Jakarta – “Bagai anak yang menampar wajah ibunya di depan umum.” Mungkin itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kelakuan dari sekolompok orang yang “sukses” Membuat dead lock kongres PSSI pecan kemarin. Kongres yang awalnya bertujuan untuk memilih ketua umum tersebut, berubah menjadi “drama” tragis yang efeknya justru sangat merugikan. Baik bagi dunia sepakbola Indonesia , maupun bagi seluruh bangsa ini.
Bagaimana tidak? Karna ulah mereka itu, Indonesia tinggal menunggu hitungan detik untuk menerima sangsi yang akan dijatuhkan oleh VIVA. Dan bila itu terjadi, Maka Indonesia akan sulit berkiprah dalam kancah persepakbolaan intternasional.
Kejadian tersebut seharusnya tidak perlu terjadi, bila setiap peserta dalam kongres itu dapat menahan diri mereka. Mau bersabar, mendengarkan, dan menghargai Pendapat orang lain, kejadian tersebut sesungguhnya telah mengajarkan kita, bahwa emosi dan nafsu akan membawa dampak buruk bagi kita sendiri.
Kemanakah perginya nilai-nilai budi pekerti, tenggang rasa, dan kebersamaan seperti yang pernah mereka terima di bangku sekolah sejak mereka kecil dulu? Apa yang menyebabkan mereka terlihat begitu bernafsu agar calon yang mereka usung dapat naik ke bursa pencalonan?
Ada selentingan yang menyebutkan bahwa ada ”politik uang” dalam kongres tersebut. Dimana setiap suara dihargai sekitar 500 juta rupiah oleh seorang Calon.
Kalau memang itu yang terjadi, lalu sebegitu murahkah harga sebuah kebersamaan?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut, hendaklah jangan hanya dianggap sebagai ”angin lalu” yang tek berarti. Semestinya ia menjadi cermin bagi kita agar jangan Meniru kelakuan ”aneh” para pendukung yang ”buta” itu.(Satrio)
Dapet sanksi dari FIFA atau VIVA?