapa informasi tidak sampai ke kami dan harus membaca melalui ini?
tapi terima kasih atas informasinya.
semoga fasilitas dan aksesibilitas baik, dan semakin baik
aku butuh pendamping sebenarnya
semoga ini bisa jadi fasilitas juga,
minimal yang pendengarannya baik
ini gimana ya PKPP/PKL kalau sendirian,
semoga bisa